Wednesday 13 July 2016

Mengenal Desa Labuan Lalar : Perjalanan

Jreeeng... Jreeeng

Gimana acara libur lebaran kalian tahun ini ? Semoga menyenangkan dan berjalan dengan lancar. Amiinn...

Dapat kesempatan libur kerja, saya gak menyia-nyiakan peluang untuk kabur dari rumah untuk sementara alias ngetrip.

Masalahnya, kali ini saya gak diijinkan ngetrip jauh-jauh apalagi yang tergolong ekstrim oleh ortu. Katanya sih saat ini dimana-mana ramai dan masih dalam suasana lebaran. Gak ada hubungannya sebenarnya, tapi apa mau dikata. Saya terima apa kata ortu, jadi semua rencana ngetrip yang sudah di depan mata untuk sementara ditunda. It's Oke.. No Problemo.

Awalnya bingung mau memanfaatkan waktu libur kerja yang lumayan lama untuk apa saja. Setelah berpikir keras, saya menemukan ide. Saya meminta ijin ke ortu untuk pergi bersilaturahmi ke kampung halaman bapak di pulau seberang. Sodara disana masih lumayan banyak. Sebenarnya sih ini murni modus, biar bisa kabur dari rumah. Setelah proposal perjalanan diacc, akhirnya saya bisa ke pulau seberang. Alhamdulillah, senengnya hati ini. 




Berangkat dari Kota Mataram menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur memakan waktu dua jam perjalanan menggunakan sepeda motor. Seperti biasa, saya menggunakan motor matic kesayangan ( Si Blue ) yang selalu setia menemani setiap ngetrip. 

Setelah sampai di Pelabuhan Kayangan, saya langsung membeli tiket untuk sepeda motor seharga Rp.50.000,- per motor. Ternyata di libur lebaran tahun ini, tarif penyeberangan Lombok - Sumbawa mengalami penurunan, lumayan. 

Suasana di pelabuhan ramai lancar. Gak butuh waktu lama untuk memasuki lambung kapal. Saya sudah memasuki lambung kapal dan memarkirkan motor di posisi sesuai arahan ABK kapal. 


Motor sudah aman dengan posisinya, saya segera naik ke lantai paling atas dari kapal. Kapal yang saya tumpangi cukup bagus. Ada ruang terbukanya dan gak panas. Angin laut segera menyapa setiba di lantai paling atas dari kapal. Cukup banyak kursi yang masih kosong. Saya memilih kursi paling pinggir biar bisa melihat pemandangan laut dari dekat.

Dari penumpang, pedangan nasi bungkus, sampai pengamen, meramaikan suasana di dalam kapal. Suasana yang selalu saya kangenin bisa bertemu orang banyak dan dapat merasakan suasana mudik seperti orang lain. 

Seorang ibu paruh baya mendekati saya dan menawarkan dagangannya. Kebetulan waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WITA, saya sudah mulai lapar. Sebelum kapal berangkat, saya makan siang dulu. Selamat Makan !!!






Perut sudah kenyang, sedangkan kapal belum juga berangkat. Cukup lama memang kapal ini berangkat. Kalo masalah cuaca sih aman-aman saja walaupun sedikit mendung. Saya akhirnya bertanya kepada salah satu ABK kapal yang kebetulan lewat di depan saya. Kata masnya, kapal sebentar lagi berangkat sesuai jadwal. " Sabar mas Didik, kapal segera berangkat kok "... kata saya di dalam hati, he...he..he...

Gak lama kemudian, setelah bongkar muat barang selesai. Kapal KMP Satya Dharma yang kami tumpangi segera berangkat. Asyiknya, saya bisa melihat pemandangan dari segala sudut dari kapal ini karena memiliki ruang terbuka. 

Cuaca bagus, gelombang gak terlalu besar dan pemandangan yang kece, menemani pelayaran saya untuk menyeberangi Selat Alas. Menikmati pelayaran adalah solusi yang tepat saat itu, duduk santai sambil mendengar musik...Super Kece. 



Gak terasa sudah dua jam pelayaran, kapal kami sudah mendekati Pelabuhan Pototano, Sumbawa Barat. Jejeran perbukitan alam Pulau Sumbawa sudah tampak jelas terlihat. Deretan pulau-pulau kecil kami lewati. Ada Pulau Ular, Kenawa, Paserang, Belang, Kambing dan Namo. Banyak pulau memang di sekitaran pelabuhan yang saat ini lagi hits-hitsnya. 

Setelah berlabuh beberapa menit, kapal segera merapat menuju salah satu dermaga. Satu per satu kendaraan dan penumpang segera turun dari lambung kapal. 

Welcome Sumbawa Island...!!! Berjumpa lagi kita... 

Tujuan selanjutnya yaitu menuju ke arah Kota Taliwang, Sumbawa Barat. Cukup satu jam perjalanan saja waktu normal untuk sampai di Kota Taliwang. Padang sabana serta deretan perbukitan alam Sumbawa menyambut kami dengan suka cita. Cuaca masih cukup cerah untuk melanjutkan perjalanan. 




Singkat cerita, setelah satu jam perjalanan menuju Kota Taliwang, saya segera melanjutkan perjalanan lagi ke Desa Labuan Lalar, Sumbawa Barat yang hanya membutuhkan waktu lima belas menit saja. Seperti di awal cerita, tujuan kami adalah ke sebuah desa di pesisir Sumbawa Barat yaitu Desa Labuan Lalar, Kecamatan Taliwang, Sumbawa Barat. 

Desa ini gak terlalu dikenal di dunia traveling, karena hanya perkampungan nelayan. Walaupun hanya perkampungan nelayan, desa ini memiliki history yang indah bagi saya pribadi. Desa Labuan Lalar merupakan kampung halaman datuk cewek ( bahasa Indonesianya : nenek ). Datuk cewek menemukan jodohnya disini. Datuk cewek dan datuk laki bertemu dan nikah di desa ini dan bapak saya juga lahirnya disini. Jadi Desa Labuan Lalar memiliki cerita yang indah bagi saya pribadi. 




Penduduk asli Desa Labuan Lalar adalah Suku Bajo, termasuk keluarga dari nenek dan bapak juga dari Suku Bajo. Saya juga berarti campuran Suku Bajo dan Suku Sasak dong, baru nyadar, he...he...he....

Bentuk rumah-rumah penduduknya juga sebagian besar adalah rumah panggung. Kehidupan penduduk di desa ini sangat sederhana. Mencari ikan dan segala macam jenis makhluk hidup di laut adalah mata pencaharian utama di desa ini. Soal bahasa, bahasa pengantarnya dalam keseharian yaitu Bahasa Bajo atau disebut dengan bahasa Lahak ( Bahasa Labuan Lalar ). 

Jadi jangan heran bila berkunjung kesini, kita seperti berada di daerah Sulawesi atau NTT sana yang memiliki bahasa yang serupa. Jujur, saya sampai sekarang masih belajar bahasa Bajo dari datuk. Keren saja kalo bisa menggunakan bahasa ini. 


Total waktu tempuh dari Kota Mataram hingga sampai di Desa Labuan Lalar kurang lebih lima jam perjalanan. Cerita tentang Desa Labuan Lalar masih terus berlanjut. Ditunggu cerita selanjutnya yang lebih menarik lagi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA. Hari sudah mulai sore dan hujan mulai turun dengan derasnya. Berhubung badan sudah mulai terasa capek, saya pun segera mandi dan beristirahat sebentar sambil menunggu cuaca cerah kembali. 

Saya memutuskan untuk bermalam di rumah puah Eli ( bahasa Indonesianya : Tante atau Bibi ). Sengaja saya menginap disini karena lokasi rumahnya langsung berhadapan dengan bibir pantai. Pemandangan laut dari sini sangat kece. Lagian juga dari beberapa keluarga bapak, puah Eli yang paling dekat dengan saya. Sudah akrab gitu.

Duduk di teras depan rumah sambil menikmati hujan turun dan menunggu sunset terlihat adalah pilihan yang sangat tepat saat itu. ( Bersambung )

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

google.com

0 comments:

Post a Comment