Saturday, 8 August 2015

Mengarungi Sungai Hutan Mangrove Gili Petagan


Tanggal 2 Agustus 2015

Sebulan lebih "Crew Patrick" gak ngetrip bareng karena menjalani ibadah puasa dan kesibukan masing-masing, akhirnya kami berduabelas bisa ngetrip bareng lagi. Tepatnya Hari Minggu tanggal 2 Agustus 2015, hari yang dimana kita tunggu-tunggu setelah sebulan lamanya direncanakan, Alhamdulillah berjalan dengan lancar.


Target yang menjadi tujuan kami yaitu keempat gili yang ada di kawasan Pulau Lampu, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur. Untuk Segmen pertama, saya akan bercerita tentang perjalanan kami ke Gili Petagan. Gili yang paling terjauh diantara gili-gili yang kami explore.


Butuh dua jam perjalanan darat menggunakan sepeda motor dari Kota Mataram menuju penyeberangan Pulau Lampu. Cuaca saat itu cukup cerah, walaupun awal musim ombak sudah datang. Meskipun demikian, kami berduabelas gak khawatir soal ketinggian gelombang laut, dibawa santai saja. Selalu percaya sama Allah SWT dan pak nakhoda perahu boat. 


Sesampai di penyeberangan Pulau Lampu yang menjadi pintu masuk menuju Gili Petagan, Kapal, Bidara dan Kondo, kami disambut oleh seorang bapak-bapak penduduk setempat. Namanya Pak Solehun yang mempunyai perahu boat yang siap mengantar kami mengexplore perairan Pulau Lampu. Setelah nego harga paket wisata sudah disepakati, akhirnya kami bersiap-siap naik ke perahu boat yang sudah menunggu kami di pinggir pantai.


Di awal explore, kami dibuat langsung jatuh cinta dengan keindahan panorama hutan mangrove ala daerah tropis. Menandakan perahu boat yang membawa kami sudah sampai di kawasan hutan mangrove Gili Petagan. Gak hanya penampakan tanaman mangrove saja, tetapi beberapa jenis burung yang kami lihat saat itu seperti Camar, Elang sedang berterbangan membentuk komunitas masing-masing. 


Terumbu karang pun jelas terlihat dengan mata telanjang dari atas perahu boat. Air laut yang jernih, angin sepoi-sepoi dan kicauan burung-burung menyambut kami dengan suka cita. Seakan-akan berkata " Selamat Datang di Rumah Kami, Gili Petagan yang Indah dan Elok ".


Sedikit bercerita tentang profil Gili Petagan, bahwa gili ini hampir seratus persen ditumbuhi tanaman mangrove. Berbeda dengan beberapa gili yang pernah saya datangi dimana memiliki pantai berpasir, sedangkan Gili Petagan gak memilikinya. Uniknya lagi, gili ini memiliki sungai yang sangat kece untuk diexplore. Saya menyebutnya dengan sebutan "Sungai Hutan Mangrove ala Gili Petagan"


Pengalaman baru melihat keindahan kawasan gili ini membuat saya semakin penasaran ingin melihat lebih dalam lagi apa saja yang ada di Gili Petagan ini. Saya langsung berkata kepada Pak Solehun untuk jangan mempercepat laju perahu boat. Kami ingin berlama-lama menikmati surga dunia yang sangat jauh dari rumah ini. 


Di tengah perjalanan menyusuri sungai Gili Petagan, kami bertemu dengan rombongan lain yang sama-sama mengexplore gili ini. Melihat kehebohan mereka sambil bernyanyi dari atas perahu, "Crew Patrick" pun gak bisa tinggal diam. Kami pun ikut bernyanyi sambil joget-joget dari atas perahu yang dipimpin oleh teman rempong kami yaitu Si Odi. Maaf fotonya gak bisa saya tampilkan karena permintaan si pemimpin joget yang gak boleh menayangkan foto tersebut. 


Lucunya, karena melihat dan mendengar kegilaan kami dari atas perahu, rombongan tersebut akhirnya kabur dan menjauh dari perahu boat kami. Entah merasa risih, atau takut sama si pemimpin joget Si Odi. 


Serasa milik pulau sendiri, perahu boat kami pun melepas jangkar di tengah sungai itu pun karena permintaan kami yang untuk sementara ini perahu boat Pak Solehun kami bajak. Pak Solehun pun cuma geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat tingkah kami yang sudah lama gak pernah liat laut. Maaf pak,he..he..he..


Tergoda melihat jernihnya air sungai kami pun gak sabar ingin segera menyeburkan diri ke air. Saya, Mas Junk, Odi, Ezza dan dokter Irfan langsung lompat ke sungai, sedangkan yang lainnya tetap bertahan di atas perahu sambil berfoto selfie ala Syahrono. 

Ternyata sungainya dangkal pemirsa, gila keren banget ini sungai. Bersih, jernih, jauh dari yang namanya polusi dan gak ada sampah yang kami temukan di sepanjang dasar sungai. Saya suka dengan kebersihan Gili Petagan, harus selalu dijaga yang teman-teman. Jangan merusak keindahan yang sudah ada !!!.


Gak hanya sendiri, kami bertemu lagi dengan rombongan lain yang baru datang. Mereka melihat kehebohan kami yang lagi berenang di sungai sambil difoto ala model iklan sabun cuci dari atas perahu oleh teman cewek Si Izza yang lumayan jago jadi fotografer dadakan menggantikan saya buat sementara.


Setelah puas berfoto dan berenang di sungai Gili Petagan, kami pun naik ke atas kapal dan segera melanjutkan perjalanan ke gili selanjutnya. Terimakasi Gili Petagan atas keramahannya menyambut kami dengan suka cita. Next Time, saya bersama teman-teman akan kembali kesini dengan kehebohan yang lebih heboh lagi.

Gimana, tertarik ngetrip ke Gili Petagan ? Ditunggu cerita selanjutnya; "Gili Kapal"

Catatan :
- Anggota "Crew Patrick" yang ikut Open Trip ke Gili Petagan, Gili Kapal, Gili Bidara dan Gili Kondo antara lain : Saya sendiri ( Didik ), Mas Junk, Izza, Nova, dr.Novi, dr.Irfan, Ocha, Odi, Lini, anggota baru ( Mas Fandi, Ezza, dan Pipit ).
- Tarif sewa perahu boat privat  Rp.45.000,- per orang PP ( Gili Petagan, Gili Kapal, Gili Bidara, Gili Kondo )
- Alat Snorkel Rp.25.000,- per alat.
- Jalur menuju penyeberangan Pulau Lampu : Kota Mataram - Narmada - Kopang - Masbagik - Aikmel - Pringgabaya - Labuan Lombok - Sambelia - Kawasan penyeberangan Pulau Lampu.
- Jalur BIL : BIL - Penujak - Praya - Kopang - Masbagik - Aikmel - Pringgabaya - Labuan Lombok - Sambelia - Kawasan penyeberangan Pulau Lampu.

Penulis : Lazwardy Perdana Putra
Kameramen : Lazwardy Perdana Putra

Thursday, 30 July 2015

Dua Jam Explore Pulau Namo, Sumbawa Barat


Masih dibuat jatuh cinta dengan deretan pulau-pulau yang ada di Sumbawa Barat. Salah satunya pulau yang saat itu saya baru mengetahui namanya " Pulau Namo " ( Buka Google Earth ).  Hari kedua setelah kami pulang menjelajah Pulau Kenawa, tiba-tiba saya melihat pulau yang gak kalah eksotisnya dari Pulau Kenawa ( baca juga "Menjelajah Si Gersang nan Cantik Pulau Kenawa). Akhirnya kami menyuruh Pak Amoy pemilik perahu boat menuju Pulau Namo karena dibakar oleh rasa penasaran kami.


Dari kejauhan tampak sebuah padang rumput yang menguning, perbukitan yang hampir gundul, hutan mangrove, dan yang buat saya penasaran adalah penampakan pohon yang berdiri sendiri di tengah padang rumput diaman daun-daunnya sudah meranggas.


Pulau Namo atau masyarakat Desa Poto Tano menyebutnya dengan sebutan Pulau Nyamuk memiliki terumbu karang dan biota laut yang gak kalah dengan tempat lain. Sekitar sepuluh meter dari bibir pantai pulau, dengan mata telanjang kami bisa melihat terumbu karang dari atas perahu disertai sekali dua kali kami melihat ikan yang lagi berenang di dalam air.


Kembali kenapa disebut Pulau Nyamuk, karena masyarakat sekitar mengetahui bila pulau ini banyak hidup serangga yang menjengkelkan yaitu nyamuk. Mereka baru muncul saat sore menjelang senja. Pak Amoy menantang kami untuk mendirikan tenda dan menginap di pulau ini di lain kesempatan. Boleh dicoba Pak, tapi harus bawa cream anti gigitan nyamuk yang banyak he..he..he..



Pulau Namo yang terletak di sebelah timur dan bertetangga langsung dengan Pulau Kenawa, menyimpan banyak sekali keindahan yang perlu teman-teman explore. Butuh sepuluh menit perjalanan dari Pulau Kenawa menggunakan perahu. Bagi yang suka dengan pertualangan, teman-teman bisa singgah di pulau ini. Walaupun gersang, pulau ini sangat kece.


Saya merasa bangga saat itu karena Pak Amoy mengatakan bahwa kami itu para petualang yang beruntung memiliki pikiran mau singgah di pulau ini. Sangat jarang para travelers yang mau singgah barang semenit atau sedetik sekalipun karena kondisi pulau yang gersang dan panas, ditambah lagi ada anjing galaknya. Bagi kami sih ini pulau sangat eksotis dan perlu dipromosikan di dunia traveling. 



Gak cukup hanya melihat dari dekat di atas perahu, kami bersepuluh mencoba untuk turun dari perahu kecuali Pak Amoy yang tetap diam di atas perahunya. Kami ingin membuktikan apa yang telah diceritakan oleh Pak Amoy soal pulau yang baru kami kenal ini, sama dengan cerita atau hanya basa basi Pak Amoy saja.



Akhirnya kami nekat untuk terus berjalan menyusuri rimbunnya rumput-rumput yang sudah kering menguning dan tajam, membuat kaki kami terasa gatal bila bersentuhan langsung dengan rerumputan tersebut. Tanah yang sudah kering, menciptakan debu ketika kami berjalan. Benar-benar panas dan gersang pulau ini.



Seperti berada di padang rumput yang gersang ala Benua Afrika, bedanya disini gak ada harimau atau gajah seperti yang ada ala acara discoveri chanel di televisi. Adanya cuma pohon yang bisa dibilang tandus tetapi terlihat gagah dan kuat berdiri sendiri tanpa ada pasangannya ( bukan curhat ). Inilah alasan saya untuk bersikeras ke pulau ini untuk sekedar foto bareng dengan pohon single ini. Terlihat kece di dalam foto ( abaikan modelnya ). 



Ternyata cerita Pak Amoy kepada kami disepanjang perjalanan menuju Pulau Namo gak cuma isapan jempol saja. Semuanya memang benar, dari anjing galaknya yang selalu menggonggong ke arah kami tetapi gak nampak batang hidung anjing tersebut sampai kondisi alamnya sesuai dengan apa yang diceritakan oleh Pak Amoy.

Yang gak kami jumpai yaitu nyamuknya karena serangga menyebalkan itu keluar saat sore menjelang senja saja. Ketika kami semua asyik berfoto di tengah pulau, Pak Amoy memperingati kami jangan berjalan terlalu jauh soalnya banyak hal yang perlu diwaspadai. Akhirnya kami berpikir untuk gak terlalu jauh berjalan. Setelah dua jam menikmati eksotisnya Pulau Namo, saya memberi isyarat kepada anggota yang lain untuk kembali ke perahu dan melanjutnya perjalanan kembali ke Pelabuhan Poto Tano. 


Pulau Namo yang biasanya hanya dilihat dari kejauhan saat berada di atas kapal ferry atau di atas perahu, menyimpan banyak keindahan di dalamnya. Pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di pulau asing dan sepi ini bersama teman-teman, menambah daftar pulau-pulau yang sudah saya kunjungi. 

Dan yang perlu diingat, kita harus menjaga semua keindahan ini. Jangan merusaknya apalagi membuang sampah sembarangan. Sayang bila pulau sekece Pulau Namo yang masih perawan dirusak oleh tangan-tangan yang gak bertanggung-jawab. Pemerintah setempat harus memperhatikan dan mengelola pulau dengan benar dan harus dipromosikan di mata dunia.

Sebagai penutup cerita dua hari satu malam perjalanan kami dari Pulau Kenawa dan diakhiri dengan Pulau Namo, kami bersepuluh kembali ke Pelabuhan Poto Tano untuk melanjutkan perjalanan lagi balik ke Pulau Lombok. Terimakasi kami ucapkan atas keramahannya, semoga kita dapat berjumpa lagi dalam ngetrip Explore Sumbawa selanjutnya. Next Time.... 

Catatan :
- Hanya menambah biaya Rp.50.000,- saja dari paket Pulau Kenawa untuk mencapai Pulau Namo "Nyamuk"
- Sangat cocok untuk melakukan kegiatan snorkeling.
- Belum direkomendasikan untuk mendirikan tenda di pulau ini atau menginap.

Penulis : Lazwardy Perdana Putra
Kameramen : Lazwardy Perdana Putra & Zulkarnaen 

Sunday, 26 July 2015

Menjelajah Si Gersang nan Cantik: Pulau Kenawa


Minggu, 19 Juli 2015

Bagi pecinta dunia backpacker seperti saya, sulit rasanya move on dari kecantikan Pulau Kenawa yang saat ini sedang naik daun di diantara tempat-tempat wisata yang ada di Pulau Sumbawa. Pulau Kenawa atau Gili Kenawa merupakan salah satu pulau di antara delapan pulau lainnya yang berada di wilayah Sumbawa Barat, tepatnya di Desa Pota Tano. Memiliki beberapa daya tarik, mulai dari kondisi pulau, taman bawah laut, hingga hutan mangrove lengkap dengan ekosistem di dalamnya.



Beberapa waktu yang lalu saya bersama teman-teman berkesempatan menjelajah pulau yang berada di Selat Alas ini. Bahagia rasanya dapat menginjakkan kaki di pulau yang terkenal dengan Film Serdadu Kumbang yang diputar di bioskop beberapa tahun yang lalu. Salah satu tempat syutingnya di Pulau Kenawa, Sumbawa Barat.



Tepatnya dua hari setelah Hari Raya Idul Fitri 1436 H atau bertepatan tanggal 19 Juli 2015, kami bersepuluh memulai pertualangan ke pulau seberang yang terkenal dengan padang rumput serta keindahan alamnya ini. Kami yang terdiri dari ; saya ( Didi ), Rifki, Ari, Dini, Titin, Wawan, Ical, Junk, Nova, dan Dedi. Kesepuluhnya adalah orang asli Pulau Lombok.


Dimulai perjalanan dari Kota Mataram menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok untuk menyeberang menuju Pulau Sumbawa menggunakan Kapal Ferry yang memakan waktu dua jam perjalanan. Waktu menunjukkan pukul 11.00 WITA, Kapal Ferry yang membawa kami segera berlayar menuju Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa. Gelombang laut yang gak terlalu besar, membuat perjalanan kami lancar.

Sesampai di Pelabuhan Pototano, kami segera turun dari kapal menuju ruang tunggu pelabuhan. Dari sini cerita penjelajahan Pulau Kenawa dimulai. Bertemu dengan Pak Amoy yang menawarkan jasa untuk mengantar kami menuju pulau seberang menggunakan perahu boat milik beliau.


Setelah nego biaya sewa perahu dengan Pak Amoy mencapai kesepakatan, kami segera berkemas menuju Pulau Kenawa. Kata Pak Amoy, kami beruntung menjelajah Pulau Kenawa saat itu karena cuaca yang cerah serta gak musim ombak. Pak Amoy murah senyum kepada kami dan bila ditanyai mengenai Pulau Kenawa, beliau segera bercerita tentang keadaan pulau tersebut.


Setelah lima belas menit waktu yang ditempuh dari Pelabuhan Poto Tano, sampailah kami di pulau impian sejak empat bulan yang lalu saya idam-idamkan. Kece memang, sesuai dengan foto-foto yang saya liat di internet tentang pulau ini. Serasa berada di padang rumput Benua Afrika, gak sadar kami sudah berada di wilayah timur Indonesia.


Kegiatan pertama yang kami lakukan yaitu mencari tempat yang cocok untuk mendirikan tenda, akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda di pinggir pantai disisi bagian selatan Pulau Kenawa. Setelah tenda selesai terpasang, kegiatan selanjutnya yaitu snorkeling. Keindahan bawah laut Pulau Kenawa gak kalah indah dengan bawah laut di gili-gili yang ada di Pulau Lombok.

Disini terumbu karangnya masih terjaga dan banyak jenis ikan yang hidup bahagia ( seperti berumah tangga saja ). Sayang, saya lupa membawa waterproof  kamera sehingga gak bisa memfoto keindahan bawah lautnya.


Gak berlama-lama snorkeling karena hari sudah semakin sore, saya bersama teman-teman yang lain segera menuju bukit satu-satunya yang ada di Pulau Kenawa untuk melihat sunset. Awalnya saya meremehkan bukit ini, ternyata mendakinya di musim panas ini gak lah mudah. Selain kemiringan trek jalurnya yang hampir 85 derajat, kondisi tanahnya yang kering dan berdebu, sehingga licin. Dengan susah payah, akhirnya kami bisa mencapai puncak. Wiiiihhh, pemandangan dari atas bukit Kenawa, kereen coy.


Gak menunggu lama, kami pun dibuat jatuh cinta untuk kesekian kalinya. Sunsetnya keren habis, lukisan siluetnya kece. Penampakan Gunung Rinjani, Lombok serta pulau-pulau kecil di Selat Alas membuat suasana saat itu sangat luar biasa indahnya. Baru pertama kali saya melihat pemandangan sunset yang sangat cantik.


Setelah selesai menikmati sunset tanggal 19 Juli 2015, kami pun kembali ke tenda. Berganti pakaian, shalat Magrib, serta makan malam bersama, melengkapi hari pertama di Pulau Kenawa. Malam pun datang, saat kami lagi asyik bercengkerama di pinggir pantai, kami dikagetkan oleh sesuatu yang sangat menggelikan yaitu ular laut. Ular laut yang naik ke darat dan menuju ke tenda kami, membuat beberapa anggota panik.

Segera kami ambil tindakan untuk mengusir ular laut tersebut. Beberapa jam kami diganggu oleh keberadaan ular laut, akhirnya kami pindah tenda ke bagian tengah pulau. Alhamdulillah, ancaman ular laut gak ada lagi. Kami semua bisa beristirahat dengan tenang untuk persiapan kegiatan esok hari yaitu meliat sunrise dari atas dermaga.



Senin, 20 Juli 2015

Lukisan sunrise sungguh cantik. Angin laut pagi sepoi-sepoi, duduk di dermaga sambil menikmati sunrise di hari kedua kami berada di Pulau Kenawa. Air laut yang tenang serta cuaca yang cerah melengkapi keindahan pagi itu. Penampakan Pulau Namo " Nyamuk " dari kejauhan pun gak kalah indahnya.

Seolah-olah kejadian ular laut semalam terlupakan oleh kami semua karena melihat secara langsung penampakan sunrise pertama kami di Pulau Kenawa. Pengalaman pertama berhadapan dengan ular laut mengajarkan kami untuk bisa mengatur emosi dan melatih kita agar gak cepat panik. Agar ditrip selanjutnya kami bisa membaca kondisi alam yang kami jelajahi.



Inilah satu-satunya dermaga yang ada di Pulau Kenawa. Dulunya dermaga ini kondisinya gak terawat, karena pemerintah daerah setempat sadar pulau ini menjadi tempat yang banyak dikunjungi pecinta traveling. Sekarang dermaga ini sudah diperbaiki untuk tempat bersandarnya kapal boat yang membawa rombongan pengunjung. Duduk manis sambil bersantai menikmati indahnya sunrise serta merasakan udara laut pagi hari melengkapi trip saya kali ini.


Pulau Kenawa merupakan sebuah pulau yang gak berpenghuni. Pulau yang memiliki luas wilayah 13,8 hektar dengan garis pantai membentang sejauh sekitar 1,73 km. Sebagian besar pulau ini merupakan padang rumput yang luas dan di sebelah barat pulau terdapat sebuah bukit kecil gak berpohon.

Bila kita datang di saat musim penghujan, rumput di pulau ini berwarna kehijauan, sedangkan saat musim kemarau, akan berwarna kuning nan gersang. Sumber air bersih pun gak ada di pulau ini, jadi bagi yang ingin menginap di Pulau Kenawa, harus membawa persediaan air minum yang cukup.



Seperti pulau milik pribadi, gak ada rumah penduduk dan aktifitas lainnya. Hanya ada sebuah pondok kecil gak berpenghuni yang biasa dijadikan tempat singgah bagi para pengunjung yang berlibur ke Pulau Kenawa. Karena masih pagi, kami sarapan sejenak di tenda sebelum melakukan kegiatan selanjutnya yaitu menuju hutan mangrove yang terletak di bagian sisi barat pulau. 


Kegiatan selanjutnya menuju hutan mangrove Pulau Kenawa. Tempat yang masih alami dan sepi, hanya ada kami berempat yang berada di hutan mangrove. Sayang sekali saat kami berjalan menuju bagian sisi barat pulau, banyak sampah sisa para pengunjung  yang dibuang sembarangan. Diharapkan kesadaran bagi para pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya atau sampahnya dibawa pulang. Pulau yang sangat cantik, tapi sayang bila banyak sampah yang berserakan di sepanjang sisi pantai Pulau Kenawa. Dapat merusak keindahan dan kebersihan pulau.



Matahari semakin menukik naik, pertanda hari sudah semakin siang. Saatnya kami berkemas untuk menuju pulau selanjutnya yaitu Pulau Namo " Nyamuk " ( Comming Soon ). Menjelajahi Pulau Kenawa sehari semalam menambah pengetahuan saya tentang kondisi pulau ini. Memiliki padang rumput yang sangat luas, bukit yang keren, serta taman bawah laut yang membuat jatuh cinta bagi yang melihatnya. 


Catatan :
Ada beberapa hal yang saya infokan kepada teman-teman mengenai perjalanan kami menuju Pulau Kenawa, semoga bermanfaat :
- Perjalanan dari Kota Mataram menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur memakan waktu dua jam perjalanan menggunakan sepeda motor atau mobil setelah itu titip motor di pelabuhan dan segera membeli tiket Kapal Ferry menuju Pelabuhan Poto Tano.
- Bagi yang ingin menggunakan angkutan umum, bisa naik dari Terminal Mandalika, Mataram menggunakan mobil engkel menuju Labuan Lombok atau Pelabuhan Kayangan.
- Bisa juga menggunakan taksi tetapi biaya yang dikeluarkan cukup mahal.
- Jalur : Kota Mataram - Narmada - Kopang - Masbagik - Aikmel - Pringgabaya - Labuhan Lombok - Pelabuhan Kayangan - Pelabuhan Poto Tano - menyeberang ke Pulau Kenawa.
- Jalur : Bandara Internasional Lombok - Praya - Kopang - Masbagik - Aikmel - Pringgabaya - Labuhan Lombok - Pelabuhan Kayangan - Pelabuhan Poto Tano - Pulau Kenawa.
- Rincian biaya transport yang dikeluarkan : Bensin Rp. 20.000,- ,Tiket masuk pelabuhan Rp. 2.000,-, Tiket Kapal Ferry Rp. 20.000,- per orang, untuk motor Rp.54.000,-, Biaya sewa perahu boat Rp.300.000,- per rombongan ( 10 orang ) antar jemput.
- Ini Contact Person perahu boatnya 081909188899 ( Pak Amoy )
- Bagi yang ingin snorkeling diharapkan membawa perlengkapan snorkeling sendiri karena masih jarang yang menyediakan perlengkapan snorkeling disana, bila ada biaya sewanya agak mahal.
- Bulan yang baik untuk menjelajahi Pulau Kenawa yaitu Bulan Juli - September.
- Jangan lupa membawa obat-obatan seperti minyak angin dan autan.

Penulis : Lazwardy Perdana Putra