Selama beberapa bulan menulis cerita jalan-jalan ke Yogya dan Jakarta, kita balik lagi cerita tentang jalan-jalan di Lombok. Kampung halaman yang gak ada habisnya buat diceritakan.
Meskipun akhir-akhir ini di negeri kita khususnya di Lombok, dilanda kasus pembunuhan, pembegalan dan penjarahan. Kedengarannya serem tapi itulah fakta yang kita hadapi saat ini.
Sampai teman-teman media ada yang menulis kalau beberapa wisatawan membatalkan liburannya ke Lombok dikarenakan kondisi keamanan yang belum kondusif. Sedih bacanya tapi itulah kenyataannya.
Tapi saya percaya, Lombok akan kembali aman seperti sebelumnya. Banyak lagi tamu yang ke Gili Trawangan, camping di Desa Sembalun, trekking Air Terjun Tiu Kelep, menonton MotoGP di Sirkuit Internasional Mandalika, nikmatin aneka kuliner, dan belajar agama dan budaya disini.
Gak perlu takut datang ke Lombok !. Pulau Lombok kaya akan destinasi wisata alam yang wajib kalian explore dan warganya yang terkenal ramah dan bersahabat !.
Bercerita tentang destinasi wisata di Lombok, saya menemukan salah satu spot yang terbilang masih baru dan sempat viral di media sosial.
Pas sekali buat kalian yang suka dengan hijaunya area persawahan dan perbukitan. Suka nongkrong sambil menikmati view cantik dan khusus buat para bikers yang setiap akhir pekan gowes, cocok banget beristirahat di rest area ini.
Selamat Datang di Batu Palar Hills !.
Berawal dari kegabutan saya dan istri di rumah. Bangun kepagian, habis subuh gak bisa tidur lagi. Anak-anak pun sudah bangun meskipun langit masih belum terang.
Karena besoknya Hari Senin, berat rasanya ngetrip ke tempat yang jauh. Tapi berat juga rasanya menghabiskan waktu seharian hanya berdiam diri di rumah saja.
"Kita kemana ya pagi ini ?".
"Cari sarapan ke Desa Tempos sambil motoran yuk, sudah lama rasanya gak motoran kesana !", celetuk saya ke istri.
Eh ternyata istri juga pengen motoran nyari sarapan. Yasudah, tanpa mikir dua kali lagi takutnya berubah pikiran, kami berempat siap-siap berangkat.
Gak perlu acara mandi segala. Entar saja mandinya pas pulangnya biar menghemat waktu. Mumpung tetangga belum bangun juga (gak ada hubungannya).
Dengan modal dadakan, kami berangkat sekitar jam setengah tujuh pagi menuju arah Desa Tempos buat nyari sarapan.
Sudah pernah saya membahas tentang Desa Tempos di tulisan blog saya beberapa tahun yang lalu. Desa yang terletak di bawah kaki Gunung Sasak, Kab.Lombok Barat ini menyimpan banyak view keren.
Area persawahan hijau yang luas. Jalan pedesaan yang instagrammable. Pasar kulinernya yang dibuka pada hari Minggu saja. Dimulai dari jam enam pagi hingga siang hari.
Bisa baca disini : Gowes Sambil Kuliner di Desa Tempos
Hangatnya sinar matahari pagi itu, menemani kami di perjalanan. Kabut pagi itu tampak menutupi lereng perbukitan dan sebagian area persawahan. Banyak warga yang sudah keluar rumah untuk joging dan berjalan kaki.
Waktu tempuh ke Desa Tempos dari rumah memakan kurang lima belas menit atau hanya lima menit dari Gerung, pusat pemerintahan Kab.Lombok Barat.
Sesampainya di Desa Tempos sudah banyak pedagang yang berjualan aneka sarapan dan kuliner khas setempat. Kami menyempatkan mampir sebentar untung membeli sarapan. Sarapannya kami bungkus untuk dimakan nanti di lokasi.
Tujuan kami gak hanya mencari sarapan ke Desa Tempos, melainkan ke spot yang lokasinya gak begitu jauh dari sini. Mumpung kesini, sekalian saja mampir kesana. Ya kan !
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Banyu Urip yang memiliki view gak kalah kerennya dengan Desa Tempos. Kedua desa saling berdekatan dengan waktu tempuh sekitar lima menitan.
Desa Banyu Urip sendiri berada sekitar enam kilometer dari pusat pemerintahan Gerung. Saya bareng teman-teman beberapa kali gowes ke jalur ini karena memang treknya yang menantang dengan view keren.
Dari Desa Tempos menuju Desa Banyu Urip, kita disuguhkan view perbukitan hijau dan persawahan. Udara disini juga sangat sejuk. Melihat aktivitas warga desa pagi hari dengan senyum keramahan yang sangat hangat.
Melihat warga desa yang bekerja di sawah dengan topi caping di kepala. Baik bapak maupun ibu-ibu bersemangat bekerja di sawah pagi itu. Anak-anak sedang asyik bermain karena hari libur sekolah mereka.
Jalanan desa begitu ramai dengan warga desa dan pengunjung yang sedang bersepeda maupun hanya motoran seperti kami.
Sebelum memasuki Desa Banyu Urip kami bertemu dengan tanjakan dan turunan. Setelah turunan, melewati jembatan yang diberi nama "Jembatan Pelangi" karena warna tiang-tiangnya dicat warna warni seperti pelangi.
Sungainya cukup lebar dan banyak bebatuan yang berukuran besar. Di kiri kanan sungai berupa persawahan dan perbukitan.
Dari jembatan ini, kami sudah bisa melihat tujuan kami yaitu Bukit Batu Palar yang letaknya berada di tebing perbukitan. Bukit Batu Palar merupakan destinasi wisata alam kecil yang terletak sekitar satu kilometer setelah area persawahan Buntage, di samping Jembatan Pelangi, Desa Banyu Urip, Kecamatan Gerung, Lombok Barat.
Akses menuju kesana cukup mudah. Setelah melewati jembatan, ada pertigaan. Dari pertigaan, kita belok ke kiri melalui jalanan sempit, akses menuju desa sebelah yang sudah dicor semen.
Harus ekstra hati-hati karena jalannya cukup menanjak. Apalagi yang berboncengan muatan berat, harus pas tancap gasnya. Jangan sampai kehilangan daya dorong karena keberatan.
Sesampainya di puncak tanjakan, kiri jalan merupakan area parkir kendaraan ke Bukit Batu Palar. Bisa dibilang bukan area parkir tapi karena ada lahan kosong cukup untuk dua motor, jadinya bisa digunakan untuk memarkirkan motor.
Di tebing bukit, ada tulisan besar dari baja dicat warna putih "Batu Palar" yang kondisinya kurang terawat.
Nama Batu Palar berasal dari sebuah bongkahan batu besar yang ada di area bukit tersebut. Warga sekitar menyebutnya “Batu Palar”, karena batu itu bentuknya menonjol dan mudah terlihat dari kejauhan.
Dalam bahasa Sasak (lokal), kata palar sering digunakan untuk menyebut sesuatu yang terpampang, terbuka, atau terlihat jelas. Jadi, Batu Palar bisa diartikan sebagai batu besar yang menonjol dan terlihat jelas di atas bukit.
Seiring waktu, bukit di sekitar batu itu juga ikut dikenal dengan nama Bukit Batu Palar dan dijadikan destinasi wisata oleh warga Desa Banyu Urip, Gerung, Lombok Barat.
Meskipun tinggi bukit hanya sekitar dua puluh lima meter dari permukaan air laut, posisinya yang berada di atas lembah dan tepi sungai menciptakan sensasi seolah berdiri di puncak yang tinggi dengan view sawah, sungai, pepohonan, dan Jembatan Pelangi di kejauhan sebagai lanskap.
Bangunan sederhana seperti meja, kursi, anjungan selfie, dan berugaq (gazebo) telah disediakan untuk kenyamanan pengunjung .
Keindahan pagi hari menakjubkan saat matahari terbit, termasuk aktivitas tradisional seperti memandikan hewan ternak di sungai, menjadi momen menarik bagi pecinta fotografi.
Setelah memarkirkan motor di pinggir jalan, kami mencoba beristirahat sejenak sambil menikmati suasana alam pedesaan dari atas bukit.
Untungnya sesampainya kami di lokasi, hanya ada sepasang muda mudi yang asyik ngobrol berdua di berugaq. Pas kami datang, mereka berdua langsung bubar, maksudnya langsung pulang bukan putus hehehe. So, hanya kami berempat di lokasi pagi itu.
Anak-anak pun sangat senang saat di lokasi. Mereka antusias untuk berjalan ke anjungan selfie yang terbuat dari besi baja dan kayu. Cukup kuat dan aman buat pengunjung yang datang.
Dari atas anjungan, benar kata beberapa teman yang sudah kesini. Viewnya keren sekali. Saya kurang tau siapa yang punya ide pertama kali membuat spot cantik untuk melihat view alam yang gak ada obatnya. Bisa saja ini ide pemerintah desa setempat.
Dari atas anjungan ini, kita dapat melihat moment sunrise, melihat aktivitas warga desa di sawah dan sungai.
Cukup lama kami disini untuk menikmati suasana sambil sarapan. Duduk di berugaq sambil menikmati minum kopi.
Saat ini pengunjung belum dikenakan tiket masuk. Hanya dikenakan biaya parkir sekitar 5 ribu untuk mobil dan 2 ribu untuk sepeda motor. Itupun kalau ada tukang parkir dari pengelola desa. Kebetulan saat itu gak ada tukang parkirnya hehehe.
Kedepannya dari info yang saya pernah baca, rencana pengembangan wisata di sekitar Bukit Batu Palar ini mencakup area kuliner, lapak hasil pertanian lokal, dan wahana seperti flying fox dari bukit ke arah Jembatan Pelangi, meskipun masih terkendala pembiayaan. Saya doakan semoga lancar semua. Amin.
Menurut saya banyak potensi yang saya lihat dari tempat ini. Bukit Batu Palar dikembangkan sebagai destinasi pelengkap bagi Jembatan Pelangi, dengan potensi ekowisata yang melibatkan olahraga alam, wisata pertanian, panjat tebing, hingga camping di tepi sungai.
Akses menuju kesini juga sangat mudah. Jalan sudah aspal mulus dari pusat kota menuju desa. Keamanan juga cukup baik. Panorama alam yang bisa menggaet wisatawan domestik maupun luar negeri untuk berkunjung ke desa ini.
Gimana, sangat menarik bukan !.
Penulis : Lazwardy Perdana Putra
Kapan ya bisa ke lombok?
ReplyDelete