Saturday, 18 October 2025

Menjelajah Misteri dan Keindahan Alam Taman Nasional Alas Purwo. Kapok Gak ?


Salah satu tempat yang ingin saya explore jika datang ke Banyuwangi akhirnya teralisasi juga. 

Setiap sudut Banyuwangi memang menyimpan keindahan alam. Setiap merencanakan ngetrip ke Banyuwangi, pastinya sudah membuat daftar tempat-tempat yang akan dikunjungi. 

Sebelumnya saya sudah menulis tentang salah satu kuliner yang wajib kalian coba saat datang ke Banyuwangi. 

Bisa baca disini : Nasi Pecel Romot Rogojampi

Kali ini, saya akan menulis cerita yang saya dapatkan ketika berkunjung ke salah satu surganya Banyuwangi yang banyak orang kunjungi. Gak hanya keindahannya saja yang  didapat. Tapi ada hal yang membuat kita penasaran untuk selalu datang.  

Salah satu tempat yang paling legendaris di Banyuwangi yaitu Taman Nasional Alas Purwo. Gak hanya dikenal karena keindahan alamnya yang masih sangat alami, tapi juga karena kisah mistis dan aura magis yang kita rasakan bila datang ke tempat ini. 

Menginjakkan kaki di sana, mengexplore hutan purba, pantai tersembunyi, dan savana luas yang menakjubkan. 

Mendengar cerita dari keluarga dan teman yang sudah ke Alas Purwo, kebanyakan ceritanya berbau horor. 

Ada yang dilempar centong air saat berada di kamar mandi. Ada yang melihat asap putih tebal saat melintas di daerah pesisir. Paling sering mendengar cerita, beberapa pengunjung ada yang tersesat saat berada di dalam hutan karena gak tau jalan keluar. 

Percaya gak percaya, Alas Purwo memiliki salah satu pantai yang dipercaya sebagai tempat pintu gerbang masuk ke alam jin alias Nyi Roro Kidul sang legenda Ratu Pantai Selatan. 

Sebenarnya pengen sekali dari dulu datang kesini. Tapi masih ragu karena cerita-cerita seram seperti tadi.

Aslinya saya orangnya penakut. Tapi kalau berangkatnya ramai-ramai apalagi sama orang yang sudah sering kesini, kita gasss saja !. 

Cerita ke Banyuwangi beberapa minggu yang lalu, Alas Purwo akhirnya masuk ke dalam list tulisan yang akan segera tayang di blog Lazwardy Journal (ngendorse diri sendiri). 

Sebenarnya ini agenda dadakan. Berawal dari ajakan bapak mertua buat ke Alas Purwo. Untungnya ngajaknya berangkat pagi dan pulangnya sebelum sore hari. Kebetulan juga istri dan anak-anak pengen ikutan juga. 

Tanpa ragu dan berpikir dua kali, saya pun setuju. Asalkan berangkatnya pagi dan pulangnya siang, kita gass saja !. 

Perjalanan saya dimulai dari pusat Kota Rogojampi menuju Alas Purwo yang berjarak sekitar lima puluh kilometer ke arah selatan. 

Saya berangkatnya bareng bapak, istri, adek sepupu dan anak-anak. Kami menggunakan mobil milik Om Har (adeknya ibu). Sayangnya beliau gak bisa ikut karena sibuk jaga warung. 

Segala perlengkapan seperti topi, kacamata hitam, sunscreen, cemilan dan air mineral sudah masuk ke dalam tas. Mobil juga sudah dinyalakan. 

Kami berangkat dari rumah mbah uyut sekitar jam sembilan pagi. Cuaca pagi itu sangat cerah. Kebayang panasnya di perjalanan nanti. 





Jalan menuju kesana bisa dibilang cukup aman untuk kendaraan yang kami gunakan. Sebagian aspal mulus, sebagian lagi jalan tanah berbatu yang membuat adrenalin meningkat. 

Namun, sepanjang perjalanan, mata saya dimanjakan oleh pemandangan hutan jati dan desa-desa kecil yang tenang.

Begitu memasuki Gerbang Rowobendo, suasana langsung berubah. Angin terasa lebih lembap, pohon-pohon tinggi menjulang, dan suara burung serta serangga menjadi latar alami yang menenangkan sekaligus mistis.

Mengecek sinyal handphone, ternyata sinyal sudah timbul tenggelam. Posisi kami masih di pintu masuk ke Alas Purwo. 

Mobil pun berhenti untuk pengecekan oleh petugas. Saya keluar dari mobil dan berjalan kaki menuju loket pembelian tiket masuk. 

Tiket untuk kendaraan roda empat seperti mobil seharga 10 ribu saja. Sedangkan orang dewasa dikenakan tiket masuk 20 ribu. Anak-anak gratis masuk. 

Saat membeli tiket,petugas bertanya asal kami dari mana. Saya pun menjawab, "kami dari Rogojampi". Petugas berseragam tersebut hanya mengangguk kepala saja. 

Tatapannya serius amat itu bapak-bapak. Mirip seperti film horor Indonesia ketika rombongan anak-anak muda yang masuk ke dalam hutan dan bertemu orang asing. Bisa bayangin sendiri kan ? hehehe. 

Melihat suasana sekitar, sepertinya hanya kita saja pengunjung yang memasuki Alas Purwo pagi itu. Sepanjang jalan gak terlihat kendaraan yang berpapasan dengan kami. 

Baru ingat, saat itu hari kerja. Pantes saja gak banyak pengunjung datang kesini. Pikir saya, pasti nanti bakalan bertemu pengunjung lainnya saat sudah di dalam hutan. 

Kami pun melanjutkan perjalanan. Jalan dengan aspal mulus. Semakin ke dalam hutan, jalanpun semakin mengecil. Pohon-pohon besar menjulang tinggi. Udara sejuk khas aroma tanah basah. 

Suara kicauan burung dan serangga lainnya yang menemani sepanjang perjalanan. Daun-daun kering banyak berjatuhan ke jalan. Tujuan pertama kami yaitu ke Savana Sadengan karena lokasinya paling dekat dengan posisi kami saat itu. 

Alas Purwo dikenal sebagai salah satu hutan tertua di Pulau Jawa. Saat berjalan di antara pepohonan besar dan rimbun, saya benar-benar merasa seperti kembali ke masa lalu. Sinar matahari yang menembus celah daun menciptakan suasana magis, seolah-olah alam sedang menjaga rahasia besar di balik ketenangannya.

Gak heran, banyak orang percaya bahwa Alas Purwo adalah tempat lahirnya bumi atau tempat para leluhur bersemayam. Tapi bagi saya, tempat ini justru menunjukkan bagaimana alam bisa tetap lestari jika manusia bisa menjaga dan gak berbuat seenaknya. 

Menurut cerita dari bapak mertua, setiap malam satu Suro dalam kalender Jawa, banyak orang datang kesini sampai bermalam. Tujuan mereka bermacam-macam. Ada yang nyari wangsit, ada yang bersemedi, ada juga yang hanya ikut-ikutan teman saja. Percaya gak percaya ya. Kembali ke keyakinan kalian masing-masing.



Kembali ke laptop ! 

Niat kami kesini hanya untuk mengexplore Alas Purwo saja. Ini pertama kalinya juga saya dan anak istri datang kesini. Kalau bapak mertua sama sepupu yang ikut saat itu, sudah beberapa kali datang kesini. Jadi agak tenang bareng mereka karena sudah tau situasi. 

Menuju ke Savana Sadengan, kami melewati sebuah Pura bernama Pura Luhur Giri Salaka atau disebut Situs Kawitan Alas Purwo. 

Situs Kawitan merupakan tempat yang dipercaya sebagai asal mula kehidupan dan pusat spiritual tertua di tanah Jawa. Tempat sakral ini juga sangat penting bagi umat Hindu. Banyak umat Hindu baik yang dari Bali, Lombok atau daerah lain datang kesini untuk bersembahyang atau melakukan upacara keagamaan. 

Sayangnya kami gak sempat mampir ke situs ini karena suasana pagi itu masih sepi sekali. Dengar cerita dari sepupu, beberapa bulan yang lalu sempat ada insiden pengunjung yang kesurupan. Jadi ragu mampir disini apalagi bawa anak kecil. 

Melewati Situs Kawitan, kami melanjutkan menuju Savana Sadengan. Dari jalan utama beraspal mulus, mobil kami mengambil jalanan tanah bebatuan di persimpangan. 

Jarak Savana Sadengan sudah gak jauh lagi. Gak sabar ingin segera sampai dan melihat Padang savana yang ikonik sekali di Alas Purwo.  

Selamat Datang di Savana Sadengan ! 

Kurang lebih menempuh jarak dua belas kilometer dari Gerbang Rowobendo,  kami sudah sampai di area parkir Savana Sadengan. Gak ada pengunjung lainnya selain kami. Ada senangnya juga bisa dengan tenang menikmati view padang savana tanpa banyak pengunjung. 

Dari parkir mobil, kami berjalan kaki kurang lebih dua puluh meter ke area menara pandang. Meja dan bangku dari kayu tersedia untuk pengunjung beristirahat. 

Kondisi menara pandangnya cukup terawat. Bangunan di samping menara pandang juga terawat dengan baik. Hanya saja gak ada petugas yang kami temui disana. 




Berada disini vibesnya seperti savana yang saya lihat di film Jurasic Park. Benar-benar tenang sekali. Dari kejauhan terlihat perbukitan hijau, padang rumput luas dan suara hembusan angin yang terdengar. Langit menjelang siang itu juga cukup bersahabat. 

Dari menara pandang, saya bisa melihat hamparan padang rumput luas dengan latar hutan tropis. Di kejauhan, tampak kawanan banteng Jawa, rusa, burung elang, dan burung merak yang bebas berkeliaran. Rasanya seperti berada di padang Afrika meskipun belum pernah ke Afrika, hehehe. 

Savana Sadengan merupakan zona pengamatan satwa liar. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah pagi hari (sekitar pukul 06.00–09.00) atau sore hari (15.00–17.00). Pada waktu tersebut, hewan-hewan keluar untuk mencari makan.

Terdapat pagar kayu sebagai tanda bahwa pengunjung hanya bisa mengamati satwa yang berada di savana dari luar pagar kayu saja. 

Berhubung kami sampai di savana ini sekitar jam sepuluh pagi tapi masih beruntung bisa melihat sekelompok banteng liar sedang merumput gak jauh dari menara. Di sisi lain, beberapa burung merak jantan menampilkan bulu indahnya. Momen yang luar biasa untuk diabadikan dengan kamera. Sayangnya saya gak bawa kamera DSLR dari rumah. Gak apa-apa dah !.

Menurut cerita bapak mertua yang merupakan pensiunan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bahwa di musim tertentu, jumlah satwa bisa lebih banyak karena mereka turun dari hutan ke padang rumput mencari air. 




Gak perlu mencari petugas disini buat bertanya informasi tentang Alas Purwo karena sudah ada bapak mertua yang dulunya bekerja di Taman Nasional. Apalagi beliau sudah sering datang kesini. 

Kurang lebih setengah jam kami berada di menara pandang untuk menikmati panorama alam yang tersaji. Kapan lagi datang kesini kalau gak pas ke Banyuwangi. Buat kalian yang suka fotografi, tempat ini wajib dikunjungi. Terpenting harus menjaga etika. Jangan berbicara keras dan jaga sopan santun. Terpenting gak mengganggu kehidupan satwa disini. 

Waktu sudah menunjukkan jam sebelas menjelang siang. Kami melanjutkan perjalanan ke arah pantai yang ada di Alas Purwo. Ada beberapa pantai yang cukup familiar di telinga saya seperti Pantai Plengkung, G-Land dan Teluk Biru. Kebetulan ada pantai yang terdekat dari Savana Sadengan dan jalurnya searah dengan Pantai Plengkung dan G-Land. 

Selamat Datang di Pantai Trianggulasi ! 

Awalnya yang ada di pikiran saya, bapak mengajak kami ke Pantai Plengkung atau Pantai G-Land yang sering saya lihat foto dan videonya di instagram. 

Tapi yang disebut beliau Pantai Trianggulasi. Nama yang sangat asing bagi saya. Apa karena saya jarang sekali buka google maps Alas Purwo, jadinya gak tau pantai ini. 

Dari cerita beliau, pantai ini sangat menarik buat dikunjungi. Bahkan jaraknya yang gak begitu jauh dari Savana Sadengan. Kurang lebih sepuluh kilometer dari Gerbang Rowobendo. Wah sangat menarik pikir saya. Tambah semangat dong !. 

Perasaan takut sejak masuk hutan belantara Alas Purwo, jadi hilang perlahan karena sudah melihat Savana Sadengan. Dan sebentar lagi akan bertemu dengan pantai. Dapat explore hutan liarnya, dapat pula explore pantainya. 

Keluar dari Savana Sadengan, kami bertemu lagi dengan jalan utama dengan aspal yang mulus menuju arah selatan. Suasana masih sama seperti tadi. Rimbunnya pohon-pohon tinggi. Udara sejuk beraroma tanah basah. Terlihat kawanan monyet yang duduk santai di pinggir jalan menunggu makanan yang dilempar oleh pengunjung yang melintas.




Begitu sampai di area pantai, suara deburan ombak langsung menyambut dengan lembut. Udara laut bercampur aroma hutan menciptakan perpaduan yang unik dan menenangkan.

Mobil berhenti tepat di area parkir pantai. Ternyata di pintu masuk pantai ini sudah ada sebuah penginapan yang saya lupa namanya. Ada restonya juga. Beberapa pengunjung kami lihat saat itu. 

Dari parkiran mobil, kami berjalan kaki kurang lebih dua puluh meter menuju pantai. 

Pantai Trianggulasi memiliki garis pantai yang panjang dengan pasir putih kecokelatan dan ombak besar. Gak ada keramaian, gak ada pedagang. Hanya pantai, ,alam dan kamu yang kucintai. Asyiiik. 

Inilah yang membuat pantai ini terasa istimewa. Berbagai jenis tumbuhan di tepi pantai sangat rimbun seperti pohon pandan laut dan cemara udang tumbuh berjajar, memberi ketenangan jiwa. Di beberapa sudut, terlihat jejak satwa liar seperti burung dan biawak yang sesekali muncul dari balik semak.

Keheningan di pantai ini benar-benar luar biasa. Duduk di bawah pohon sambil mendengarkan ombak, kalian bisa merasakan waktu berjalan lebih lambat. Cocok buat kalian yang ingin melepas penat semingguan bekerja, bisa datang kesini bareng keluarga atau pasangan. 

Dari beberapa referensi yang saya baca. Nama “Trianggulasi” berasal dari istilah geodesi karena dulu kawasan ini digunakan sebagai titik triangulasi (pengukuran peta) oleh pemerintah kolonial. 

Sekarang tempat ini berubah menjadi destinasi ekowisata yang menonjolkan keseimbangan antara manusia dan alam.

Menariknya, pantai ini juga menjadi jalur penyu bertelur, terutama antara bulan Mei hingga September. Akan tetapi, aktivitas ini diawasi ketat oleh petugas taman nasional untuk menjaga kelestariannya.

Pantai Trianggulasi termasuk kawasan wisata yang masih alami. Jadi fasilitasnya cukup terbatas. Ada pos jaga petugas, area parkir sederhana, kamar mandi, toilet dan beberapa gazebo untuk beristirahat. Ada resto di pintu masuk pantai. Tapi kalau boleh saran, bawa bekal sendiri dari rumah. 




Ada beberapa aktivitas yang kalian bisa lakukan di pantai ini seperti menikmati sunset di sore hari, bersepeda atau berjalan kaki di pinggir pantai, main pasir bagi yang membawa anak-anak, camping dan berfoto. 

Untuk mandi atau berenang di pantainya sangat gak disarankan. Petugas sudah menandakan bendera merah di sekitar area pantai bahwa dilarang keras untuk berenang karena ombak dan arus lautnya yang cukup besar. 

Saya sangat kaget dengan view pantai ini. Hampir mirip dengan pantai-pantai di Lombok bagian selatan. Warna gradasi air lautnya yang biru toska dan biru tua. Deburan ombak yang indah. Keren banget pantai ini. 

Kegiatan yang kami lakukan selama berada di pantai ini yaitu duduk santai di tepi pantai sambil menemani anak-anak bermain pasir di bawah pohon rindang. 

Sesekali melihat laut lepas dengan deretan perbukitan Taman Nasional Alas Purwo yang begitu luas. Kami menghabiskan waktu di pantai ini hingga balik ke Rogojampi. 

Untuk edisi Taman Nasional Alas Purwo kali ini, cukup dua destinasi dulu. Semoga next time kalau ke Banyuwangi lagi, bisa mengexplore tempat-tempat terindah yang berada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo karena masih banyak tempat-tempat yang belum sempat saya explore. 

Sampai bapak mertua nantangin next time kalau ke Alas Purwo lagi, kita perginya malam sambil menginap disini. Antara mau bilang iya apa gak. Tapi kalau perginya ramai-ramai lagi, kenapa gak ?. Asyiiik. 

Jujur, sewaktu memasuki pintu gerbang masuk ke Taman Nasional Alas Purwo. Ada perasaan khawatir semoga kami semua dalam kondisi baik-baik saja. Apalagi membawa anak-anak kecil. 

Tapi perasaan itu hilang seketika disaat saya sangat menikmati ngetrip kami menyusuri hutan purba. Bisa melihat beberapa satwa liar yang di Savana Sadengan. 

Apalagi di penghujung waktu ngetrip kami, saya takjub dengan Pantai Trianggulasi. Salah satu surga tersembunyi yang Alas Purwo, Banyuwangi miliki. 

Sekitar jam dua belas siang, kami balik ke Rogojampi. Perjalanan ke luar hutan Alas Purwo lancar jaya tanpa ada drama. 

Anak-anak senang sekali. Ini pertama kalinya mereka kami bawa ke hutan legendaris yang Banyuwangi miliki. 

Kalian kapan ke Taman Nasional Alas Purwo ?. Ditunggu ya ceritanya. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

0 comments:

Post a Comment