Showing posts with label Explore Banyuwangi. Show all posts
Showing posts with label Explore Banyuwangi. Show all posts

Saturday, 25 October 2025

Minggu Pagi Keliling Kota Banyuwangi : Pantai Marina Boom dan Taman Blambangan


Bangun pagi, saya dan istri sudah merencanakan untuk ajak anak-anak motoran ke Kota Banyuwangi. Hari Minggu seluruh kegiatan sekolah dan perkantoran diliburkan. Kebetulan juga di Kota Banyuwangi hari itu ada car free day (CFD) di Jalan Diponegoro, Kepatihan, Kecamatan Banyuwangi. 

Berangkat dari rumah mbah uyut di Rogojampi menuju arah utara. Waktu tempuh kurang lebih dua puluh lima menit dengan jarak tiga belas kilometer dari Rogojampi ke Kota Banyuwangi. Anak-anak dari jam enam pagi sudah bangun karena sudah dijanjikan bakalan jalan-jalan pagi.

Cuaca pagi hari itu cukup cerah meskipun sehari sebelumnya Rogojampi dan sekitarnya diguyur hujan lebat. Udara pagi sangat segar menemani kami diperjalanan. Arus lalu lintas berjalan dengan normal. Melihat aktivitas warga kota di hari libur. 

Ada yang joging pagi, bersepeda, berbelanja ke pasar, dan ada yang jalan-jalan menuju Kota Banyuwangi. Kami perginya hanya berempat saja. Saya, istri dan anak-anak. Mereka berdua sangat antusias kalau diajak jalan bareng ayah bundanya. Kakak Ken yang sudah menginjak umur lima tahun dan Adeq Lala berjarak dua tahun dari kakaknya. 

Pantai Marina Boom Banyuwangi 

Tempat pertama yang kami kunjungi yaitu Pantai Marina Boom Banyuwangi. Salah satu pantai yang menjadi ikon Kota Banyuwangi selain Pantai Watu Dodol yang ada di daerah Ketapang sana. 

Pantai Boom terletak di Kelurahan Kampung Mandar, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Rute yang kami lewati menuju pantai bisa dimulai dari Simpang Lima Banyuwangi kemudian mengarah ke Jalan Dr. Sutomo, Taman Blambangan, menyusuri Jalan Nusantara dan Jalan Ikan Cucut hingga sampai di pintu gerbang Pantai Boom. 

Lebih jelasnya kalian bisa buka google maps di smartphone masing-masing. Ketik Pantai Boom Banyuwangi. Lokasinya gak begitu jauh dari pusat Kota Banyuwangi. 



Setelah sampai di pintu gerbang masuk menuju Pantai Boom, kami berhenti di pos loket untuk membeli tiket masuk. Harga masuknya relatif murah yaitu 7,5 ribu rupiah saja per orang. Berhubung bawa anak-anak dua orang diberi gratis sama petugasnya. Jadinya total biaya masuk 15 ribu rupiah saja. 

Petugas loketnya ramah-ramah. Apalagi pas melihat plat motor dari Lombok, petugasnya langsung paham bahwa kami dari Lombok. Kesan baik yang kami dapatkan ketika awal masuk ke area destinasi wisata ini. 

Setelah urusan tiket masuk selesai, kami berkeliling sejenak sekitaran pantai. Area pantainya luas banget. Jalannya juga kondisi baik yaitu aspal yang mulus. 

Penataan area pantainya yang cukup baik. Bahkan lebih rapi untuk pantai yang ada di dalam kota. Plank petunjuk juga cukup lengkap. Jadinya kami gak kesasar mau kemana. 

Disini ada beberapa area yang bisa kita explore. Ada dermaga kayu untuk kapal-kapal pesiar ukuran kecil.  Ada bangku-bangku panjang di sekitar trotoar pinggiran dermaga. Cafe dan resto juga ada disini termasuk tempat nge-gym ada disini. 

Selain itu ada patung macan yang menjadi simbol kekuatan dan keberanian masyarakat Osing Banyuwangi. Gak ketinggalan ada jembatan estetik dan area taman yang tertata rapi.

Mungkin di beberapa tempat yang saya lihat masih perlu dibenahi. Over all, kesan awal datang pertama kali kesini cukup menyenangkan. 




Terlihat beberapa kapal pesiar bersandar di dermaga. Sempat bingung mau kemana dulu. Muter-muter sebentar, kami melihat dari kejauhan beberapa pengunjung lain yang sedang bersantai di pinggiran pantai. 

Akhirnya kami kesana saja. Apalagi ada playground anak-anak disana. Ada penyewaan mobil remot, sepeda listrik dan beberapa wahana lainnya.

Melihat ada penyewaan mobil remot kontrol, anak-anak langsung kegirangan. Mereka berdua sangat suka main mobil remot  kontrol. 

Pantai Boom dahulu dikenal sebagai pelabuhan penting pada masa kolonial. Saat ini, area tersebut dikembangkan menjadi kawasan wisata pantai yang modern dan instagramable. Begitu memasuki area pantai, pengunjung akan disambut dengan ikon besar bertuliskan “Pantai Boom Marina Banyuwangi” yang sangat cocok sebagai latar foto.  

Pantai yang sering disebut Pantai Marina Boom ini juga setiap tahunnya menggelar beberapa event. Salah satu event yang pengen saya nonton dari dulu yaitu Festival Gandrung Sewu. 

Festival yang menampilkan seribu penari yang menggunakan pakaian khas penari Banyuwangi. Seribu penari menari di atas hamparan pasir pantai yang luas. Ini sudah agenda rutin tiap tahunnya yang selalu ditunggu banyak orang baik domestik maupun mancanegara. Keren kan !. 

Kawasan Pantai Boom ini cukup luas sekali. Terbagi dari beberapa bagian. Ada berupa teluk yang terdapat beberapa dermaga kapal. Terdapat Eco Park Marina yang berada di sebelah utara dimana disini kita bisa melakukan kegiatan trekking dan berlari karena ada jalur track khusus berlarinya. 

Sedangkan bagian pantainya dengan hamparan pasir yang begitu luas menghadap ke arah Selat Bali dan Pulau Bali

Di pantainya juga terdapat beberapa kursi santai dan diberi payung untuk bersantai dan berjemur sehabis mandi pantai. Sayangnya pagi menjelang siang tersebut sinar matahari menyengat sekali. Jadinya kami urungkan niat untuk berjalan menuju pinggir pantai. Cukup menikmati suasana pantai dari bawah pohon yang cukup rindang. 



Disini juga ada penyewaan kuda. Kita bisa berkeliling pantai sambil duduk di atas punggung kuda dengan ditemani oleh yang punya kudanya. Sekali berkeliling dikenakan tarif dari 25 ribu saja. Cukup worth it me urut saya sih. Sayangnya kudanya gak terlalu besar. Jadinya ragu buat nyobain, hehehe. Anak-anak pun takut nunggang kuda. 

Yasudah, kami menghabiskan waktu di Pantai Boom sambil menemani anak-anak main mobil remot saja. Harga sewanya 20 ribu per mobil dengan waktu hanya 15 sampai 25 menit saja. 

Gak banyak kegiatan yang kami lakukan selain berkeliling motoran muterin kawasan pantai, duduk santai di bawah pohon rindang sambil menikmati view Selat Bali dan Pulau Bali dan anak-anak menghabiskan waktu bermain saja. 

Berhubung waktu masih cukup pagi, tujuan selanjutnya kami akan ke Taman Blambangan sambil melihat suasana car free day khas Banyuwangi. 

Taman Blambangan Banyuwangi

Taman yang berada di pusat jantung Kota Banyuwangi ini menjadi daya tarik bagi siapa pun yang melintas di tempat ini. Dikelilingi oleh jalan besar membuat akses ke tempat ini menjadi lebih mudah. 

Jarak dari Pantai Marina Boom ke Taman Blambangan sangat dekat. Bahkan kedua tempat ini bisa dibilang satu jalur. Kurang lebih hanya lima menit waktu tempuh dari Pantai Marina Boom, kami sudah sampai di area parkir taman yang berada di sebelah barat. 

Suasana sangat rindang dan asri sekali karena area parkirnya persis di bawah pohon-pohon besar seperti Pohon Beringin. Gak khawatir kepanasan dan udara disini sangat sejuk di tengah cuaca panas kota.



Taman Blambangan merupakan ruang terbuka hijau terbesar dan sekaligus ikon Kota Banyuwangi. Siapapun yang datang ke Banyuwangi, pasti pengen mampir ke taman yang menjadi daya tarik masyarakat untuk berkumpul, berolahraga atau menghilangkan penat seharian bekerja. 

Taman Blambangan memiliki sejarah panjang sebagai pusat kegiatan masyarakat. Letaknya yang berada di tengah kota menjadikannya titik strategis yang mudah diakses dari mana saja. Dikelilingi fasilitas publik, pusat belanja, hingga tempat wisata kuliner, taman ini setiap harinya digunakan untuk berolahraga. 

Lapangan luas yang tertata rapi, mulai dari area olahraga, event seni, budaya, hingga kegiatan keagamaan skala besar sering digelar di sini. 



Ada area untuk jogging, bermain basket, bermain bola, sampai ada beberapa fasilitas olahraga untuk orang dewasa dan anak-anak seperti jungkat-jungkit, alat nge-gym sederhana.

Dari beberapa review orang lain yang saya baca, biasanya pagi hari adalah waktu teramai bagi para pegiat kesehatan yang menikmati udara segar sambil menggerakkan badan.

Saat kami disana, kebetulan juga hari libur, ramai sekali warga yang datang ke taman ini. Ada yang duduk santai sambil berkumpul bersama teman, gebetan dan keluarga. Ada yang lagi asyik main basket. Ada yang asyik menyantap beberapa makanan khas daerah sini. Ada juga yang sekedar olahraga jalan kaki seperti saya dan istri (sambilan nurunin berat badan) hehehe. 

Ada beberapa spot yang bisa dipakai untuk mengambil foto. Di bagian tengah taman, ada panggung permanen gitu dengan background bangunan khas Blambangan mirip seperti candi berwarna putih. Biasanya saya lihat bentuk bangunan ini di salah satu novel atau buku yang menceritakan tentang Kerajaan Blambangan dahulu kala. 




Di kiri-kanan panggung, ada dua bangunan berbentuk joglo Jawa. Terlihat banyak pengunjung yang duduk sambil bersantai di bangunan ini. 

Di sisi sebelah barat taman, ada surganya kuliner. Beberapa makanan khas sini, kami cobain seperti sego cawuk, sego tempong dan nasi pecel. 

Dari ketiga makanan tersebut, yang paling saya suka yaitu nasi tempongnya. Berasa banget sambel tomat dan ikan terinya. Kalau datang ke Banyuwangi, gak lengkap rasanya gak nyobain nasi tempongnya. 

Taman Blambangan juga sering dijadikan pusat penyelenggaraan acara besar seperti konser musik, festival budaya dan pasar malam. 

Saat malam hari, suasana taman berubah menjadi tempat nongkrong yang seru. Banyak anak muda berkumpul untuk bermain musik, bersantai dengan komunitas, hingga mengabadikan momen dengan latar suasana Kota Banyuwangi. Gak sedikit juga yang memanfaatkan taman ini untuk membuat konten foto maupun video untuk dishare di tiktok, Instagram atau youtube. 

Masuk ke Taman Blambangan ini gratis ya. Gak ada tiket masuk. Hanya bayar parkir motor saja 2 ribu rupiah. Bukanya dua puluh empat jam. Kapanpun bisa datang kesini. 

Berhubung waktu sudah menjelang siang dan anak-anak sudah mulai capek dan ngantuk. Kami balik ke rumah mbah uyut. 

Rasanya keliling kota belum cukup hanya dua tempat saja. Next time... Bakalan explore lagi ke tempat yang lainnya sekitaran Kota Banyuwangi. 

Over all, jika kalian sedang berada di Banyuwangi, jangan lupa luangkan waktu sejenak untuk mampir dan menikmati atmosfer hangat di Pantai Marina Boom dan Taman Blambangan. Atau tempat lainnya yang menarik juga. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday, 18 October 2025

Menjelajah Misteri dan Keindahan Alam Taman Nasional Alas Purwo. Kapok Gak ?


Salah satu tempat yang ingin saya explore jika datang ke Banyuwangi akhirnya teralisasi juga. 

Setiap sudut Banyuwangi memang menyimpan keindahan alam. Setiap merencanakan ngetrip ke Banyuwangi, pastinya sudah membuat daftar tempat-tempat yang akan dikunjungi. 

Sebelumnya saya sudah menulis tentang salah satu kuliner yang wajib kalian coba saat datang ke Banyuwangi. 

Bisa baca disini : Nasi Pecel Romot Rogojampi

Kali ini, saya akan menulis cerita yang saya dapatkan ketika berkunjung ke salah satu surganya Banyuwangi yang banyak orang kunjungi. Gak hanya keindahannya saja yang  didapat. Tapi ada hal yang membuat kita penasaran untuk selalu datang.  

Salah satu tempat yang paling legendaris di Banyuwangi yaitu Taman Nasional Alas Purwo. Gak hanya dikenal karena keindahan alamnya yang masih sangat alami, tapi juga karena kisah mistis dan aura magis yang kita rasakan bila datang ke tempat ini. 

Menginjakkan kaki di sana, mengexplore hutan purba, pantai tersembunyi, dan savana luas yang menakjubkan. 

Mendengar cerita dari keluarga dan teman yang sudah ke Alas Purwo, kebanyakan ceritanya berbau horor. 

Ada yang dilempar centong air saat berada di kamar mandi. Ada yang melihat asap putih tebal saat melintas di daerah pesisir. Paling sering mendengar cerita, beberapa pengunjung ada yang tersesat saat berada di dalam hutan karena gak tau jalan keluar. 

Percaya gak percaya, Alas Purwo memiliki salah satu pantai yang dipercaya sebagai tempat pintu gerbang masuk ke alam jin alias Nyi Roro Kidul sang legenda Ratu Pantai Selatan. 

Sebenarnya pengen sekali dari dulu datang kesini. Tapi masih ragu karena cerita-cerita seram seperti tadi.

Aslinya saya orangnya penakut. Tapi kalau berangkatnya ramai-ramai apalagi sama orang yang sudah sering kesini, kita gasss saja !. 

Cerita ke Banyuwangi beberapa minggu yang lalu, Alas Purwo akhirnya masuk ke dalam list tulisan yang akan segera tayang di blog Lazwardy Journal (ngendorse diri sendiri). 

Sebenarnya ini agenda dadakan. Berawal dari ajakan bapak mertua buat ke Alas Purwo. Untungnya ngajaknya berangkat pagi dan pulangnya sebelum sore hari. Kebetulan juga istri dan anak-anak pengen ikutan juga. 

Tanpa ragu dan berpikir dua kali, saya pun setuju. Asalkan berangkatnya pagi dan pulangnya siang, kita gass saja !. 

Perjalanan saya dimulai dari pusat Kota Rogojampi menuju Alas Purwo yang berjarak sekitar lima puluh kilometer ke arah selatan. 

Saya berangkatnya bareng bapak, istri, adek sepupu dan anak-anak. Kami menggunakan mobil milik Om Har (adeknya ibu). Sayangnya beliau gak bisa ikut karena sibuk jaga warung. 

Segala perlengkapan seperti topi, kacamata hitam, sunscreen, cemilan dan air mineral sudah masuk ke dalam tas. Mobil juga sudah dinyalakan. 

Kami berangkat dari rumah mbah uyut sekitar jam sembilan pagi. Cuaca pagi itu sangat cerah. Kebayang panasnya di perjalanan nanti. 





Jalan menuju kesana bisa dibilang cukup aman untuk kendaraan yang kami gunakan. Sebagian aspal mulus, sebagian lagi jalan tanah berbatu yang membuat adrenalin meningkat. 

Namun, sepanjang perjalanan, mata saya dimanjakan oleh pemandangan hutan jati dan desa-desa kecil yang tenang.

Begitu memasuki Gerbang Rowobendo, suasana langsung berubah. Angin terasa lebih lembap, pohon-pohon tinggi menjulang, dan suara burung serta serangga menjadi latar alami yang menenangkan sekaligus mistis.

Mengecek sinyal handphone, ternyata sinyal sudah timbul tenggelam. Posisi kami masih di pintu masuk ke Alas Purwo. 

Mobil pun berhenti untuk pengecekan oleh petugas. Saya keluar dari mobil dan berjalan kaki menuju loket pembelian tiket masuk. 

Tiket untuk kendaraan roda empat seperti mobil seharga 10 ribu saja. Sedangkan orang dewasa dikenakan tiket masuk 20 ribu. Anak-anak gratis masuk. 

Saat membeli tiket,petugas bertanya asal kami dari mana. Saya pun menjawab, "kami dari Rogojampi". Petugas berseragam tersebut hanya mengangguk kepala saja. 

Tatapannya serius amat itu bapak-bapak. Mirip seperti film horor Indonesia ketika rombongan anak-anak muda yang masuk ke dalam hutan dan bertemu orang asing. Bisa bayangin sendiri kan ? hehehe. 

Melihat suasana sekitar, sepertinya hanya kita saja pengunjung yang memasuki Alas Purwo pagi itu. Sepanjang jalan gak terlihat kendaraan yang berpapasan dengan kami. 

Baru ingat, saat itu hari kerja. Pantes saja gak banyak pengunjung datang kesini. Pikir saya, pasti nanti bakalan bertemu pengunjung lainnya saat sudah di dalam hutan. 

Kami pun melanjutkan perjalanan. Jalan dengan aspal mulus. Semakin ke dalam hutan, jalanpun semakin mengecil. Pohon-pohon besar menjulang tinggi. Udara sejuk khas aroma tanah basah. 

Suara kicauan burung dan serangga lainnya yang menemani sepanjang perjalanan. Daun-daun kering banyak berjatuhan ke jalan. Tujuan pertama kami yaitu ke Savana Sadengan karena lokasinya paling dekat dengan posisi kami saat itu. 

Alas Purwo dikenal sebagai salah satu hutan tertua di Pulau Jawa. Saat berjalan di antara pepohonan besar dan rimbun, saya benar-benar merasa seperti kembali ke masa lalu. Sinar matahari yang menembus celah daun menciptakan suasana magis, seolah-olah alam sedang menjaga rahasia besar di balik ketenangannya.

Gak heran, banyak orang percaya bahwa Alas Purwo adalah tempat lahirnya bumi atau tempat para leluhur bersemayam. Tapi bagi saya, tempat ini justru menunjukkan bagaimana alam bisa tetap lestari jika manusia bisa menjaga dan gak berbuat seenaknya. 

Menurut cerita dari bapak mertua, setiap malam satu Suro dalam kalender Jawa, banyak orang datang kesini sampai bermalam. Tujuan mereka bermacam-macam. Ada yang nyari wangsit, ada yang bersemedi, ada juga yang hanya ikut-ikutan teman saja. Percaya gak percaya ya. Kembali ke keyakinan kalian masing-masing.



Kembali ke laptop ! 

Niat kami kesini hanya untuk mengexplore Alas Purwo saja. Ini pertama kalinya juga saya dan anak istri datang kesini. Kalau bapak mertua sama sepupu yang ikut saat itu, sudah beberapa kali datang kesini. Jadi agak tenang bareng mereka karena sudah tau situasi. 

Menuju ke Savana Sadengan, kami melewati sebuah Pura bernama Pura Luhur Giri Salaka atau disebut Situs Kawitan Alas Purwo. 

Situs Kawitan merupakan tempat yang dipercaya sebagai asal mula kehidupan dan pusat spiritual tertua di tanah Jawa. Tempat sakral ini juga sangat penting bagi umat Hindu. Banyak umat Hindu baik yang dari Bali, Lombok atau daerah lain datang kesini untuk bersembahyang atau melakukan upacara keagamaan. 

Sayangnya kami gak sempat mampir ke situs ini karena suasana pagi itu masih sepi sekali. Dengar cerita dari sepupu, beberapa bulan yang lalu sempat ada insiden pengunjung yang kesurupan. Jadi ragu mampir disini apalagi bawa anak kecil. 

Melewati Situs Kawitan, kami melanjutkan menuju Savana Sadengan. Dari jalan utama beraspal mulus, mobil kami mengambil jalanan tanah bebatuan di persimpangan. 

Jarak Savana Sadengan sudah gak jauh lagi. Gak sabar ingin segera sampai dan melihat Padang savana yang ikonik sekali di Alas Purwo.  

Selamat Datang di Savana Sadengan ! 

Kurang lebih menempuh jarak dua belas kilometer dari Gerbang Rowobendo,  kami sudah sampai di area parkir Savana Sadengan. Gak ada pengunjung lainnya selain kami. Ada senangnya juga bisa dengan tenang menikmati view padang savana tanpa banyak pengunjung. 

Dari parkir mobil, kami berjalan kaki kurang lebih dua puluh meter ke area menara pandang. Meja dan bangku dari kayu tersedia untuk pengunjung beristirahat. 

Kondisi menara pandangnya cukup terawat. Bangunan di samping menara pandang juga terawat dengan baik. Hanya saja gak ada petugas yang kami temui disana. 




Berada disini vibesnya seperti savana yang saya lihat di film Jurasic Park. Benar-benar tenang sekali. Dari kejauhan terlihat perbukitan hijau, padang rumput luas dan suara hembusan angin yang terdengar. Langit menjelang siang itu juga cukup bersahabat. 

Dari menara pandang, saya bisa melihat hamparan padang rumput luas dengan latar hutan tropis. Di kejauhan, tampak kawanan banteng Jawa, rusa, burung elang, dan burung merak yang bebas berkeliaran. Rasanya seperti berada di padang Afrika meskipun belum pernah ke Afrika, hehehe. 

Savana Sadengan merupakan zona pengamatan satwa liar. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah pagi hari (sekitar pukul 06.00–09.00) atau sore hari (15.00–17.00). Pada waktu tersebut, hewan-hewan keluar untuk mencari makan.

Terdapat pagar kayu sebagai tanda bahwa pengunjung hanya bisa mengamati satwa yang berada di savana dari luar pagar kayu saja. 

Berhubung kami sampai di savana ini sekitar jam sepuluh pagi tapi masih beruntung bisa melihat sekelompok banteng liar sedang merumput gak jauh dari menara. Di sisi lain, beberapa burung merak jantan menampilkan bulu indahnya. Momen yang luar biasa untuk diabadikan dengan kamera. Sayangnya saya gak bawa kamera DSLR dari rumah. Gak apa-apa dah !.

Menurut cerita bapak mertua yang merupakan pensiunan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bahwa di musim tertentu, jumlah satwa bisa lebih banyak karena mereka turun dari hutan ke padang rumput mencari air. 




Gak perlu mencari petugas disini buat bertanya informasi tentang Alas Purwo karena sudah ada bapak mertua yang dulunya bekerja di Taman Nasional. Apalagi beliau sudah sering datang kesini. 

Kurang lebih setengah jam kami berada di menara pandang untuk menikmati panorama alam yang tersaji. Kapan lagi datang kesini kalau gak pas ke Banyuwangi. Buat kalian yang suka fotografi, tempat ini wajib dikunjungi. Terpenting harus menjaga etika. Jangan berbicara keras dan jaga sopan santun. Terpenting gak mengganggu kehidupan satwa disini. 

Waktu sudah menunjukkan jam sebelas menjelang siang. Kami melanjutkan perjalanan ke arah pantai yang ada di Alas Purwo. Ada beberapa pantai yang cukup familiar di telinga saya seperti Pantai Plengkung, G-Land dan Teluk Biru. Kebetulan ada pantai yang terdekat dari Savana Sadengan dan jalurnya searah dengan Pantai Plengkung dan G-Land. 

Selamat Datang di Pantai Trianggulasi ! 

Awalnya yang ada di pikiran saya, bapak mengajak kami ke Pantai Plengkung atau Pantai G-Land yang sering saya lihat foto dan videonya di instagram. 

Tapi yang disebut beliau Pantai Trianggulasi. Nama yang sangat asing bagi saya. Apa karena saya jarang sekali buka google maps Alas Purwo, jadinya gak tau pantai ini. 

Dari cerita beliau, pantai ini sangat menarik buat dikunjungi. Bahkan jaraknya yang gak begitu jauh dari Savana Sadengan. Kurang lebih sepuluh kilometer dari Gerbang Rowobendo. Wah sangat menarik pikir saya. Tambah semangat dong !. 

Perasaan takut sejak masuk hutan belantara Alas Purwo, jadi hilang perlahan karena sudah melihat Savana Sadengan. Dan sebentar lagi akan bertemu dengan pantai. Dapat explore hutan liarnya, dapat pula explore pantainya. 

Keluar dari Savana Sadengan, kami bertemu lagi dengan jalan utama dengan aspal yang mulus menuju arah selatan. Suasana masih sama seperti tadi. Rimbunnya pohon-pohon tinggi. Udara sejuk beraroma tanah basah. Terlihat kawanan monyet yang duduk santai di pinggir jalan menunggu makanan yang dilempar oleh pengunjung yang melintas.




Begitu sampai di area pantai, suara deburan ombak langsung menyambut dengan lembut. Udara laut bercampur aroma hutan menciptakan perpaduan yang unik dan menenangkan.

Mobil berhenti tepat di area parkir pantai. Ternyata di pintu masuk pantai ini sudah ada sebuah penginapan yang saya lupa namanya. Ada restonya juga. Beberapa pengunjung kami lihat saat itu. 

Dari parkiran mobil, kami berjalan kaki kurang lebih dua puluh meter menuju pantai. 

Pantai Trianggulasi memiliki garis pantai yang panjang dengan pasir putih kecokelatan dan ombak besar. Gak ada keramaian, gak ada pedagang. Hanya pantai, ,alam dan kamu yang kucintai. Asyiiik. 

Inilah yang membuat pantai ini terasa istimewa. Berbagai jenis tumbuhan di tepi pantai sangat rimbun seperti pohon pandan laut dan cemara udang tumbuh berjajar, memberi ketenangan jiwa. Di beberapa sudut, terlihat jejak satwa liar seperti burung dan biawak yang sesekali muncul dari balik semak.

Keheningan di pantai ini benar-benar luar biasa. Duduk di bawah pohon sambil mendengarkan ombak, kalian bisa merasakan waktu berjalan lebih lambat. Cocok buat kalian yang ingin melepas penat semingguan bekerja, bisa datang kesini bareng keluarga atau pasangan. 

Dari beberapa referensi yang saya baca. Nama “Trianggulasi” berasal dari istilah geodesi karena dulu kawasan ini digunakan sebagai titik triangulasi (pengukuran peta) oleh pemerintah kolonial. 

Sekarang tempat ini berubah menjadi destinasi ekowisata yang menonjolkan keseimbangan antara manusia dan alam.

Menariknya, pantai ini juga menjadi jalur penyu bertelur, terutama antara bulan Mei hingga September. Akan tetapi, aktivitas ini diawasi ketat oleh petugas taman nasional untuk menjaga kelestariannya.

Pantai Trianggulasi termasuk kawasan wisata yang masih alami. Jadi fasilitasnya cukup terbatas. Ada pos jaga petugas, area parkir sederhana, kamar mandi, toilet dan beberapa gazebo untuk beristirahat. Ada resto di pintu masuk pantai. Tapi kalau boleh saran, bawa bekal sendiri dari rumah. 




Ada beberapa aktivitas yang kalian bisa lakukan di pantai ini seperti menikmati sunset di sore hari, bersepeda atau berjalan kaki di pinggir pantai, main pasir bagi yang membawa anak-anak, camping dan berfoto. 

Untuk mandi atau berenang di pantainya sangat gak disarankan. Petugas sudah menandakan bendera merah di sekitar area pantai bahwa dilarang keras untuk berenang karena ombak dan arus lautnya yang cukup besar. 

Saya sangat kaget dengan view pantai ini. Hampir mirip dengan pantai-pantai di Lombok bagian selatan. Warna gradasi air lautnya yang biru toska dan biru tua. Deburan ombak yang indah. Keren banget pantai ini. 

Kegiatan yang kami lakukan selama berada di pantai ini yaitu duduk santai di tepi pantai sambil menemani anak-anak bermain pasir di bawah pohon rindang. 

Sesekali melihat laut lepas dengan deretan perbukitan Taman Nasional Alas Purwo yang begitu luas. Kami menghabiskan waktu di pantai ini hingga balik ke Rogojampi. 

Untuk edisi Taman Nasional Alas Purwo kali ini, cukup dua destinasi dulu. Semoga next time kalau ke Banyuwangi lagi, bisa mengexplore tempat-tempat terindah yang berada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo karena masih banyak tempat-tempat yang belum sempat saya explore. 

Sampai bapak mertua nantangin next time kalau ke Alas Purwo lagi, kita perginya malam sambil menginap disini. Antara mau bilang iya apa gak. Tapi kalau perginya ramai-ramai lagi, kenapa gak ?. Asyiiik. 

Jujur, sewaktu memasuki pintu gerbang masuk ke Taman Nasional Alas Purwo. Ada perasaan khawatir semoga kami semua dalam kondisi baik-baik saja. Apalagi membawa anak-anak kecil. 

Tapi perasaan itu hilang seketika disaat saya sangat menikmati ngetrip kami menyusuri hutan purba. Bisa melihat beberapa satwa liar yang di Savana Sadengan. 

Apalagi di penghujung waktu ngetrip kami, saya takjub dengan Pantai Trianggulasi. Salah satu surga tersembunyi yang Alas Purwo, Banyuwangi miliki. 

Sekitar jam dua belas siang, kami balik ke Rogojampi. Perjalanan ke luar hutan Alas Purwo lancar jaya tanpa ada drama. 

Anak-anak senang sekali. Ini pertama kalinya mereka kami bawa ke hutan legendaris yang Banyuwangi miliki. 

Kalian kapan ke Taman Nasional Alas Purwo ?. Ditunggu ya ceritanya. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday, 27 September 2025

Tiket Kapal Hangus : Touring Lombok - Banyuwangi

 
Tahun ini (18-25 September 2025) saya dan anak istri bisa mengunjungi keluarga besar di Banyuwangi. Happy dong dan anak-anak sudah gak sabar untuk segera berangkat. Setiap hari mereka menghitung hari dan sampai akhirnya hari itu pun tiba. 

Begitu juga dengan saya. Pas dapat ijin cuti ke Banyuwangi, saya pun mencatat tempat-tempat yang akan kami kunjungi nantinya. Salah satunya, tempat yang hukumnya wajib dikunjungi. Apa itu ?. Diikuti saja cerita-cerita saya di blog edisi Banyuwangi dari berangkat sampai pulang ke Lombok lagi !.  

Saya dan keluarga akan menghadiri acara nikahan sepupunya istri. Gak hanya saya,istri dan anak-anak saja yang berangkat, tapi bapak dan ibu mertua gak ketinggalan untuk ikut. 

Seminggu sebelumnya, saya mencari informasi tentang jadwal kapal dari Lombok langsung ke Banyuwangi. Ada beberapa kapal yang jalan di tanggal keberangkatan. Sayangnya, saya gak bisa memesan tiketnya langsung. Infonya lebih baik pastikan kapalnya berangkat, baru memesan tiket. 

Gak mau ambil pusing, sehari sebelum berangkat, saya memesan tiket via website resminya. Memesan lewat agent resmi via whatsapp juga bisa. Tapi lebih enakan pesan lewat website yang harganya jauh lebih murah. 

Cara memesan tiket online pun gak susah. Tinggal buka alamat websitenya alp.co.id, kemudian registrasi terlebih dahulu menggunakan alamat email. Selanjutnya, tinggal mencari rute dan di klik. 

Nanti muncul nama kapal, rute dan jadwal keberangkatannya. Kita tinggal pilih sesuai waktu keberangkatan. Setelah itu diisi kolom seperti jenis kendaraan, nomor plat motor (harus sesuai), jumlah penumpang beserta nama lengkap dan umur. Setelah semuanya diisi dan klik pesan, lalu melakukan proses pembayaran. 

Apabila kita membawa kendaraan roda dua atau roda empat, ada ketentuan bahwa satu kendaraan itu sudah termasuk dua penumpang (gratis). Caranya, ketika pilih tambah penumpang, kita memilih supir dan kenek untuk mengisi biodata penumpang. 

Apabila dalam satu kendaraan lebih dari dua orang. Maka sisanya bisa dibelikan tiket per orang saja agar bisa masuk ke dalam data manifest kapal untuk keperluan apabila terjadi suatu hal yang gak kita inginkan. 

Perlu diperhatikan sebelum pembayaran, harus dicek ulang semua data yang kita isi. Gak boleh ada yang salah terutama kendaraan yang akan kita pakai saat berangkat. Setelah dipastikan data semuanya sesuai, lalu langkah terakhir melakukan pembayaran. Disini pembayarannya hanya bisa pakai m-banking Mandiri saja (khusus online).

Bagi yang gak sempat memesan secara online. Bisa menggunakan jasa agent resmi atau agent yang sudah menjadi mitra perusahaan kapal bersangkutan. Setelah pembayaran selesai, kita akan dikirimkan e-tiket berbentuk pdf via website. 

Kami memilih kapal KM Mutiara Berkah II milik PT.Atosim Lampung Pelayaran dengan keberangkatan dari Pelabuhan Gili Mas jam satu pagi. Paling telat berangkat jam tiga pagi karena bongkar muat kendaraan yang agak lama. 

Setelah e-tiket sudah saya download, gak lupa mengecek barang bawaan agar gak ada yang tertinggal terutama surat-surat penting lainnya. 


Drama dimulai !. 

Tiga jam sebelum berangkat ke pelabuhan. Saya mendapatkan whatsApp yang isinya informasi yang kurang mengenakkan. Isi infonya bahwa kapal yang akan kami naiki menuju Pelabuhan Tanjungwangi Banyuwangi, mengalami trouble mesin dan masih dalam proses perbaikan. 

Terpaksa kami menunda berangkat dari rumah menuju pelabuhan. Waktu itu sekitar jam sebelas malam. Lebih baik menunggu kabar dari rumah saja. Dan dari pihak perusahaan kapal, nanti akan menginfokan jika kapal sudah bisa muat kendaraan. 

Bapak ibu pun akhirnya bermalam di rumah kami untuk menunggu kepastian kapan kapalnya bisa berangkat. Rencana awal kami akan berangkat dari rumah kami karena lebih dekat dari pelabuhan. 

Menunggu kabar baik hingga subuh tiba, tapi belum ada pesan whatsapp masuk. Yasudah saya dan lainnya kembali tidur. Anak-anak masih lelap tidurnya. Dari jadwal terbaru, kapal akan diberangkatkan sekitar jam tujuh pagi. Tapi jika perbaikan masih belum selesai, akan dialihkan ke kapal selanjutnya. 

Mencari info dari kapal selanjutnya bahwa kapal akan tiba di Pelabuhan Gili Mas, Lombok sekitar sore hari. Tapi belum tau kapan berangkatnya kembali ke Banyuwangi. 

Akhirnya setelah menimbang-nimbang dan diskusi sengit bareng bapak ibu, kami putuskan untuk memilih alternatif terakhir menggunakan jalur dari Bali. Artinya kami akan melakukan touring dadakan. Gak banyak persiapan tapi kami mengejar waktu agar bisa hadir di acara nikahan. 

Gimana tiket kami yang sudah dibayar ?. Tanya-tanya pihak agent yang saya minta nomor kontaknya dari temen yang biasa naik kapal ALP.

Kata agentnya, kalau beli tiket di agent bila ada pengalihan kapal karena suatu hal, bisa dirubah di tiketnya. Sedangkan bila beli di aplikasi resmi ALP, untuk perubahan jadwal dan kapal karena kapal rusak atau lain hal, gak bisa dilayani. Artinya tiket kami hangus kata mereka. 

Kecewa juga dengan pelayanan ALP ini. Masak beli di agent tiket lebih baik dibandingkan dengan beli langsung di aplikasi resmi ?. Kalau memang gak bisa uang kembali, yasudah ikhlaskan saja. Daripada memaksakan diri menunggu kapal selanjutnya yang belum pasti berangkat jam berapa. 

Pengalaman pertama naik kapal yang dikenal juga dengan sebutan Tol Laut ini. Penasaran naik kapal ini sebenarnya. Lihat review nya di youtube. Kapal ini tergolong paling murah tiketnya dari kompetitor lainnya tapi fasilitas dan kondisi kapal yang jauh dari kata baik. Meskipun begitu, saya tertantang buat mencoba naik kapal ini. 

Lupakan dulu tiket kapal ALP (KM Mutiara Berkah II). Kalau emang rezeki kita, gak bakalan kemana duitnya. Fokus dulu sama persiapan motoran melalui Bali. 

Kami membawa dua motor. Saya dan anak istri menggunakan Blumax, sedangkan bapak dan ibu menggunakan motor istri. Barang bawaan kami jangan ditanya. Bawa dua tas ransel yang isinya pakaian kami. Satunya dibawa istri, satunya dimasukkan ke dalam jok motor. Jas hujan gak lupa dibawa, takut kehujanan di jalan nanti. 

Anak-anak kami pakaikan baju dua lapis, jaket gunung dan rompi touring. Gak lupa helm dan masker wajah. Setelah perlengkapan anak-anak untuk touring sudah aman. Saya mengecek perlengkapan selama di perjalanan. Kondisi ban motor, oli dan rem dalam kondisi prima. Begitu juga dengan motor yang akan digunakan orang tua, keduanya dalam kondisi baik. 

Perjalanan Menuju Pulau Bali 

Sekitar jam sepuluh pagi, kami memulai perjalanan ke Pelabuhan Lembar untuk mengejar jadwal kapal jam setengah dua belas siang. 

Sesampainya di luar pelabuhan, kami mampir sejenak di salah satu gerai tiket online untuk membeli tiket. Di luar pelabuhan banyak sekali gerai-gerai yang menjual tiket online. 

Untuk motor di bawah 250 cc dikenakan tarif sebesar 180 ribu. Itu sudah termasuk penumpang alias kita gak bayar tiket per orang lagi. 

Setelah mendapatkan selembar barcode tiket, kami pun segera menuju pelabuhan untuk masuk ke dalam kapal. Sekitar setengah jam lagi, kapal ferry akan berangkat. 

Suasana pelabuhan cukup lengang. Kapal yang akan kami tumpangi sudah bersandar di dermaga satu. Kebetulan kami mendapatkan kapal KMP Gerbang Samudra III dari PT. Gerbang Samudra Sarana. Salah satu kapal ferry tercepat di penyeberangan Pel.Lembar - Pel.Padangbai PP. 

Gak perlu ngantri masuk kapal, setelah melewati pengecekan tiket, kami segera memasuki lambung kapal. Terlihat beberapa kendaraan besar sudah parkir di dalam kapal. Motor-motor pun sudah lumayan banyak berjejer rapi di parkiran kendaraan.

Setelah turun dari motor, kami menuju dek penumpang melalui anak tangga. Anak-anak pun senang naik kapal lagi. Senyuman mereka sumringah gitu. 





Sesampainya di dek penumpang. Ruang penumpang sudah cukup ramai. Kami kesulitan mendapatkan tempat duduk. Untungnya ada satu matras yang masih kosong untuk tempat anak-anak tidur nanti. Tapi ini matrasnya berbayar lhoo ya. Satu matras disewakan 30 ribu saja. Sedangkan saya dan lainnya, mencari tempat duduk dan syukurnya masih ada yang kosong. 

Ruang penumpang benar-benar full seat. Gak ada terlihat baik kursi maupun matras yang masih kosong. Padahal belum semua kendaraan masuk ke dalam kapal. Ada terlihat satu bus lagi yang masih menunggu giliran masuk ke dalam kapal. 

KMP Gerbang Samudra III ini ukuran kapalnya cukup sedang. Gak kecil maupun besar. Ruangan penumpangnya juga full AC dan bebas asap rokok. Hanya saja jam keberangkatannya agak kurang bersahabat buat saya pribadi karena pas jam ramai penumpang. 

Jam segini memang favorit para penumpang yang akan menyeberang ke Bali selain jam keberangkatan malam. Karena kapal ini berangkat dari Lombok di siang hari dan sampai di Padangbai, di sore harinya. 

Dek penumpang hanya satu lantai saja. Terdiri dari ruang indoor dan outdoor. Di belakang ruang penumpang, terdapat fasilitas lainnya seperti mushola dan toilet yang cukup bersih. Di bagian buritan kapal, terdapat area tempat berkumpul (master station).  Di buritan kapal, kita bisa melihat view cantik sepanjang pelayaran mengarungi Selat Lombok nanti. 





Di atas dek penumpang atau dek paling atas yaitu anjungan dan kamar tidur kru kapal. Penumpang gak diperbolehkan menuju dek ini. 

Fasilitas lainnya yang ada di kapal ini ada kantin yang menjual segala macam makanan ringan dan minuman. Ada snack, pop mie, kopi panas, minuman dingin dan air mineral. Layar tv yang menyajikan film-film menarik sepanjang pelayaran nanti. 

Over all, kapal kami cukup nyaman dan bebas dari asap rokok. Sekitar jam dua belas siang, bel kapal berbunyi menandakan kapal akan berangkat. Langit Lombok cukup berawan, semoga saja di perjalanan nanti gak turun hujan. 

Selepas meninggalkan Pel.Lembar, kapal berjalan keluar dari Teluk Lembar yang memiliki pemandangan yang sangat indah. Salah satu surganya Pulau Lombok. Melewati Pel.Gili Mas yang seharusnya kami sekeluarga naik kapal lewat pelabuhan ini. 

Terlihat kapal yang seharusnya kami naiki menuju Banyuwangi, masih bersandar di dermaga pelabuhan. Gak hanya itu saja, kapal yang selanjutnya akan jalan atau pengganti kapal yang rusak mesin, baru tiba di Lombok. Perkiraan saya, kapal ini akan balik lagi ke Banyuwangi sekitar nanti malam atau dini hari keesokan harinya. 

Sudahlah, masih jengkel bercampur kecewa sih belum rezeki naik kapal yang dijuluki kapal hantu karena ukurannya yang sangat besar dan umurnya sudah lumayan tua. 

Next time, saat balik ke Lombok nanti, wajib nih nyobain kapal ini karena saya belum pernah sama sekali nyobain naik kapal dari Lombok langsung Banyuwangi. Kita nikmatin dulu perjalanan ke Banyuwangi motoran melalui Pulau Bali. 

Arus laut siang itu cukup besar, tapi karena kapal ini jalannya cepat, rasa goyangan itu gak terlalu berasa. Kami menghabiskan di dalam kapal untuk tidur dan mengisi tenaga untuk motoran malam nanti. 

Di pertengahan pelayaran menuju Bali, tiba-tiba ada pesan whatsapp masuk dari ALP. Isi pesannya benar-benar di luar dugaan saya. Dari infonya bahwa tiket kami bisa dialihkan ke jadwal kapal berikutnya. Atau kita juga bisa membatalkan tiket dikarenakan masalah teknis dengan catatan uang kami dikembalikan seratus persen. 

Berarti info dari agent tadi kurang lengkap atau mereka sengaja menakuti kami yang memesan tiket lewat aplikasi resmi. Jadi, kesimpulan saya membeli tiket via aplikasi resmi ALP jauh lebih efektif dan efisien. Harganya juga jauh lebih murah dari beli di agent. 

Hati dan perasaan sudah kembali tenang dan semangat melakukan perjalanan panjang. Uang kami dikembalikan dalam bentuk saldo di aplikasi. Jadi bisa dipakai saat pesan tiket balik ke Lombok nanti. 

Perjalanan Malam ke Pel. Gilimanuk - Pel.Ketapang, Banyuwangi 

Singkat cerita, sekitar jam setengah enam sore, kapal sudah bersandar di dermaga satu Pelabuhan Padangbai, Bali. Total empat jam pelayaran dari Lombok menuju Bali. Langit Bali gak baik-baik saja. Pertanda hujan akan segera turun. 

Hujan lebat di Kota Denpasar

Setelah keluar dari kapal, kami segera berjalan menuju Kota Denpasar. Rute yang kami pilih rute selatan melewati Denpasar bagian utara, Tabanan, Mengwi, lanjut Kota Negara, dan Gilimanuk. 

Arus lalu lintas sore itu cukup padat. Saya gak bisa gas motor terlalu kencang. Harus pelan-pelan nyari celah untuk menyalip kendaraan di depannya. 

Situasi kurang mengenakkan pun tiba. Setengah jam berjalan meninggalkan Pel.Padangbai, kami terkena hujan. Untungnya sudah bawa jas hujan lengkap. Anak-anak kami pakaian jas hujan juga. Setelah itu, lanjut jalan lagi hingga Kota Denpasar. 

Semakin mendekati Kota Denpasar, intensitas hujanpun semakin deras. Saya dan bapak memutuskan untuk berteduh di salah satu Alfamart yang berada di jalur By Pass Prof.Dr.Ida Bagus Mantra. Cukup lama kami berteduh disini sambil membeli beberapa makanan dan kebutuhan selama di perjalanan. 

Langit Bali sudah mulai gelap, hujan pun sudah reda. Setelah dipastikan gak hujan, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Gilimanuk. 

Selepas memasuki Kota Denpasar, arus lalu lintas cukup padat. Banyak kendaraan besar yang berada di jalur Denpasar- Tabanan. Saya pun kesulitan untuk menyalip kendaraan di depan. Kondisi jalan juga masih basah dan banyak air menggenang karena hujan. Syukurnya, gak ada turun hujan lagi. 

Keluar dari Kota Denpasar, kami beristirahat di salah satu Warung Lalapan yang berada persis di depan pintu masuk Terminal Mengwi. Karena perut sudah lapar banget dan efek kena hujan di jalan. Cukup lama kami beristirahat disini. Anak-anak pun lahap makan lele goreng, ayam goreng dan nasi putih. 

Waktu menunjukkan jam sembilan malam waktu Bali, kami melanjutkan perjalanan. Tenaga sudah kembali pulih dan ngantukpun sudah hilang sementara. Cukup pede bawa motor sampai Gilimanuk. Kondisi anak-anak, istri, bapak ibu juga cukup baik. 

Perjalanan malam hari yang cukup melelahkan karena membawa anak-anak dan barang bawaan yang cukup berat melalui jalur Denpasar - Gilimanuk yang cukup panjang dan membosankan.  Saya pun dituntut untuk selalu menjaga keseimbangan dan kecepatan berkendara di tengah malam yang dingin. 

Fokus kedepan melihat rambu-rambu lalu lintas adalah hal yang wajib malam itu. Apalagi kondisi arus lalu lintas yang semakin malam, kendaraan berat semakin ramai di jalanan. 




Sesampainya di Gilimanuk, waktu sudah menunjukkan jam dua belas malam. Gak lupa membeli tiket kapal di luar pelabuhan. Sama seperti di Lembar, di luar pelabuhan banyak gerai-gerai di pinggir jalan yang melayani pembelian tiket kapal secara online. 

Untuk kendaraan dibawah 250 cc dikenakan tarif 47 ribu saja. Itu sudah termasuk penumpangnya. Gak menunggu ngantri panjang, kami memasuki kapal yang sudah siap berangkat. Disini dermaganya banyak sekali. Kalian tinggal pilih kapal mana yang terlihat sudah terisi banyak kendaraan. Tapi berhubung sudah ngantuk dan lelah, random saja naik kapalnya. 

Kami memilih naik kapal KMP Liputan XII di dermaga LCM Gilimanuk. Kapalnya cukup lebar dan besar. Arus Selat Bali juga baik-baik saja. Semoga pelayaran aman sampai tiba di Pelabuhan Ketapang. 

Gak menunggu lama, setelah masuk ke dalam kapal. Kapalpun diberangkatkan menuju Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.  Lelah jadi gak terasa setelah duduk santai di salah satu kursi penumpang kapal sambil menikmati keindahan Pelabuhan Ketapang di malam hari. Melihat puluhan  kapal-kapal ferry yang hilir mudik. 

Normalnya, penyeberangan Gilimanuk - Ketapang ditempuh dalam waktu satu jam jika cuaca bersahabat. Dari kejauhan sudah terlihat ribuan lampu yang berada di pulau seberang (Pel.Ketapang,Banyuwangi). 

Di dalam kapal, saya sudah mulai merasa mengantuk berat. Mencoba untuk memejamkan mata lima sampai sepuluh menit. Sedangkan anak-anak masih segar bugar. Mereka berlari-lari di dalam kapal. Bapak ibu dan istri juga sudah ngantuk berat juga. Tapi apa boleh buat, karena anak-anak selalu mengajak main dan ditemani melihat suasana di luar kapal, yasudah saya gak jadi tidur, hahaha. 

Di tengah Selat Bali, sudah mulai pergantian zona waktu. Kami sudah memasuki zona Waktu Indonesia Barat (WIB). Perbedaan waktunya satu jam lebih lambat dibandingkan Bali. 

Yang saya khawatirkan di Selat Bali ini, kapal oleng kanan kiri karena selat ini terkenal dengan arus bawah lautnya yang cukup kencang. Kalau dilihat saat siang hari, arusnya seperti arus sungai yang deras. Jadinya kapal-kapal yang melintas terlihat berjalan pelan tapi sebenarnya kapal tersebut berjalan cepat. Sebabnya karena kapal tersebut melawan derasnya arus bawah laut. 

Ternyata Selat Bali malam itu baik-baik saja. Gak terasa sudah sampai di Pel. Ketapang, Banyuwangi. Waktu menunjukkan jam setengah dua pagi (WIB). Perjalanan dari Pelabuhan Ketapang sampai di Rogojampi kurang lebih satu jam saja. Sampai di rumah Mbah Uyut, sekitar jam setengah tiga pagi. Kami disambut oleh keluarga Banyuwangi dengan hangat. 

Kami semua selamat dan sehat sampai di Rogojampi, Banyuwangi. Kondisi kedua motor juga masih sangat baik. Hanya pinggang saya dan bapak saja yang encok. Enaknya diurut dan dikerokin. 

Total perjalanan dari Lombok hingga Banyuwangi yaitu kurang lebih enam belas jam perjalanan dengan dua kali penyeberangan dengan kapal ferry. 

Gimana cukup seru kan perjalanan dadakan kami. Yang awalnya mau naik kapal langsung dari Lombok ke Banyuwangi. Ternyata motoran menyeberangi dua selat dan melintasi jalur Pulau Bali. Capeknya itu ya melintasi jalur Bali yang ramai oleh kendaraan besar. 

Setelah bersihin badan dan beres-beres, kami segera istirahat sejenak sambil menunggu waktu subuh tiba. Anak-anak juga kembali tidur di kamar yang sudah disiapkan. Saya pun langsung tertidur pulas di depan ruang tamu. Hahahaha. 

Total biaya yang saya keluarkan untuk satu motor dengan rincian; bayar tiket kapal ferry Lombok - Bali 180 ribu, bensin 50 ribu (Pertalite), uang jajan di jalan 100 ribu, tiket kapal Bali - Banyuwangi 47 ribu. Total jadinya 377 ribu dibulatkan jadi 400 ribu. Cukup murah bukan ?. 

Cerita edisi Banyuwangi masih berlanjut di part berikutnya. Jangan bosan lhoo ya !. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra