Friday, 13 June 2025

Menginap di Safara Hotel Yogya Sarapannya Soto Lamongan Cak Ngun

 


Gak terasa sudah tiga hari berada di Kota Yogya, saatnya kami pindah hotel. "Lho, kok pindah hotel ?". Awalnya sih pengen di satu hotel saja. Berhubung bertepatan dengan long weekends, jadinya di hari ketiga harga kamarnya sudah naik. Mungkin saja karena berada di daerah wisata yaitu Malioboro, jadinya pihak hotelnya menaikkan tarif di long weekends.

Akhirnya saya dan istri memutuskan untuk pindah hotel yang bugdetnya ramah di kantong. Lumayan kan bisa ngirit pengeluaran selama perjalanan. Walaupun lokasinya cukup jauh dari daerah wisata seperti Malioboro, Keraton Yogya dan Taman Sari.

Cari-cari di aplikasi traveloka, akhirnya ketemu hotel yang cocok di budget kami. Lokasinya cukup dekat dengan kampus saya dulu. Dari daerah Malioboro, kami pindah hotel ke daerah Umbulharjo. Nama hotelnya, Safara Hotel. 

Alamatnya di Jalan Veteran no.161, Pandeyan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Hotel Safara merupakan hotel bintang dua yang bisa dibilang berada di daerah perkampusan dan kost-kostan mahasiswa. Cukup strategis, dekat dengan Terminal bus Giwangan, XT Square, Kebun Binatang Gembira Loka, pusat perak Kota Gede dan Kampus III Universitas Ahmad Dahlan.


Setelah beres-beres kamar, kami bersiap untuk melakukan check out. Sebelumnya, saya memesan motor untuk kami sewa selama dua hari. Saya menyewa motor di Ay Rental Motor Yogya (ig : @ay.rentalmotor). Pelayanannya cukup baik dan adminnya sangat responsif. Soal harga cukup terjangkau. Spill sedikit, kami menyewa motor Beat New seharga 75 ribu per hari dan helm anak seharga 5 ribu (hitungan gak per hari).

Untuk sewanya kalian bisa tanya-tanya adminnya di akun instagramnya atau via whatsapp juga bisa (08559000791). Cukup menyertakan KTP, tiket pesawat/kereta/bus, hotel tempat menginap dan tanggal kepulangan. Lebih lengkapnya nanti diberikan e-formulir yang wajib diisi ketika akan menyewa. Gak ribet dan sangat nyaman bagi saya. Kerennya lagi, kita gak perlu mengambil motor ke kantornya. Nanti ada petugas yang siap mengantar dan menjemput motor sewaan kita. Petugasnnya juga sangat ramah dan murah senyum sampai kelihatan gigi,hehehe.

Kembali ke laptop !.

Setelah motor sewaan sudah diantar oleh petugasnya dan proses check out sudah beres, kami berangkat menuju hotel berikutnya. Perjalanan cukup ramai lancar. Kota Yogya siang itu gak terlalu macet tapi panas poolll. Saya sengaja mengambil jalan tikus untuk menghindari kemacetan di beberapa titik yang diduga macet. 

Perjalanan memakan waktu lima belas  menit hingga sampai di Safara Hotel. Anak-anak sangat menikmati perjalanan menggunakan motor karena mereka sudah terbiasa motoran. Ini pertama kalinya mereka berdua jalan-jalan naik motor di Kota Yogya.





Setelah sampai di hotelnya, kami disambut oleh resepsionisnya. Mbak manis berjilbab dengan nada medoq khas Jawa. Dia sangat ramah kepada kami. Meskipun ketika kami datang belum waktunya check in, tapi mbaknya mempersilahkan kami menuju kamar yang sudah kami pesan. Nilai plus nih hotel. 

Saya memesan hotelnya lewat aplikasi traveloka. Harganya juga cukup terjangkau yaitu 185 ribu per malam untuk kamar kelas deluxe - room only dengan kapasitas tiga orang dewasa dan satu anak. Berhubung kami berempat, jadinya satu anak gak dikenai biaya tambahan. 

Setelah proses check in selesai, kami menuju kamar yang letaknya berada di lantai dua. Jadi untuk kamar tipe deluxe room, ada di lantai dua semua. Sedangkan di lantai satu itu tipe family room. Tapi baik deluxe maupun family, ukuran kamarnya luas banget. 

Kamar kami memiliki fasilitas dua bed. Yang satu ukurannya untuk dua orang dewasa. Sedangkan satunya ukurannya lebih kecil. Tapi menurut kami kedua bednya sudah lebih dari cukup. Sangat luas buat kami tidur berempat.





Fasilitas lainnya : ada ac yang dingin, tv, meja kecil, kursi kayu, lampu baca, kamar mandi dalam, closed duduk, shower air panas dan dingin, handuk, sabun mandi, sikat gigi, pasta gigi dan di depan kamar ada galon air untuk mengisi air minum. Selain itu ada garasi motor untuk memarkirkan motor, kolam ikan di area lobi hotel dan mushola di bawah tangga. 

Di lantai dua kami bisa melihat view gedung-gedung kantoran dan rumah penduduk. Di depan kamar terdapat lorong terbuka. Jadi bisa melihat moment sunset kalau pagi hari. 

Berhubung sudah capek banget pindah-pindah hotel, kami tertidur sampai menjelang magrib. Kami menghabiskan malam dengan stay di kamar hotel saja sambil nonton tv bareng. Keesokan paginya, sehabis bangun subuh, kami bersiap-siap untuk jalan kaki pagi sambil mencari sarapan. 

Untungnya di depan hotel banyak sekali warung makan. Ada warmindo atau biasa kita menyebutnya warung burjo (warung bubur kacang ijo), meskipun namanya burjo tapi yang dijual gak hanya bubur kacang ijo tapi ada indomie goreng/rebus, nasi telur, nasi goreng, minuman ringan, kopi panas, teh panas/dingin dengan harga mahasiswa. 

Selain itu, ada yang menarik buat kami coba yaitu Soto Daging Sapi Lamongan Cak Ngun. Dulu pas kuliah disini, saya beberapa kali makan soto disini. Rasa sotonya gak perlu diragukan lagi. Jam enam pagi saja sudah buka ini warung. Jadi gak khawatir yang kelaperan bangun pagi, bisa sarapan disini. 

Berhubung di hotel gak menyediakan sarapan, kami mencari sarapan sendiri. Tinggal menyeberang jalan di seberang hotel, kami sudah sampai di warungnya. Jam tujuh pagi saja sudah ramai sekali orang pada sarapan soto disini. 





Penampakan warung sotonya biasa saja. ruangannya juga cukup luas tapi kalau ramai terkesan sumpek, ada meja kayu panjang dan bangku panjang. Di atas meja tersedia berbagai macam gorengan dan sate-satean. 

Saya, istri dan anak-anak duduk di area dalam saja, Untungnya gak ada pengunjung lain yang merokok di dalam. Jadinya aman buat anak-anak. Saya dan istri memesan tiga porsi soto daging sapi. Enaknya disini kuah sotonya gak pedas. Jadi cocok buat anak-anak yang gak suka makan pedas.

Gak menunggu lama, pesanan diantar oleh bapak penjual soto ke meja kami. Mencium aroma sotonya saja sudah gak sabar pengen segera menyantapnya. Penampakannya dengan porsi yang cukup besar. Ada potongan daging sapi, toge mentah, potongan daun bawah, kuah kuning khas Lamongan dan nasi putih yang dicampur ke dalam sotonya. 

Karena saya gak terlalu sering makan Soto Lamongan. Jadinya saya kurang bisa membedakan mana soto yang enak dibandingkan di tempat lainnya. Menurut saya, kuah sotonya cukup gurih. Nasi putihnya dengan porsi yang cukup. Daging Sapinya yang empuk dan gak keras. Dimakan bersama dengan tempe goreng dan sate telur puyuhnya. Mantep banget rasanya.

Sarapan yang sangat mengenyangkan buat saya dan istri pribadi. Anak-anak pun sangat suka makan soto. Apalagi kuah sotonya gak pedas. Untuk harga gak perlu khawatir. Kami berempat saja hanya menghabiskan 65 ribu saja. Itu sudah tiga porsi soto daging sapi seharga 15 ribu. Tambahannya ada tempe goreng, sate telur puyuh, perekedel dan minumnya teh hangat.



Over all, menginap di Safara Hotel Yogya gak buat kalian kecewa. Penampakan hotelnya dari luar cukup terawat. Kamar hotelnya bagus dan dingin, tempat tidurnya ukurannya luas, channel tvnya pilihannya banyak, kamar mandinya bersih, air kamar mandinya lancar. Pelayanannya juga sangat baik. Gak buat tamu yang menginap ribet untuk soal check in dan check out. Bisa check in kapan saja karena buka 24 jam. 

Untuk keamanan, ada petugas keamanan (security) yang berjaga bergantian 24 jam non stop. Bapak security-nya ramah kepada tamu hotel. 

Buat yang pengen nyari cemilan, di samping hotel ada minimarket. Kalau laper ada warung makan di dekat hotel. Berada gak jauh dari area perkampusan. 

Intinya yang buat saya betah menginap disini yaitu hotelnya gak ada hantunya, hehehe. Mungkin kalian yang ada pengalaman menginap di Safara Hotel Yogya bisa cerita di kolom komentar baik cerita suka dan dukanya, hehehe. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra




Sunday, 8 June 2025

Shalat di Masjid Gedhe Kauman : Masjid Tertua di Yogyakarta


Yogya memiliki beragam obyek wisata yang bisa kita kunjungi kapan saja. Dari pantai, gunung, kuliner, budaya hingga kekayaan sejarahnya. Yogya juga banyak menyimpan kenangan bagi siapa saja yang pernah datang kesini. 

Buat saya pribadi, kalau datang ke Yogya teringat tempat-tempat bersejarah yang kental dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. 

Empat hari berlibur di Yogya, ada beberapa tempat yang sudah kami kunjungi. Salah satunya bangunan yang memiliki nilai religi sangat kental akan budaya dan sejarah yaitu Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Lokasinya gak jauh dari Malioboro. 

Sehabis istirahat siang dan mandi-mandi sore, selesai shalat magrib kami keluar jalan-jalan. Rencananya ingin menikmati suasana Malioboro di malam hari. 

Pas banget cuaca juga sedang baik-baik saja. Kami memutuskan untuk berjalan kaki seperti biasanya dari hotel yang jaraknya ke Jalan Malioboro gak begitu jauh. 



Suasana Malioboro malam itu sungguh romantis. Melihat pejalan kaki yang sebagian besar orang berlibur ke Yogya. Toko-toko pakaian batik dan oleh-oleh yang dibanjiri pembeli. 

Para tukang becak yang sedang bersantai menunggu penumpang. Kusir delman memakai pakaian khas Jawa lengkap dengan blangkonnya. Gak lupa para pengamen jalanan yang sedang beraksi memainkan alat musik instrumen. 

Suasana semakin romantis karena ada dua malaikat kecil kami berdua yang sangat senang diajak jalan kaki malam hari. Di tempat kami gak pernah jalan seperti ini. Biasanya jalannya pakai motor keliling kota saat malam saja. 

Berjalan sepanjang Jalan Malioboro, gak terasa kami sudah sampai di perempatan lampu merah Benteng Vredenburg dan Istana Presiden atau kita menyebutnya 0 kilometer Yogyakarta. Disinilah pusat atau titik awal dari Yogyakarta. Serem juga ya kedengarannya, hehehe. 

Sehabis foto-foto disini, kami lanjut berjalan ke arah Alun-Alun Utara. Tujuan kami selanjutnya ingin Shalat Isya di Masjid Gedhe Kauman yang letaknya gak begitu jauh dari posisi kami saat itu. 



Sejarah Masjid Gedhe Kauman 

Sesuai dengan rencana awal, kami memang ingin berkunjung ke sebuah masjid yang konon merupakan masjid tertua di Yogyakarta. 

Masjid Gedhe Kauman atau Masjid Kauman berada di sebelah barat Alun-Alun Utara atau kurang lebih seratus meter dari Keraton Yogyakarta.

Beralamatkan di Jalan Kauman, Kampung Kauman, Ngupasan, Gondomangan, Kota Yogyakarta, Prov.DI Yogakarta

Sejarahnya masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1773 Masehi dengan arsiteknya bernama K.Wiryokusumo.

Bangunan masjid ini dibuat dengan gaya arsitektur tradisional Jawa. Bagian atap masjid berbentuk tajug bersusun tiga pada ruang utama dan limasan pada serambi. Pola ini bermakna tiga capaian kesempurnaan hidup manusia yaitu hakikat, syari'at dan ma'rifat.

Di bagian ujung teratas lapisan atap terdapat mustaka berbentuk daun kluwih bermakna keistimewaan hidup bagi manusia yang sudah mencapai kesempurnaan hidup. Dan gada berbentuk huruf Alif yang bermakna hanya Allah yang satu.

Semua simbol tersebut mengartikan bahwa manusia yang menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, hidupnya akan selalu dekat dengan Allah SWT. 

Dinding masjid terbuat dari batu alam putih dan plester. Tiang-tiang yang kokoh terbuat dari Kayu Jati yang umurnya sudah ratusan tahun. Lantai masjid sudah berupa marmer yang membuat lantai teratas dingin. 




Seperti masjid-masjid kuno Jawa lainnya, masjid ini memiliki beberapa ruang antara lain ruang utama shalat laki-laki, serambi yang berfungsi sebagai ruang serbaguna dan melakukan beberapa acara agama lainnya, ruang shalat perempuan (pawestren), tempat wudhu, dan kolam kecil untuk membasuh kedua kaki bila hendak masuk ke dalam masjid. 

Keunikan dari masjid ini yaitu di dalam ruang shalat masjid terdapat ruang kecil terbuat dari kayu dengan hiasan emas dan perak bernama maksura. Maksura ini digunakan untuk tempat shalatnya raja dan keluarga raja. 

Kita bisa melihatnya ketika hendak melaksanakan shalat di masjid ini. Ruangnya terdapat di sebelah kiri dari mimbar. Uniknya lagi, posisi shaf di masjid ini agak miring atau gak mengikuti posisi bangunan masjid.

Sebagain besar masjid-masjid di Yogya khususnya, arah kiblatnya gak sesuai dengan posisi bangunan masjid karena posisi Yogyakarta berada di sebelah selatan Pulau Jawa dan bangunan di Yogya arahnya ke barat dan bukan ke arah kiblat. 

Selain digunakan untuk beribadah dari kalangan kerajaan dan rakyat setempat, masjid ini dikenal sebagai Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagai kelengkapan Kerajaan Islam Ngayogyakarta Hadiningrat.  

Selain bangunan utama masjid, kita juga bisa melihat beberapa bangunan lainnya yang berada di bagian samping dan depan masjid. Di kiri kanan masjid terdapat bangunan yang berfungsi sebagai menyimpan beberapa perlengkapan masjid dan memainkan gamelan pada hari-hari besar, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW atau sekarang kita mengenal dengan nama Sekaten. (sumber : https//jogjacagar.jogjaprov.go.id)




Di bagian depan masjid terdapat pintu gerbang atau gapura berwarna putih khas Jawa. Gapura ini melambangkan ampunan dari dosa. 

Halaman masjid ini juga sangat luas sekali. Di sekitar masjid terdapat halaman yang sangat luas. Fasilitas lainnya, ada rak penitipan sepatu atau sandal bagi jamaah yang hendak melaksanakan shalat. Area parkir kendaraan yang cukup luas. 

Di depan pintu gerbang masjid juga terdapat pohon beringin yang cukup rindang. Berjejer becak yang terparkir sambil menunggu penumpang. 



Alhamdulillah saya dan keluarga diberikan kesempatan shalat Isya di masjid ini. Masjid yang dulunya sering saya datangi saat melaksanakan shalat Jumat dan shalat-shalat fardhu. 

Saat memasuki masjid, yang saya rasakan seperti memasuki lorong waktu. Suasanaa yang hening, teduh, dan merasakan suasana Jawa jaman dulu. Peninggalan bersejarah yang masih eksis sampai sekarang. 

Anak-anak pun sangat senang diajak kesini. Dapat beribadah dan berwisata religi di Masjid Gedhe Kauman. Istripun sangat bahagia bisa shalat di masjid tertua yang ada di Yogyakarta yang berumur ratusan tahun.

Masjid tertua yang memiliki nilai sejarah yang kental dengan budaya dan masuknya Islam pertama kali di tanah Jawa. 

Masjid ini dibuka untuk umum bagi jamaah yang akan melaksanakan shalat. Bagi pengunjung non muslim juga diijinkan masuk ke area masjid ini dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh takmir masjid. 


Setelah melaksanakan shalat Isya berjamaah, kami mengabadikan beberapa moment untuk didokumentasikan. Selanjutnya, kami mencari makan malam sekalian berkeliling menaiki becak dengan harga 30 ribu saja.

Melewati pintu gerbang Keraton Yogyakarta, lalu melewati perkampungan Kauman, kemudian berbelok ke arah Pasar Ngasem dan berakhir di Alun-Alun Kidul yang lokasinya gak begitu jauh dari Masjid Gede Kauman. 

Di Alun-Alun Kidul kami menghabiskan malam dengan makan malam disana sekalian mengajak anak-anak bermain.

Kesimpulan : 

Bila berlibur ke Yogya, kalian wajib datang ke Masjid Gedhe Kauman. Selain melaksanakan shalat disini, kita juga bisa belajar sejarah Islam Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. 

Lokasinya sangat strategis dari destinasi wisata lainnya seperti Keraton Yogyakarta, Pasar Beringharjo, Malioboro, Alun-Alun Utara dan Kidul, Pasar Ngasem, dan Taman Sari. 

Masjid yang menjadikan simbol keharmonisan raja dengan rakyatnya. Bagi siapa saja yang datang ke masjid ini dapat merasakan suasana yang teduh dan hening. 

Waktu yang paling tepat datang berlibur ke Yogya pada saat Sekaten (Maulid Nabi) dan Bulan Ramadhan. Banyak kegiatan yang ada di masjid ini. Salah satunya mengadakan buka puasa sebulan penuh dengan menu-menu yang lezat dan mengenyangkan. 

Masjid yang menjadi cagar budaya milik Daerah Istimewa Yogyakarta ini penting untuk kita jaga dan lestarikan. Peninggalan bersejarah yang menjadi saksi masuknya Islam ke tanah Jawa. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Friday, 30 May 2025

Keliling Kota by Trans Jogja : Tranportasi Favorit !


Bagi saya pribadi yang tinggal di Lombok, berharap sekali di kota tempat tinggal saya ada transportasi umum yang menghubungkan destinasi wisata yang satu dengan lainnya. Misalkan mau ke museum atau pantai, bahkan ke mall saja masih minim namanya angkutan umum. 

Sejauh ini hanya ada ojek online dan taxi saja yang bisa kita gunakan bila ingin ke tempat tujuan. Dulu masih ada namanya bemo atau angkot. Tapi sekarang seiring berjalannya waktu, kalah saing dengan kendaraan pribadi dan ojek online. 

Mungkin kalau dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya, Lombok khususnya di Kota Mataram masih jauh dari namanya ramah transportasi umum. 




Saat berlibur ke Yogya beberapa bulan yang lalu, saya dan istri sudah memiliki banyak rencana mau berkunjung ke beberapa destinasi wisata. 

Gak perlu khawatir soal mau naik apa menuju lokasi tujuan. Di Kota Yogya sudah ada transportasi umum andalan warga kota yaitu Trans Jogya yang memiliki banyak jalur.

Mau ke Candi Prambanan, Malioboro, Keraton Yogya, Gembira Loka Zoo, Bandara Adi Sucipto bahkan ke Pantai Parangtritis atau Merapi pun sudah ada akses menuju ke lokasi. 

Hari pertama di Yogya, kami jalan-jalan ke Gembira Loka Zoo menggunakan Trans Jogya. Pulangnya pun pakai Trans Jogya dan turunnya tepat di depan penginapan. 

Entah kebetulan atau gimana, awalnya gak tau kalau di seberang jalan depan hotel, ada shelter semacam portable tempat menurunkan dan menaikkan penumpang Trans Jogya. Beruntungnya lagi, tempat-tempat yang akan kami kunjungi semuanya bisa diakses oleh Trans Jogya. 


Bagi kami sebagai tamu yang berlibur ke Yogya, sangat dimudahkan dengan adanya layanan transportasi seperti Trans Jogya.

Menurut website resmi Dinas Perhubungan DIY, Trans Jogya sendiri merupakan salah satu program penerapan bus bergaya angkutan cepat bus (BRT) yang dicanangkan oleh Departemen Perhubungan RI.  

Dikelola oleh dua operator yaitu PT. Jogya Tugu Trans dan PT.Anindya Mitra Internasional yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah Istimewa Yogyakarta.

Beroperasi mulai jam setengah enam pagi hingga sembilan malam (tergantung shelter/portable). Ditambah lagi memiliki banyak jalur dan saling terkoneksi satu sama lainnya. Mirip-mirip seperti layanan TransJakarta. 

Trans Jogya mulai beroperasi sekitar tahun 2008 lalu. Saat itu saya baru setahun kuliah di Yogya. Sangat bahagia menjadi orang yang pernah mencoba layanan Trans Jogya disaat pertama kali beroperasi. Dulu ada enam jalur antara lain ; jalur 1A,1B,2A,2B,3A dan 3B.





Berhubung istri dan anak-anak baru pertama kali ke Yogya, saya mengajak mereka berjalan kaki dari hotel ke shelter Malioboro 1 sambil menikmati suasana Malioboro di pagi hari. 

Jalan Malioboro sekarang ini sudah tertata rapi. Jalan-jalan sudah ada sebagian yang sudah diganti dari aspal menjadi papin blok. Seperti jalan disamping Malioboro Plaza dan Kantor DPRD Prov.DIY. 

Di jalur pejalan kaki Malioboro sudah gak ditemui parkiran liar motor lagi. Sekarang sudah tertata rapi dengan bangku-bangku dan lampu jalan atau taman khas Kota Yogya. 

Anak-anak sangat senang berjalan kaki disini. Udara pagi Jalan Malioboro masih sejuk. Banyak pepohonan di sekitaran jalur pejalan kaki. 

Gak terasa capeknya berjalan kaki dari hotel ke shelter Malioboro 1. Mungkin kalau siang hari cukup terasa capeknya karena di Yogya udaranya sangat panas. 

Untuk melihat jalur, jam kedatangan dan posisi armada Trans Jogya, lebih mudah dengan melihat di aplikasi Trans Jogya yang bisa kita download di play store. Bahkan untuk pembelian secara online pun bisa melalui aplikasi. 

Saya pun sudah mendownload aplikasinya. Jadinya bisa melihat jam kedatangan bus yang akan kita naiki dan posisi busnya sudah sampai mana. 

Untuk jalurnya, Trans Jogya sudah memiliki jalur yang cukup banyak. Selain jalur 1A sampai 3B, ada jalur baru yang belum saya coba yaitu jalur yaitu 4AB,5AB,6,8,9,10,11,12,13,14 dan ada juga Bus Elektric yang menggunakan listrik. Hanya saja jam dan jalurnya terbatas. Lebih lengkap dan jelasnya kalian bisa melihat jalurnya di aplikasi TransJogya. 



Kebetulan di hari itu saya dan anak istri ingin keliling Kota Yogya. Kami pun memulai perjalanan dari shelter Malioboro 1. Untuk metode pembayaran menggunakan layanan Trans Jogya ada beberapa cara. Bisa menggunakan kartu e-money, Flash, Multi Trip KRL, Brizzi, Gopay, Qris, kartu pelanggan khusus siswa sekolah dan lansia dan bisa juga dengan uang chas. 

Saya lebih memilih pembayaran dengan uang cash karena lebih simple dan mudah menurut saya. Kebetulan juga Qris saya lagi bermasalah. Kartu e-money atau Brizzi juga saldonya lagi kosong, hehehe. 

Oh ya, jadi lupa. Kita naik Trans Jogya dikenakan biaya Rp.3.500 per orang. Itu sudah sama transit di beberapa shelter untuk melanjutkan menggunakan jalur lainnya. Untuk kami berempat hanya dikenakan tiga orang saja karena anak paling kecil masih umur tiga tahun. So, dapat diskon satu orang saja. Lumayan !.

Untuk armadanya cukup banyak ya. Apalagi sekarang armada dari Trans Jogya terlihat masih bagus. Berbeda dari awal pertama kali beroperasi. Butuh peremajaan di setiap tahunnya. Bus yang digunakan berukuran lebih kecil dari TransJakarta.

Di dalam bus, udaranya cukup dingin. Kursinya juga cukup nyaman dengan konfigurasi menyamping. Ada kursi khusus untuk difabel juga. Bagi yang gak kebagian kursi, bus ini juga sudah dilengkapi pegangan tangan dari depan hingga bagian belakang bus. Jadi gak perlu khawatir gak kebagian bus. 

Etikanya lebih mengutamakan para anak kecil, ibu hamil, lansia dan orang sakit untuk diberikan tempat duduk. Petugas di dalam busnya juga cukup ramah. Terdiri dari satu supir dan satu kondektur berseragam rapi. 

Sedangkan di setiap shelternya juga ada petugasnya. Ada juga shelter atau disebut portable yang gak memiliki petugas. Tapi jangan khawatir, meskipun di shelter gak ada petugas, kondektur bus siap membantu tentang informasi jalur dan metode pembayaran kalian. 






Waktu menunggu busnya menurut saya gak terlalu lama. Kurang lebih sepuluh menit paling lama selama kami menggunakan layanan Trans Jogya saat itu. Apalagi saya selalu memantau posisi armada yang akan kami gunakan. 

Kami memilih naik jalur 1A yang mengarah ke Candi Prambanan. Kebetulan sekarang jalur 1A agak sedikit berubah jalurnya. Yang saya tau dulu jalur ini memilih jalur Gembira Loka Zoo tapi sekarang gak lagi. Dari Malioboro mengarah ke utara baru ke timur. 

Setelah menunggu di shelternya, akhirnya bus kami tiba juga. Terlihat dari kejauhan bus mini berwarna kuning dan hijau mendekat ke arah shelter. Para penumpang sudah siap memasuki bus.

Untungnya di dalam bus masih sepi penumpang. Kami masih bebas memilih tempat duduk. Anak-anak minta duduk di kursi paling depan. Katanya biar ngeliat pak supir. 

Enaknya duduk di depan itu bisa leluasa melihat ke depan tanpa terhalang oleh ornamen kaca depan busnya. Kaca busnya cukup besar, jadinya anak-anak senang duduk di depan sambil melihat pemandangan ramainya lalu lintas Kota Jogya pagi itu. 

Kecepatan busnya juga standar bus perkotaan pada umumnya. Gak seperti bus kota jaman dulu yang bisa dibilang super cepat untuk kejar setoran. Mana kaki sebelah belum menyentuh tanah, busnya sudah jalan lagi. Hahaha. 

Bus kami melewati beberapa shelter. Dari shelter Malioboro 1, kita mengarah ke selatan melalui Jalan Malioboro. Di shelter Malioboro 3, ramai juga penumpang naik dari sini. Otomatis bus langsung penuh didominasi oleh ibu-ibu yang akan berlibur ke Candi Prambanan. 

Setelah perempatan 0 kilometer, lalu berbelok ke timur melewati shelter Taman Pintar. Lanjut ke Jalan Mataram, melewati shelter Stadion Kridosono. 

Disini banyak yang turun untuk transit, tapi kami berencana untuk transit di shelter Bandara Adi Sucipto untuk melanjutkan jalur 3B menuju arah Universitas Gajah Mada (UGM). 

Dari Stadion Kridosono lalu mengarah ke arah Ambarukmo Mall atau Jalan Solo. Lanjut ke timur melewati shelter Jembatan Janti dan akhirnya kami turun di shelter Bandara Adi Sucipto untuk berganti bus. 

Disini kami pergunakan untuk ke kamar mandi yang lokasi berada di belakang shelter. Gak jauh dari shelter ada Stasiun Maguwo yang berada persis di depan bandara. Buat kalian yang akan naik KRL menuju Klaten atau Solo, sangat dimudahkan. 

Cukup lama menunggu jalur 3B disini tapi berhubung kami hanya sekedar keliling kota saja. Jadinya dibawa santai saja. 

Sekitar sepuluh menit lebih menunggu, bus kami tiba juga. Untuk livery busnya agak berbeda sekarang. Tadinya livery busnya berwarna kuning hijau. Sekarang warnanya full biru tua. Di dalam busnya juga agak sedikit berbeda. Dimana kursi paling depan posisinya agak tinggi. Sedangkan di tengah posisi kursinya agak rendah. Perjalanannya juga cukup lancar. 

Setelah kurang lebih satu jam berkeliling kota dengan Trans Jogya tibalah kami di shelter Malioboro 1 lagi. Berhubung bus kami gak melewati portable depan hotel, jadinya kami turun di Malioboro 1. It's oke. 

Untungnya siang itu langit sedang mendung, jadinya kami bisa berjalan kaki tanpa terkena teriknya matahari. Meskipun mendung tetap saja hawa panas Kota Yogya puanaaa poooll. 

Dari tadi saya bercerita banyak untungnya ya. Memang kami banyak beruntungnya saat berlibur di Kota Yogya. Over all, pasti kangen banget baik Trans Jogya lagi setelah balik ke Lombok nanti. 

Penasaran juga nyobain jalur lainnya, terutama ke arah Bantul dan Merapi. Next time kalau ke Yogya lagi ! Hehehe 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Friday, 23 May 2025

Menikmati Malam di Yogya : Pendopo Lawas Alun-Alun Utara


Liburan ke Yogya, gak lengkap rasanya kalau gak nyobain kulinernya. Apalagi di Yogya banyak sekali tempat kuliner yang menarik buat dicoba.

Salah satunya yaitu Pendopo Lawas Alun-Alun Utara. Lokasinya berada di sebelah timur Alun-Alun Utara dan Keraton Yogyakarta. 

Lebih mudahnya, kita bisa berjalan kaki dari Jalan Malioboro ke arah selatan. Selanjutnya menyeberang ke Kantor Pos atau Kantor Bank BNI di 0 kilometer. Lanjut berjalan ke arah selatan menuju Alun-Alun Utara. Kurang lebih lima ratus meter ke sisi timur dari Alun-Alun Utara, kita sudah sampai di lokasi.

Tapi saya dan anak istri gak berjalan kaki menuju lokasi. Kami memesan taxi online dari hotel tempat kami menginap agar cepat sampai. Kebetulan juga kondisi anak-anak lagi kurang fit alias kecapean habis jalan-jalan seharian. 

Kami jalan dari hotel sehabis shalat magrib. Perjalanan memakan waktu kurang lebih sepuluh menit. Melewati Jalan Malioboro dan 0 kilometer. Lanjut ke arah selatan menuju Alun-Alun Utara. 

Sudah terlihat dari kejauhan puluhan lampu berwarna kuning tergantung menghiasi sebuah bangunan lawas berbentuk pendopo. Itulah dia tujuan kami yaitu Pendopo Lawas. Sampai di lokasi, pengunjung masih sepi. Hanya beberapa orang saja yang duduk sambil menikmati hidangan yang dipesan.





Setelah turun dari taxi, kami mencari tempat duduk. Berhubung masih sepi, jadinya kami masih bebas memilih tempat duduk.

Banyak meja kursi dari kayu yang berukuran panjang. Bisa untuk empat sampai enam orang. Sebagian besar meja kursinya berada di outdoor. Sedangkan sisanya di semi outdoor alias di dalam pendopo.

Kami memilih duduk di dalam pendopo agar kalau hujan gak kebasahan. Suasana romantis Kota Yogya sangat terasa saat saya duduk disini bareng anak istri. 

Kota penuh dengan kenangan. Dimana kalau lagi ada waktu senggang bersama teman-teman saat kuliah dulu, pasti nongkrongnya di sekitar Malioboro atau Alun-Alun.

Kebetulan lagi liburan bareng keluarga ke Yogya, harus dicoba nongkrong disini sambil makan malam. 

Kenapa memilih makan malam di angkringan ?. Bagi saya angkringan adalah ciri khas dari Kota Yogya. Kalau menyebut Yogya, pasti yang terbayang itu angkringan dengan menu-menu yang klasik dan ngangenin. 

Pendopo Lawas mengambil tema angkringan modern. Dimana angkringan yang kita ketahui yaitu berupa gerobak yang isinya berbagai macam makanan seperti nasi kucing, sate-satean, gorengan, isi daleman yang dibakar kemudian dinikmati bersama dengan nasi kucing. 

Duduk di bangku panjang, ngobrol bersama orang banyak sambil ngopi atau minum teh hangat, wedang ronde atau susu jahe. 

Seiring berjalannya waktu di tengah dunia yang serba digital ini, tema angkringan diangkat dengan konsep yang lebih modern. Dari tempat yang menarik, menu-menu yang enak sehingga sukses menarik para pengunjung baik domestik maupun mancanegara yang sedang berlibur atau sedang menimba ilmu di Kota Pelajar ini. 









Di Pendopo Lawas banyak sekali menu yang ada. Terlihat dari dua gerobak yang isinya serba makanan. Dari sego (nasi) kucing, sego bakar, oseng-osengan, sate-satean atau lawuhan, baceman, gorengan, jajanan dan wedangan. 

Untuk harga cukup terjangkau. Segala menu makanannya dimulai dari harga 4 ribuan. Sedangkan untuk minuman dimulai dari harga 4 ribuan juga. Hitungannya satu orang bisa menghabiskan 25 ribu saja untuk makan sambil nongkrong disini. 

Para karyawan angkringannya cukup banyak yang didominasi para anak-anak muda. Terlihat mereka semua cekatan dalam melayani pembeli. Jadi gak khawatir kalau pesanan kita lama datangnya. 

Di tempat ini, kita bebas mau mengambil apa saja. Ambil satu per satu menu apa saja yang pengen dimakan. Setelah itu, baru bayar di meja kasir. Jadi, bayar dulu baru kita bawa makanan ke meja masing-masing.

Kecuali untuk minuman, kita harus pesan terlebih dahulu. Ada minuman hangat sampai minuman dingin. Kembali ke selera masing-masing.  






Saya tertarik mencoba sego bakarnya. Terlihat sangat menggoda sekali. Selain itu saya mengambil ati bakar, tahu bacem dan oseng-oseng tempe sebagai lauknya. 

Sedangkan anak-anak dan istri mengambil menu yang berbeda. Ada sego putih, ayam bacem, ayam goreng, sate-satean dan cemilannya jajanan pasar. 

Untuk minumnya kami memesan teh hangat dan jeruk hangat. Aroma teh hangatnya enak benar. Teh dengan aroma bunga melati dan rasanya khas teh Jawa. 

Jeruk hangatnya seger banget. Apalagi diminum di tengah cuaca yang dingin sehabis gerimis, syahdu banget. 

Semakin malam, pengunjung semakin ramai yang berdatangan. Ada yang berduaan bareng pasangan, ada yang serombongan, ada pula yang ngejomblo. 

Perlahan-lahan meja kursi sudah terisi semua. Dari infonya, Pendopo Lawas mampu menampung sebanyak dua ratus orang. Lumayan banyak juga ya. Terlihat area tempat duduknya luas banget.

Mulai buka dari jam empat sore hingga tengah malam. Banyak yang betah berlama-lama nongkrong disini. Dari anak-anak, remaja, sampai orang tua terlihat datang kesini.

Selain menu-menunya yang enak-enak. Tempatnya juga sangat nyaman untuk ngobrol ngalor ngidul, arisan, buat surprise ulang tahun pasangan, nembak gebetan, gathering kecil-kecilan juga bisa. 

Ditambah lagi disini ada mini panggung tempat live music yang disediakan. Pendopo Lawas dikenal banyak orang dikarenakan disini kita mulai mengenal musisi yang viral di youtube beberapa tahun belakangan ini yaitu Trisuaka bersama istrinya Nabila. Kalian tau kan kedua penyanyi asal Yogya yang suaranya sangat enak di dengar itu ?. 

Sayangnya kami gak bisa berlama-lama nongkrong disini dikarenakan pengen cepat balik ke penginapan. Jadinya sehabis makan, kami langsung out. Hehehe.

Disini saya sedikit review makanannya. Sego bakarnya cukup enak. Ada isian ayam suwir dengan bumbu rempah-rempahnya. Nasinya pulen dan aroma asapnya khas banget. 

Untuk tahu bacemnya agak kurang berasa sampai ke dalam. Warnanya juga masih seperti tahu goreng. Biasanya yang tahu bacem yang pernah saya makan itu warnanya agak sedikit gelap, rasanya manis sampai ke dalam, ukurannya juga lebih besar. 

Teh hangatnya luar biasa enaknya. Hangat ditenggorokan dan bikin saya ketagihan minumnya. Teh khas Jawa yang sangat saya sukai. 

Over all, pelayanan disini cukup baik. Tempatnya sangat nyaman, ramah anak dan menu-menunya lengkap. Yang tadinya kangen mau makan di angkringan. Terobati kalau datang ke Pendopo Lawas Alun-Alun Utara. Gak kecewa makan disini sambil nongkrong. Next time, kalau ke Yogya lagi, bakalan balik kesini. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra