Sunday 29 November 2015

Acara Nyongkolan di Desa Sade, Lombok Tengah



Sewaktu pulang dari ngetrip seharian menuju pantai-pantai yang berada di Lombok Tengah, saya bersama teman-teman sudah mempunyai rencana ingin mampir di Desa Sade. Alasan kami ingin mampir di desa ini karena salah satu personil belum pernah sama sekali ke desa yang terkenal sampai ke luar negeri ini.

Kebetulan juga hari itu bertepatan dengan Hari Minggu, dimana pada saat hari-hari libur dan habis panen, masyarakat biasanya mengadakan acara resepsi pernikahan disertai mengarak-arak kedua pasangan pengantin keliling desa yang biasa disebut dengan istilah Nyongkolan. Kami saat itu beruntung bisa melihat tradisi tersebut di Desa Sade.


Nyongkolan sendiri merupakan acara yang dilakukan setelah selesai akad nikah. Dimana sepasang pengantin berjalan beriringan dari tempat kediaman pihak pengantin laki-laki menuju kediaman pihak pengantin perempuan yang diiringi oleh keluarga dan juga masyarakat setempat serta para tokoh masyarakat antara lain pemuka agama atau pemuka adat juga ikut serta dalam tradisi tersebut.

Pakaian yang digunakan saat memeriahkan acara yaitu pakaian khas Suku Sasak, dimana untuk pakaian laki-laki disertai dengan keris atau golok yang terpasang di bagian pinggang atau disandang di punggung. Sedangkan untuk pakaian perempuan, memakai kebaya khas Suku Sasak lengkap dengan asesorisnya.


Nyongkolan tersebut gak lengkap bila gak ada musik pengiringnya. Biasanya musik yang digunakan yaitu musik tradisional Suku Sasak yang disebut Gendang Beleq dan kawan-kawan. Gendang Beleq adalah sebuah alat musik tradisional asli Pulau Lombok. Biasanya dimainkan oleh dua orang penabuh ( pemain Gendang Beleq ) yang saling kompak dalam menciptakan irama musik yang indah.

Saya orang asli Pulau Lombok sangat senang dengan acara ini. Selain menonton pasangan pengantin yang diarak bagaikan raja dan ratu alias Raja Sejelo ( raja sehari ), saya sangat terhibur dengan permainan dua penabuh Gendang Beleq dan kawan-kawan. 


Gak hanya kami saja yang menonton, tetapi para masyarakat setempat dan wisatawan baik domestik maupun mancanegara gak henti-hentinya mengabadikan moment demi moment di dalam sebuah kamera mereka masing-masing. Saat itu karena baterai kamera dslr saya sudah habis, untungnya ada salah satu personil yang memakai kamera Xiaomi Yi untuk mengabadikan prosesi acara nyongkolan, Alhamdulillah gak sia-sia kami bertemu dengan tradisi ini. 

Nyongkolan ini bisa dibilang merupakan puncak dari ritual pernikahan, dimana dipersatukannya seorang laki-laki ( teruna ) dan perempuan ( dedare ) dalam sebuah ikatan pernikahan yang sah menurut agama Islam dan diakui menurut adat setempat. 


Semua proses tersebut gak luput dari awal perkenalan seorang laki-laki dan perempuan yang saling mencintai. Setelah adanya kecocokan diantara kedua belah pihak, maka seorang laki-laki melamar kekasih hatinya kepada kedua orang tua perempuan. Sedikit bercerita bahwa di Pulau Lombok ini ada sebuah tradisi unik dimana seorang laki-laki yang ingin mempersunting pujaan hatinya, maka dia akan menculik calon istrinya. Setelah menculik, dari pihak laki-laki memberitahukan kepada orang tua calon istrinya bahwa anak perempuannya telah diculik, akhirnya mau gak mau orang tua perempuan menyetujuinya karena mengganggap laki-laki tersebut bersungguh-sungguh ingin menikahi anak perempuannya. Tradisi ini disebut dengan istilah merari ( melarikan ).

Seru juga tuh prosesnya, asalkan gak terjadi masalah diantara keluarga kedua belah pihak sih aman-aman saja. Setelah acara nyongkolan selesai, kami segera balik ke Kota Mataram biar gak kemalaman sampai rumah. Tontonan yang menarik sore itu, saya berangan-angan jika menikah nanti ingin diiringi oleh Gendang Beleq tetapi gak diarak-arak keliling desa, di dalam gedung saja sudah cukup. 

Gimana, Pulau Lombok itu gak hanya kece pantai, air terjun dan gunungnya saja, tetapi budayanya juga gak kalah kecenya. Selamat berlibur di Pulau Lombok !!!.


Penulis : Lazwardy Perdana Putra

0 comments:

Post a Comment