Thursday, 28 April 2022

Mengenal Lebih Dekat Museum ASI Mbojo Bima : Eks Istana Kesultanan Bima


Datang ke Kota Bima, gak lengkap rasanya bila gak mengunjungi salah satu bangunan bersejarah yang ada di kota ini. Sebut saja Museum ASI Mbojo Bima yang lokasinya gak jauh dari tempat saya menginap. 

Sabtu sore adalah waktu yang pas buat saya datang ke museum ini. Letaknya juga sangat strategis. Jadi gak perlu repot-repot mencari transportasi umum atau online. Tinggal berjalan kaki menuju arah Alun-Alun Kota Bima, kita sudah bisa melihat dari jauh bangunan dari Museum ASI Mbojo ini yang berada di sebelah timur dari Alun-Alun Kota Bima. 



Sesampainya di depan pintu gerbang museum, saya melihat salah seorang penjaga di loket tiket masuk. Saya pun bertanya apakah museum Hari Sabtu buka untuk umum atau gak. Ternyata hari itu saya beruntung sekali. Museum dibuka sampai jam lima sore. Lihat jam tangan, waktu masih jam empat sore. Masih ada waktu satu jam untuk berkeliling di luar dan dalam bangunan museum. 

Saya waktu itu membayar tiket masuk 2 ribu rupiah saja. Setelah mendapatkan ijin masuk, saya langsung berjalan ke sisi barat bangunan museum. Penampakan bangunan museumnya kece banget. Perpaduan antara bangunan Eropa dan Bima. Taman di sekitar bangunan museum juga cukup terawat. Jadi penasaran ingin melihat di dalam ada apa saja ya ?. 

ASI Mbojo atau Istana Bima merupakan istana peninggalan Kesultanan Bima. Istana ini terletak di Jalan Sultan Ibrahim no.2, Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. ASI Mbojo saat ini sudah beralih fungsi menjadi museum dan diberi nama Museum ASI Mbojo. Bangunannya masih terlihat anggun meskipun telah berumur ratusan tahun. Di masa lalu, bangunan ini gak hanya sebagai pusat pemerintahan saja melainkan sebagai kediaman serta lambang identitas sebuah bangsa. Dari beberapa artikel yang saya pernah baca, di istana ini bendera merah putih pertama kali dikibarkan di Bima.

ASI Mbojo dibangun pada abad ke-19. Tapi pada tahun 1927, bangunan aslinya dibongkar karena sudah gak layak lagi digunakan. So, dibangun bangunan istana yang lebih besar dari sebelumnya pada tahun 1930. Sultan Bima yang melaksanakan pembangunan istana ini yaitu Sultan Ibrahim dan Sultan Muhammad Salahudin. 



Istana Bima merupakan bangunan yang bergaya campuran Mbojo dan Eropa. Perancangnya yaitu Rahatta, seorang arsitek kelahiran Kota Ambon yang sengaja didatangkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda ke Bima. Untuk dapat terselesaikan dengan segera, Rahatta dibantu oleh Bumi Jero Istana sampai selesai pada tahun 1929. Pembangunan dapat terselesaikan dalam waktu tiga tahun. 

Istana ASI Mbojo merupakan bangunan permanen yang memiliki dua lantai. Arsitekturnya merupakan perpaduan arsitektur asli Bima dan Belanda. Pembangunan dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat. Untuk biaya pembangunan berasal dari anggaran belanja kesultanan. Bangunan istana diapit oleh dua pintu gerbang timur dan barat yang dijaga oleh pengawal kesultanan pada masa itu. Konsep dari bangunan itu hampir sama dengan bangunan istana lain di tanah air yang menghadap ke arah barat.



Apa saja ya ada di dalam bangunan museum ?. Saya pun berjalan memasuki museum. Terlihat di depan teras depan, ada sekelompok siswi yang sedang latihan tari. Saya kurang tau tarian apa, yang jelas dari musiknya yaitu tarian khas Bima. Gerakannya juga sangat bagus apalagi yang nari guys, hahaha

Gak terbuai melihat yang latihan menari, saya segera masuk ke dalam. Terlihat banyak sekali pajangan foto-foto di dinding ruangan. Foto-foto ini menceritakan perjalanan panjang masa kejayaan Kesultanan Bima di masa lalu. Di salah satu dinding terdapat nama-nama raja dan sultan pertama sampai terakhir yang menjabat tahun 1951. 

Terlihat lantai dan dinding ruangan cukup terawat dan bersih sekali. Bener saja, memasuki area ruangan saya merasakan suasana yang berbeda yaitu hening dan sunyi. Namanya juga bangunan jaman dulu. Untungnya disini masih ada beberapa orang yang berada di dalam ruang. Jadi gak sendirian. Horor juga kalau jalan sendirian memasuki ruang per ruang. Ada beberapa kamar juga, salah satunya kamar Bung Karno yaitu Presiden RI yang pertama.

Saya hanya berdiri di depan pintu yang memang dibuka. Saya melihat ada beberapa perabotan yang masih terawat seperti tempat tidur dengan kelambunya, meja kerja kayu, lemari dan beberapa foto yang tergantung di beberapa sisi kamar. Dari beberapa artikel yang baca, dulu kalau presiden atau pejabat negara datang ke Bima. Menginapnya di Istana ASI Mbojo Bima. 




Btw, sempat merinding juga kalau datang sendirian kesini. Disini saya gak menakut-nakuti siapapun, tapi yang saya rasakan kemarin demikian. Saran saja, kalau mau kesini ya bareng temen biar ada nemenin ngobrol. Sebenarnya disini ada tour guidenya yang menjelaskan sejarah ASI Mbojo tapi gak tau pas saya kesana gak ada salah satu petugas. Apa mungkin sudah sore kali ya ?. Jadi beberapa pegawai museum sudah pulang. 

Setelah mengexplore lantai pertama museum ini, saya melanjutkan menaiki anak tangga yang terbuat dari kayu kokoh menuju lantai dua. Disini saya melihat beberapa peninggalan bersejarah yang disimpan. Seperti senjata, pakaian adat kerajaan Bima dan lain sebagainya. Di lantai ini lebih sunyi dan hening. Wah, kebayang kan sensasinya berada seorang diri di lantai dua. Mana ada patung-patung pula. Horor dikit sih, tapi Alhamdulillah gak terjadi apa-apa selama saya mengexplore museum ini. 



Hari semakin sore, cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan juga semakin sedikit. Suasana juga sudah mulai lebih hening dari sebelumnya. Saatnya saya berjalan ke luar menuju pintu teras depan. Masih tampak para siswi yang sedang latihan tari. Saya pun gak lupa mendokumentasikannya. 

Sebelum meninggalkan area museum, saya menyempatkan berkeliling di taman museum. Ada beberapa buah meriam yang masih terawat di depan museum. Tanaman juga sangat beragam. Rerumputan yang hijau dan rapi menggoda saya untuk duduk sejenak menikmati penampakan bangunan  ASI Mbojo Bima yang sudah berubah fungsi menjadi museum. Saya membayangkan kehidupan jaman dulu di istana ini. Jauh dari kehidupan serba modern seperti sekarang.

Di seberang museum, tampak para warga yang sedang asyik bersantai di Lapangan Serasuba. Dulunya lapangan ini digunakan untuk latihan para prajurit atau tentara pada masa itu. Sekarang Serasuba difungsikan untuk tempat bermain, berolahraga dan bersantai warga Kota Bima dan sekitarnya. Disini juga kita gak khawatir kelaparan dan kehausan. Banyak sekali para penjual makanan dan minuman disini. Ada jual Gado-Gado Madura yang super enak itu lhoo disini. Kok jauh bener ya dari Madura ? Hehehe.

So, saya merasa senang bisa ke Museum ASI Mbojo Bima karena saya bisa belajar sejarah dari Kerajaan Bima pada masa lalu. Untuk kesannya sih agak sedikit serem buat saya pribadi saat berada di antara ruang di dalam museum. Bener-bener bangunan yang klasik nan anggun. Bukannya saya menakut-nakuti tapi memang benar rasanya agak sedikit merinding. Tapi namanya kita hidup berdampingan dengan makhluk lain di dunia ini. Jangan takut karena kita beda alam. Itu saja ! Asyiiik. 

Over all, saya sangat mengagumi bangunan Museum ASI Mbojo Bima ini. Salut sama pemerintah setempat yang merawat dan menjaga cagar budaya yang menjadi saksi sejarah kejayaan Kerajaan Bima pada masa lalu. 

Di penutup cerita mengexplore Museum ASI Mbojo, saya ingin mengingatkan kepada generasi muda bahwa janganlah lupa sama sejarah karena bangsa yang besar yaitu bangsa yang gak lupa dengan sejarahnya ! Asyiiik. 

Oke itu dia sedikit cerita tentang Museum ASI Mbojo, untuk lebih lengkap dan jelasnya info tentang museum ini. Kalian bisa kunjungi website resmi dari Pemerintah Kab.Bima. Disana dijelaskan secara detail profil museum ini. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Friday, 15 April 2022

Nongkrong Sambil Ngopi Sore di Kota Bima : Royal Coffee


Beberapa hari berada di Kota Bima, sejauh ini saya cukup merasa nyaman dan senang. Apalagi di kota ini banyak sekali tempat kuliner dan nongki. Jadi kalau pengen nongkrong sambil makan dan ngopi gak bingung. 

Sejak hari pertama di Kota Bima, pikiran saya langsung mencari dimana tempat ngopi yang asyik. Buka-buka google maps, eh ternyata di kota ini ada beberapa kedai kopi gitu tapi jumlahnya gak terlalu banyak. Gak apa-apalah, yang penting ada. Sebenarnya sih ada tempat yang bikin saya penasaran pengen datangi, tapi lokasinya yang cukup jauh dari penginapan. So, saya urungkan buat kesana. Next time, jika ke Bima lagi bakalan datang ke lokasi yang dimaksud. Viewnya katanya kece, bisa liat Teluk Bima dari atas bukit. Hmmmm...kita lupakan dulu.

Kali ini ada sebuah kedai kopi instagrammable yang lokasinya dekat dengan penginapan dan lokasinya sangat terjangkau. Pas liat di akun instagramnya lumayan asyik buat nongkrong sambil ngopi disana. So, saya putuskan untuk menghabiskan waktu sore disana saja sebelum keesokan harinya balik ke Lombok.



Sore hari sehabis mandi dan rapi-rapi, saya keluar penginapan dengan berjalan kaki. Dengan membawa tas kecil yang isinya kamera DSLR dan barang wajib lainnya seperti dompet dan handphone, saya berjalan menuju arah Alun-Alun Kota Bima. Suasana sore itu cukup ramai oleh kendaraan yang lalu lalang. Saya pun sengaja berjalan pelan agar dapat menikmati setiap sudut dari kota ini.

Saat itu di Bima lagi musim groso atau bahasa Indonesianya Buah Srikaya. Bagi yang doyan buah berdaging empuk dan berbiji banyak ini pasti kalau melihat banyak pedagang groso, wajah langsung sumringah. Kalau saya sih gak terlalu doyan sama buah ini, tapi kalau makan ya suka. Sore itu di dekat pasar yang saya lewati, banyak sekali para ibu-ibu yang berjualan buah srikaya. Deretan bakul pun memenuhi pinggiran jalanan pasar dan pertokoan di kota ini. Disini yang berjualan ibu-ibu semua. Emang strong nih emak-emak !.



Gak terlalu jauh berjalan kaki, saya pun sudah tiba di Alun-alun Kota Bima. Disini sudah ramai sekali oleh warga yang sedang asyik bersantai sambil menikmati suasana sore. Para pedagang kaki lima juga sudah banyak yang menggelar lapak. Saya pun melanjutkan berjalan kaki ke arah Museum ASI Mbojo Kota Bima yang dulunya merupakan bangunan Kesultanan Bima. Next time, kita akan bercerita tentang museum bersejarah ini ya !. 

Sekitar lima puluh meter berjalan kaki dari museum, sampailah kita di sebuah kedai kopi yang menjadi tujuan utama saya. Sebut saja Royal Coffee. Kedai kopi yang berada di Jalan Soekarno Hatta, sebelah timur Lapangan Merdeka Serasuba yang bersebelahan dengan Alun-Alun Kota Bima.

Sepertinya asyik ngopi sambil duduk manis menikmati suasana sore hari di Kota Bima. Pengunjung juga belum terlalu ramai. Hanya ada beberapa anak-anak muda yang sedang nongkrong di kedai kopi ini (termasuk saya anak mudanya,hehehe).




Tempatnya cukup nyaman. Ada beberapa meja dan kursi yang berada di dalam maupun luar ruangan. Disini gak ada ruang ber-AC lhoo ya. Harap bersabar !. Saya memilih duduk di luar ruangan saja. Persis di sebelah jalan yang menghadap ke Lapangan Merdeka Serasuba. Menurut saya cukup asyik duduk disini. Bisa melihat aktivitas warga kota dan lalu lalang kendaraan bermotor. Sore itu Kota Bima cukup ramai dengan kepadatan kendaraan. Apalagi menjelang malam mingguan, anak-anak muda pasti banyak yang memilih berkumpul bersama teman-teman sambil menghabiskan waktu di akhir pekan.

Di Royal Coffee ada berbagai macam minuman antara lain Coffee, non Coffee dan Soda. Saya lihat ada berbagai macam jenis perkopian disini beberapa diantaranya ada Kopi Sembalun, Kopi Toraja, Kopi Kintamani dan lain sebagainya. Untuk makanannya ada makanan berat dan ringan. Sayangnya saya gak memesan makanan karena pengen makan sesuatu di luar nantinya,hehehe. So hanya cukup menikmati ice coffee saja biar suasana hati dan pikiran kembali adem,Asyiiik.



Kopi yang saya pesan disini yaitu Royal Ice Coffee yang merupakan campuran kopi susu dengan gula aren. Salah satu kopi favorit saya nih. Udara yang masih panas di Kota Bima, pasnya minum yang dingin-dingin seperti minum ice coffee biar suasana hati dan pikiran kembali jernih lagi karena yang namanya kopi itu bisa buat mood kita kembali baik. 

Over all, untuk pelayanan di Royal Coffee lumayan baik. Para karyawan disini cukup ramah, tapi untuk lama tunggu pesanan menurut saya cukup lama ya. Hanya sekedar pesan Royal Ice Coffee butuh waktu lebih lima belas menit. Disamping gak banyak pesanan lain yang ada saat itu. Mungkin kedepannya kecepatan pelayanan lebih ditingkatkan lagi. Tempatnya juga sudah cukup baik dan nyaman. Sayangnya gak ada ruangan ber-AC. Cocok nih dibuatkan ruangan adem di tengah panasnya Kota Bima. 

Sambil menikmati Royal Ice Coffee, gak lupa juga mendengarkan lagu-lagu hits yang diputar di kedai kopi ini. So, buat kalian yang datang ke Kota Bima, jangan lupa mampir di Royal Coffee ya. Buka dari pukul 15.30 WITA sampai 23.00 WITA setiap harinya. Buat yang masih kepo, bisa kunjungi akun instagramnya di @royalcoffee_id

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday, 26 March 2022

Menikmati Sunset dari Masjid Terapung Amahami : Pantai Amahami Kota Bima


Lokasi pertama yang saya kunjungi di Kota Bima yakni Masjid Terapung Amahami. Letaknya berada di pinggir Pantai Amahami, Kota Bima. Kenapa dinamakan masjid terapung ?. Karena masjid ini dibangun di atas air seperti masjid yang terapung di permukaan air. 


Hari kedua berada di Kota Bima saya berpikir, "mau kemana jalan-jalan ya sore gene ?". Buka google maps, ada beberapa tempat yang asyik buat dikunjungi. Tapi saya lebih tertarik untuk mengunjungi salah satu pantai yang bernama Pantai Amahami yang lokasinya gak jauh dari penginapan.


Sore itu kebetulan sudah gak ada kerjaan. Jadi agak santai dan bisa jalan-jalan. Kali ini saya pengen jalan sendiri dulu biar lebih maksimal menikmati Kota Bima di sore hari. Setelah mandi dan menyiapkan kamera kesayangan, saya langsung memesan Grab via aplikasi. Di Kota Bima sudah ada ojek online lhoo tapi baru Grab saja. Yang lainnya belum ada. Dapetin drivernya juga gak lama. Buka aplikasi, ketik mau kemana dan dijemput dimana, langsung ada drivernya. Kali ini saya pake yang bike alias motoran saja biar lebih murah. 





Setelah dijemput sama bapak ojol, kami langsung tancap gas ke Pantai Amahami. Sambil duduk di belakang bapak ojol, saya melihat-lihat suasana sore hari di pusat Kota Bima. Ramai juga ya di kota yang terkenal dengan sebutan Kota Tepian Air ini. Banyak lalu lalang kendaraan bermotor, banyak persimpangan jalan, pertokoan, melewati taman mirip seperti alun-alun, melewati Terminal Dara yang merupakan terminal besar tempat berkumpulnya bus-bus dengan tujuan Bima-Mataram. Kapan-kapan kita spoting bus di terminal ini.


Kota Bima merupakan kota terbesar kedua setelah Kota Mataram di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Yang paling saya suka dari kota ini yaitu kotanya berada di pinggiran teluk lhoo. Makanya disebut Kota Tepian Air. Jadi kalau ke Kota Bima, kalian gak bakalan bingung mau kemana. Salah satu spot terbaik buat menikmati sunset ya di kota ini.


Kurang lebih lima menitan, saya sudah sampai di depan sebuah taman yang cukup tertata rapi. Banyak pengunjung dan pedagang kaki lima disini yang saya lihat. Btw, saya sudah berada di Pantai Amahami, duh senang sekaleee !. Setelah turun dari motor dan bayar ojol sebesar sepuluh ribu saja, saya berjalan kaki sambil cuci mata di pantai ini. Gak seperti pantai-pantai yang memiliki deburan ombak dan pasir putih yang pernah saya kunjungi. Tapi Pantai Amahami seperti sebuah taman yang memiliki panorama teluk dengan view yang kece. 


Nongkrong dulu sambil memesan kopi hangat dan duduk menghadap ke Teluk Bima. Disini saya sangat terkesan dengan Masjid Terapung Amahami Bima. Tepat di depan saya duduk, berdiri sebuah masjid terapung yang bisa dibilang sangat menarik buat dibahas. Melihat Masjid Terapung Amahami ini, saya jadi teringat dengan salah satu pantai yang pernah saya kunjungi beberapa tahun yang lalu bernama Pantai Losari, Makassar. Dari landmarknya sangat mirip sekali dengan yang ada di Pantai Losari. Apa ada hubungannya masjid ini dibangun mirip seperti yang ada di Pantai Losari, Kota Makassar ?. 


Biar lebih jelas dan gak kepo lagi. Yuuk kita cerita sedikit tentang asa-muasal Masjid Terapung Amahami Bima dibangun !.







Masjid Amahami atau biasa disebut Masjid Terapung Amahami beralamatkan di Jalan Sultan Muhamad Salahuddin, Kota Bima. Kurang lebih lima belas menit dari Bandara Sultan Muhamad Salahuddin Bima dan lima ratus meter dari Terminal Dara, Kota Bima.


Masjid Terapung Amahami selesai dibangun pada akhir tahun 2017 lalu dan diresmikan pada tanggal 10 April 2018 oleh Walikota Bima; Bapak M. Qurais H.Abidin. Karena bentuk bangunannya yang unik dan menarik perhatian dari kejauhan. Dari informasi yang dipercaya, desain bangunannya merupakan hasil karya dari tim Universitas Petra Surabaya yang mendapat kepercayaan langsung dari Pemda Kota Bima. 


Desain Masjid Amahami ternyata juga mengandung makna khusus. Masyarakat Bima memiliki filosofi kepemimpinan yang dinamakan Nggusu Waru dan Uma Lengge. Dua unsur ini menjadi desain dasar masjid terapung dan dipadukan dengan desain bintang Al-Quds, simbol terkenal dalam ajaran Islam.


Di bagian kisi-kisi masjid diberi detail ornamen khas Bima yaitu Bunga Satako yang memiliki arti bunga setangkai. Filosofinya, seseorang harus bisa memberi kebaikan di keluarga maupun di masyarakat sekitar seperti bunga yang menyebarkan aroma harum di sekelilingnya. So, harapannya Masjid Amahami mampu menarik minat masyarakat dari Sabang sampai ke hatimu 'eh salah', ke Merauke maksudnya untuk datang ke Bima. 


Daya tarik bangunan dan lokasi yang strategis dari Masjid Amahami ini memang menjadi destinasi wisata favorit yang ada di Bima. Di medsos sudah banyak sekali berjamuran foto-foto kece masjid terapung satu ini. Yang saya suka dari desain masjid ini yaitu terkesan futuristik karena bagian atapnya berujung tajam. 






Yang buat saya selalu kangen sama Masjid Terapung Amahami yaitu moment sunsetnya. Disinilah tempat terbaik untuk menikmati sunset di Kota Bima. Apalagi masjid ini berada dalam satu kawasan dengan Pantai Amahami dengan view Teluk Bima dan perbukitan nan indah yang memanjakan mata. Bagi siapa saja yang datang ke Kota Bima dan menikmati senja disini, bakalan dibuat jatuh cinta dan pengen balik lagi ke Kota Bima. 


Gak terasa waktu sudah beranjak ke magrib. Adzan terdengar dari sela-sela toa masjid. Waktunya kami untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu Shalat Magrib berjamaah. Segera saya berjalan menuju masjid untuk mengambil air wudhu dan bersiap untuk shalat. Selesai wudhu, saya berjalan ke dalam masjid. Masjidnya terbilang cukup luas. Suasananya juga sangat tenang dan nyaman. Dari dalam masjid saya masih dapat menikmati indahnya langit yang berwarna kemerahan. Pengalaman pertama shalat di Masjid Terapung Amahami. Btw, selesai melaksanakan shalat magrib berjamaah, saya kembali ke penginapan untuk bergabung dengan teman lainnya untuk makan malam bersama.


Cerita dari Kota Bima episode Masjid Terapung Amahami saya cukupkan sampai disini dulu. Tapi jangan kecewa dulu karena ceritanya pendek. Next ada episode selanjutnya masih tentang Kota Bima yang dalam waktu dekat ini saya selesai tulis. Jaga kesehatan dan paket internet untuk mampir di blog yang gak jelas ini. hehehe. See You !.


Saturday, 12 March 2022

Menikmati Penerbangan Satu Jam dari Lombok ke Bima

Lagi-lagi terbang dadakan. Saya diinfokan ada tugas dinas ke Pulau Sumbawa dua hari sebelum keberangkatan. Kali ini tugasnya ke Kab.Bima dan Kota Bima. Seperti mimpi saja, baru seminggu yang lalu saya ngobrol bareng istri kalau pengen shalat di Masjid Terapung Amahami, Kota Bima. Eh, keinginan saya dikabulkan sama yang di atas. So, jadilah berangkat ke Bima naik pesawat. Hmmmm, sebenarnya pengen melalui darat biar bisa menikmati perjalanan. Tapi sudah dikasi rezeki pakai pesawat ya diterima saja. Maklum saja, ini pertama kalinya saya ke Bima.

Kali ini berada di Kota Bima agak lama yaitu lima hari. Bisa nih disela-sela kesibukan urusan kerjaan, jalan-jalan keliling Kota Bima sambil kulineran. Ninggalin anak istri buat sementara demi sesuap nasi, Asyiik. 

Di hari keberangkatan, segala kebutuhan selama di Kota Bima sudah disiapkan. Menuju ke Bandara BIZAM (BIL) dengan ojek online. Ada sedikit kendala disaat ke bandara, ternyata di pertengahan perjalanan motor ojeknya mogok alias gak bisa hidup. Mencoba tetap tenang dan memastikan apakah bisa lanjut ke bandara. Kasian juga sama tukang ojek onlinenya, tapi jengkel juga karena masnya masih aja memaksakan buat jalan padahal motornya bermasalah. Untungnya saya ambil keputusan buat nyari taksi dan gak lama taksi yang saya pesan melalui aplikasi segera tiba. Jadi kekhawatiran tertinggal pesawat pupus juga. 


Sesampai di bandara, kedua teman sudah menunggu di ruang tunggu penumpang. Saya pun langsung mengontak adek yang kebetulan lagi tugas saat itu. Untungnya lagi, sudah check in sebelumnya. Sudah aman pokoknya. Saya pun bergegas berjalan menuju ruang tunggu penumpang. Saat itu suasana bandara masih sepi. Jadwal penerbangan kami ke Bima jam setengah sebelas menggunakan maskapai Wings Air ATR 72-500 dengan nomor penerbangan IW 1878. So, masih ada waktu setengah jam lagi.

Sesampai di ruang tunggu, kedua teman yang dimana ada dokter Art dan Mbak Meta sudah sampai terlebih dahulu. Kami bertiga bersama penumpang lainnya duduk santai sejenak di kursi yang lumayan empuk. Melihat dari kejauhan beberapa pesawat sudah terparkir. Jam tangan sudah menunjukkan jam sepuluh pagi. Sebentar lagi pesawat yang akan menerbangkan kami ke Bima mendarat, itu terlihat dari aplikasi flight radar di handphone.

Ini kedua kalinya saya terbang selama pandemi Covid-19 yang sebelumnya terbang ke Sumbawa Besar menggunakan maskapai yang sama yaitu Wings Air ATR 72-500 beberapa bulan yang lalu. Untuk ceritanya ada saya taruh linknya di bawah ini ya !.

baca juga disini ---> Terbang Perdana ke Sumbawa bersama Wings Air


Lanjut !. 

Asyik duduk sambil sandaran di kursi ruang tunggu, akhirnya pesawat kami tiba. Gak lama kemudian seluruh penumpang Wings Air dengan nomor penerbangan IW 1878 jurusan Bandara Sultan Muhammad Salahudin, Bima dipersilahkan menuju pesawat. Kami segera berjalan ke gate 4 untuk pengecekan terakhir. Gak lupa menggunakan masker KN95 biar aman selama penerbangan. Gak ada halangan hingga pengecekan tiket. Saya bersama penumpang lainnya berjalan menuju pesawat. Cuaca pagi ini cukup panas. Lumayan nih panas-panasan jalan kaki sekitar seratus meter menuju pesawat. 

Terlihat dari penampakan body pesawatnya sih cukup oke. Cat liverynya masih kinclong. Kalau gak salah umur pesawatnya sekitar sepuluh tahunan (koreksi bila keliru). Gak tua-tua amat alias masih muda,hehehe. Yang unik kalau terbang dengan pesawat jenis ATR 72-500 ini, kita masuknya lewat pintu belakang karena gak ada pintu di bagian depan seperti Boeing atau Airbus. Untuk pintu bagian depan yaitu pintu untuk ruang bagasi. Memasuki dalam kabin pesawat, kami disambut oleh pramugari berseragam rapi serba merah dengan rok mini dan stoking kaki berwarna hitam khas dari pramugari Wings Air. 


Saya pun mencari seat sesuai yang tertera di tiket yaitu 18A. Asyik nih duduk di pinggir jendela. Tapi tiba-tiba dokter Art minta duduknya tukeran sama saya. Yah, gak apa-apalah ngalah sama senior. Hehe. Untungnya ada seat paling belakang yang kosong nih. Inceran saya kalau nanti gak ada penghuninya.

Persiapan untuk take off, pramugari mendemokan aturan keselamatan dalam penerbangan. Pengumuman dari captain pilot bahwa cuaca selama penerbangan cerah. Sekitar jam sepuluh empat puluh lima menit ,pesawat berjalan menuju runway dan seluruh penumpang duduk dengan sabuk pengaman di seat masing-masing. 

Pesawat segera berjalan maju untuk lepas landas. Take off berjalan dengan mulus. Pesawat sudah terbang di atas Pulau Lombok menuju ke arah timur. Ini yang saya suka bila terbang ke arah timur. Kita bisa melihat view yang sangat kece dari atas pesawat. Deretan pulau-pulau kecil berpasir putih dengan lautan yang berwarna hijau tosqa. Deretan perbukitan hijau bila musim penghujan dan apabila musim kemarau, tampak terlihat perbukitan yang cokelat gersang khas Indonesia bagian tengah dan timur.



Kecenya lagi dalam penerbangan ke Bima, kita bakalan dimanjakan oleh penampakan Gunung Rinjani yang berada di Pulau Lombok, deretan pulau-pulau kecil di Selat Alas yang memisahkan Pulau Lombok dengan Pulau Sumbawa, Pulau Moyo, Teluk Saleh, Gunung Tambora yang berada di Pulau Sumbawa. 

Penerbangan menuju Bima memakan waktu satu jam dengan ketinggian jelajah empat belas ribu kaki di atas permukaan laut. Saya pun sangat menikmati penerbangan pertama saya ke Bima. Duduk di seat paling belakang pinggir jendela yang kebetulan kosong. Sambil melihat keluar jendela, gak lupa saya mengabadikan setiap moment dengan mengambil foto.

***


Gak terasa penerbangan sudah memakan waktu satu jam kurang. Pramugari mengumumkan pesawat segera landing di Bima. Duduk di sandaran kursi sambil melihat ke luar jendela, perbukitan hijau dan lautan biru.

Lima belas menit sebelum landing, ada sedikit insiden. Pesawat mengalami turbulance di atas Kabupaten Dompu. Kata orang yang sudah biasa terbang ke Bima. Di sekitar sini memang sering terjadi turbulance. Saya yang jarang sekali merasakan turbulance yang cukup kencang, sempat pucet dan terdiam. Oh My God, begini rasanya terguncang di dalam kabin pesawat. Syukurnya guncangan gak terlalu lama. Saat pesawat sudah keluar dari kumpulan awan tebal, sudah terlihat runway Bandara Sultan Muhammad Salahudin Bima dari kejauhan. 



Pesawat berbelok mengarah ke runway dan bersiap untuk landing. Kiri-kanan terlihat tambak Ikan Bandeng dan garam yang menjadi khas dari Kab.Bima. Alhamdulillah, ban pesawat sudah menyentuh aspal runway dan pesawat mendarat dengan mulus dan selamat. Waktu menunjukkan jam dua belas kurang sepuluh menit siang, kami sudah tiba di Bandara Sultan Muhammad Salahudin Bima yang berada di Belo, Kec.Palibelo, Kab.Bima atau sekitar 25 km dari pusat Kota Bima. 

Gedung bandaranya baru saja direnovasi. Tampak terlihat lebih modern tanpa menghilangkan kekhasan dari bangunan tradisional Bima. Menurut informasi yang sudah saya baca, Bandara Sultan Muhammad Salahudin Bima ini diambil dari nama sultan terakhir dari Kerajaan Bima. Bulan Oktober tahun 2021 lalu, gedung bandara barunya baru saja diresmikan. Bandara ini juga sudah memperpanjang runway dengan panjang 2.200 meter atau 2,2 km dengan lebar 30 meter. So, untuk pesawat Boeing 737 seperti maskapai Nam Air, bisa mendarat di bandara ini. 





Setelah turun dari pesawat sinar matahari yang menyentuh kulit terasa lebih panas. Udara juga lebih panas dari biasanya. Tapi gak masalah karena yang seperti ini saya suka. Ini baru mengexplore Bima. Saya bersama penumpang lainnya berjalan menuju ruang kedatangan, saya sempat berkeliling sejenak di sekitaran bandara. Cukup bersih dan wangi, mungkin masih baru kali ya. Bangunan bandaranya terdiri dari dua lantai. Lantai pertama tempat area keberangkatan, counter check in dan area kedatangan. Sedangkan lantai kedua tempat ruang tunggu penumpang. Bandara ini juga ramah dengan disabilitas. Ada tangga dan toilet khusus difabel. Kece banget. Dari bangunan sih saya cukup suka dengan konsepnya.

Bandara ini lebih ramai dibandingkan dengan Bandara Sultan Muhammad Kaharudin,Sumbawa Besar karena di bandara ini ada beberapa rute penerbangan antara lain Bima-Denpasar, Bima-Lombok, Bima-Makassar, Bima-Kupang, Bima-Waingapu dan Bima-Selayar. Maskapainya pun beragam, ada Wings Air, Garuda Indonesia, Nam Air, Susi Air dan TransNusa. Tapi semenjak Covid-19 hanya beberapa rute dan maskapai saja yang masih bertahan yaitu Wings Air.

Cerita jalan-jalan saya sambil bertugas selama lima hari di Kab.Bima dan Kota Bima berawal dari sini. Ditunggu cerita saya selanjutnya selama di Bima on my blog yang pastinya lebih menarik dan seru diikuti. 

*bersambung*

Penulis : Lazwardy Perdana Putra