Saturday 27 June 2020

Melihat Suasana Senggigi Menjelang "New Normal" di Pulau Lombok


Menjelang era New Normal, banyak hal yang sempat tertunda gara-gara Si Covid menyerang kampung kita, akhirnya perlahan-lahan bisa kita lakukan. Seperti bersepeda, joging di pagi hari, ke pasar tradisional dan kegiatan lainnya. Tapi tetap harus dilakukan dengan protokol Covid-19, memakai masker dan jaga jarak dengan orang sekitar. 

Berbicara tentang bersepeda yang menjadi hits saat ini, banyak yang berbondong-bondong membeli sepeda. Selain trend memakai masker dan face shield, bersepeda juga sudah mulai trend dan menjadi primadona.

Saya kurang tau sejak kapan trend ini muncul. Yang jelas dalam sebuah artikel yang mengatakan bersepeda mampu menangkal virus yang namanya Covid-19 dari tubuh kita. Mungkin maksud dari artikel tersebut, dengan berolahraga seperti bersepeda, mampu meningkatkan daya tahan tubuh dan gak gampang terserang virus atau penyakit. Apapun itu, virus bersepeda sepertinya mampu mengalahkan Covid-19. Itu menurut saya sih. 

Ngomong-ngomong soal bersepeda (gowes), saya ingin menunjukkan ke kalian jalur gowes yang menjadi favorit warga Kota Mataram dan sekitarnya, termasuk saya juga.Bisa dibilang ini jalur paket komplit untuk para goweser pemula atau profesional.






Berhubung sudah lama banget saya gak ke daerah Senggigi. Ingin rasanya bergowes kesana. Itung-itung uji kemampuan lagi menaklukkan jalur tanjakan yang penuh dengan keeksotisan perpaduan bukit dan pantainya. Gimana ya suasana Senggigi disaat pandemi Covid-19. Beberapa teman yang bekerja di hotel sekitaran Senggigi pernah curhat ke saya kalau sekarang hotel mereka hampir tutup dan karyawannya banyak yang dirumahkan karena gak ada tamu. Untung saja sekarang, sudah mulai ada tamu yang menginap. Itupun mereka ada urusan bisnis dan hal yang mendesak. 

Si Gebleks (sepeda kesayangan) sudah ready nih. Cek kedua ban, rantai, botol minum, helm, masker, sarung tangan dan yang terpenting ngisi tenaga dulu buat mengayuh dengan jarak tempuh sekitar 20 kiloan. Setelah semua siap, berangkat kita.

Cekibrooott !!!

Sekitar jam enam pagi, saya dan Si Gebleks mulai jalan. Istri dan si kecil masih tertidur pulas di kamar. Langit sudah mulai terang, udara pagi yang sangat sejuk. Hari Minggu yang sangat indah. 

Setelah keluar dari kompleks rumah, di sepanjang jalan saya banyak melihat warga kota yang bersepeda. Dari anak kecil sampai orang tua banyak yang bersepeda menuju arah Senggigi. Saya gak sendirian, banyak temen gowes ke Senggigi. 

Mengayuh sepeda dengan santai dulu. Itung-itung pemanasan biar kaki gak kram di tengah jalan. Setelah memasuki daerah Batulayar yang memiliki jalur yang menanjak, saya harus mengatur posisi gear belakang dan depan biar mulus nanjaknya. Beruntung kondisi Si Gebleks masih topcer nih. Gak rewel alias bandel. Tanjakan pertama dilewati dengan mulus. Saya menyempatkan untuk berinstirahat sejenak sambil menikmati pemandangan pantai dan perbukitan di Tanjakan Batulayar. 

Setelah beristirahat kurang lebih sepuluh menit, saya melanjutkan perjalanan ke tanjakan selanjutnya. Tanjakan kedua gak begitu terjal dibandingkan yang pertama. Namanya Tanjakan Batubolong. Disini ada sebuah pura bernama Pura Batubolong yang menjadi tujuan wisata di Lombok. Tempat sembahyangan umat Hindu ini memiliki keunikan yaitu Pura yang berada di pinggir pantai. Tulisannya pernah saya posting di blog ini. Di Tanjakan Batubolong saya gak berhenti dan memilih melanjutkan perjalanan. 





Gak jauh dari Tanjakan Batubolong, saya sudah tiba di tanjakan ketiga atau Tanjakan Senggigi. Bagi saya ini tanjakannya paling terjal. Memilki kemiringan sekitar 45 derajat dan menguras tenaga. Saya memilih gear depan nomor 1 dan belakang nomor 3. Ini posisi gear yang ternyaman buat saya. Di Tanjakan ini, banyak sekali para goweser yang beristirahat karena memang ini tanjakan yang benar-benar menguras tenaga. Tapi saya memilih melanjutkan perjalanan setelah berhasil melewati tanjakan ketiga. 

Bisa baca ini juga : Gowes ke Pantai Senggigi

Setelah tanjakan ketiga, sampailah saya di Senggigi. Lihat jam tangan,,waktu menunjukkan jam tujuh pagi. Disini banyak sekali hotel-hotel dari bintang tiga sampai lima berjejeran. Pusat keramaian di daerah Senggigi. Biasanya kalau pagi banyak bule-bule dan wisatawan lainnya yang berjalan kaki sepanjang kawasan Senggigi. Tapi saat itu, sepi banget. Sedih lihat Senggigi sepi begini. Semoga setelah wabah ini pergi dari Indonesia, dunia pariwisata khususnya Lombok dan Sumbawa kembali pulih.  

Kalian sudah tau kan Senggigi ?. Senggigi merupakan daerah di Kabupaten Lombok Barat yang memiliki deretan pantai yang sangat kece. Gak hanya pantai-pantai saja, disini juga merupakan tempat menginap terbaik di Pulau Lombok selain di Gili Trawangan dan Pantai Kuta Mandalika. Bagi kalian yang berencana ke Pulau Lombok dalam waktu dekat ini, wajib hukumnya  mengexplore destinasi yang ada di Senggigi. Senggigi juga terkenal dengan keindahan sunsetnya. Surganya para wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang sedang berlibur ke Pulau Lombok. 







Setelah melewati pusat keramaian Senggigi, saya melanjutkan perjalanan ke Tanjakan selanjutnya. Namanya Tanjakan Sheraton karena di bawah tanjakan ini ada sebuah hotel bintang lima bernama Sheraton Hotel. Tanjakannya lumayan terjal sama seperti Tanjakan Senggigi. Di atas tanjakan ini viewnya kece habis. Disini kita bisa melihat Pantai Senggigi dari atas Bukit Senggigi. Kalau sore hari sampai malam, banyak para pedagang jagung bakar yang berjejeran disini. Tempat nongkrong sambil ngopi juga tempatnya disini. Disini saya memilih untuk beristirahat sejenak mungkin agak lama karena ingin berlama-lama menikmati suasana Senggigi dari atas bukit.

Semakin siang para goweser semakin ramai yang beristirahat di atas Bukit Senggigi. Saya rencananya pengen lanjut ke Kerandangan sampai Pantai Klui sana, tapi tenaga hari itu cukup terkuras. So, saya memutuskan untuk sampai di Bukit Senggigi saja sambil nongkrong menikmati keindahan pemandangan Senggigi di pagi hari. Sinar mentari perlahan-lahan muncul dari balik perbukitan. Cahaya yang hangat serta udara yang sangat sejuk. 

Gak terasa waktu sudah menunjukkan jam sembilan pagi. Saatnya balik ke rumah karena istri sudah menyiapkan sarapan pagi. Kurang lebih tiga jam waktu tempuh gowes ke Senggigi (pulang pergi) dari rumah. Cukup menyegarkan, keringat juga cukup banyak yang keluar. 

Cara bahagia yang sederhana bisa kita lakukan dengan cara berolahraga seperti bersepeda. Biar imun kita tetap terjada dan mood juga kembali baik. Kalau hati bahagia, imun juga bertambah dan mood juga akan kembali baik. Ini salah satu cara untuk melawan wabah Covid-19. Gak hanya berdiam diri di rumah saja, tapi kita harus melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat.

Tapi harus tetap menjaga diri dengan menggunakan masker bila keluar rumah, mencuci tangan pakai sabun setelah memegang sesuatu, jaga jarak, jaga pandangan juga (liat cewek-cewek maksudnya), mandi sesampai di rumah (habis beraktivitas) dan terpenting selalu bahagia. 

Covid1-19 pasti bisa kita lawan. Pasti bisa !. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday 20 June 2020

Cahaya Warna-Warni Festival of Light di Tanah Blambangan


Berlibur sekaligus berlebaran di Banyuwangi gak hanya mendapat rezeki ngetrip ke Kawah Ijen, Baluran dan Djawatan Benculuk. Tapi libur panjang saya bersama keluarga di Banyuwangi cukup berkesan. Kenapa gak, banyak tempat-tempat kece yang sempat kami explore. Begitu juga tempat yang satu ini, Festival of Light Banyuwangi. Sebuah festival dimana kita akan menikmati indahnya cahaya gemerlap warna-warni dari lampu-lampu dengan berbagai macam bentuk. 

Awalnya saya gak mengetahui ada festival lampu hias semacam ini diselenggarakan tepat saat libur lebaran tahun 2019. Setiba saya bersama keluarga di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Kami langsung menuju Rogojampi, sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Banyuwangi. Kurang lebih setengah jam perjalanan, setelah melewati pusat Kota Banyuwangi, saya melihat di pinggir jalan raya ada sebuah naga raksasa, balon udara dan kawan-kawan. Naganya gak beneran lhoo ya, hanya sebuah lampion yang sengaja dibuat menyerupai naga. Berhubung masih sore, jadi lampu-lampunya belum terlihat. Kalau ada waktu, pengen rasanya datang kesini. 

Berlokasi di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kedayun, Kecamatan Kabat, Banyuwangi. Tepatnya berada di jalur lintas Jember - Banyuwangi. Dengan penataan cahaya lampu yang dipadukan dengan keindahan taman hijau seakan pengunjung yang datang akan merasakan berada di negeri dongeng. Ini dikarenakan di setiap sisi taman dihiasi lampu-lampu cantik berbentuk bunga dan pepohonan yang bersinar indahnya membuat kita selalu betah berada di sekelilingnya. 




Tepat di malam lebaran Idul Fitri, saya mengajak istri dan adek-adek untuk datang ke festival ini. Kalau gak salah, festival ini dibuka di hari biasa (Senin-Kamis) dari jam empat sore sampai sepuluh malam. Sedangkan Hari Jumat - Minggu, dari jam empat sore sampai sebelas malam Enaknya datang pas malam hari, jadi kita bisa melihat dan menikmati warna-warni lampu yang kece habis. 

Dari informasi yang saya dapatkan waktu itu, Festival of Light Banyuwangi diselenggarakan selama libur lebaran 2019, tepatnya selama 48 hari. Penggagasnya yaitu dari Management Taman Pelangi, PT Cikal Bintang Bangsa. Dengan bertemakan "Sensation of Playing", para pengunjung akan dimanjakan oleh berbagai wahana yang sangat menarik. 

Ada lampu berbentuk naga berwarna kuning dengan ekor merahnya, ada beruang putih, bunga-bunga dan masih banyak lainnya. Untuk harga tiket masuk, setiap pengunjung dikenakan biaya 25 ribu per orang. Buat saya sih lumayan mahal (menurut saya lhoo ya). Tapi kalau gak salah, setiap tiket dapat bonus minuman teh kotak lhoo ya. Jadi yang capek berkeliling di antara lampu-lampu kece, kalian bisa mengambil minuman di tempat yang sudah disediakan. 




Pada malam itu, pengunjung lumayan ramai tapi gak sampai berdesakan mengantri mendapatkan tiket. Setelah membeli tiket, kami pun menyodorkan tiket tadi ke petugas di pintu masuk. Petugasnya bapak-bapak yang begitu ramah terhadap pengunjung. Setelah berada di area festival, kami sempat bingung mau kemana dulu. Kiri-kanan depan belakang, kami dikelilingi oleh lampu-lampu cantik.  Keren nih untuk fotoan. Untung saja saya membawa kamera dslr, jadi gak khawatir untuk mengambil foto dalam suasana gelap. Smartphone yang dibawa juga cukup menghasilkan foto yang keren. 

Bagi yang doyan selfie atau narsis, pas banget tempatnya disini. Spot-spot fotonya instagramable banget. Istri dan adek-adek sudah siap difoto. Lagi-lagi yang bakalan jadi nasib tukang foto abadi ya saya sendiri. Hahaha. Untungnya saya punya foto juga, berdua bareng istri pula (senyum jengkelin).

Spot foto yang saya bareng istri suka yaitu di antara puluhan bunga-bunga yang menyala dengan indahnya. Ada juga hiasan lampu warna-warni seperti lorong. Disini kita bisa rebahan juga karena ada rumput, bukan tanah lhoo ya. Mau fotoan bareng bunga-bunga sambil tiarap ala-ala tentara juga gak apa-apa. Sekalian tiduran juga boleh, asalkan gak ngorok saja,hahaha...becanda. 





Semakin malam, para pengunjung semakin ramai saja yang datang. Apa karena malam lebaran kali ya. Banyak pasangan yang datang sambil berkencan di Festival of Light pada saat itu. Ada yang jalan berdua sambil bergandengan tangan kayak di drama Korea itu. Ada yang datang bareng anak-anak. Ada yang sekampung bareng keluarga. Saya gak melihat ada yang datang sendirian terus duduk termenung menatap lampu warna-warni temani oleh Teh Botol Sasro. Jadi malam lebaran yang sangat indah, ditemani oleh lampu-lampu cantik. 

Gak terasa sudah malam, saatnya balik ke rumah. Jalan-jalan di malam lebaran ke Festival of Light menjadi pengalaman pertama saya datang ke festival lampu ini. Ini juga pertama kalinya diadakan di Banyuwangi lhoo. Semoga saja di waktu yang akan datang, ada lagi festival semacam ini di Banyuwangi atau tempat yang saya singgahi nantinya. Buat saya, Festival of Light Banyuwangi yang akan datang perlu diperbanyak lagi wahananya biar semakin ramai dan bertambah spot foto-fotonya. 

Ada satu yang ketinggalan, saya gak sempat menaiki balon udaranya. Padahal pengen banget menikmati alam Banyuwangi dari atas balon udara. Denger-denger kita bisa terbang dengan balon udara ini setinggi 40 meter selama 4-5 menit. Belum rezekinya, Gak apa-apalah.

Penulis : Lazwardy Perdana Putra


Saturday 13 June 2020

Hidup Sehat di Era New Normal dengan Bergowes


Kini saya baru sadar yang namanya sehat itu kenikmatan yang luar biasa dan harus kita syukuri melebihi kenikmatan apapun. Bila kita sehat, apapun bisa kita lakukan. Sedangkan bila kita sakit, mungkin beberapa aktivitas yang rutin kita lakukan akan terganggu. Makan gak enak, tidur gak nyenyak bahkan sampai mikirin yang enggak-enggak. Sekedar minum kopi pun terasa pahit gak karuan, Makan masakan favorit pun menjadi gak favorit saat itu. 

Begitupun jalan-jalan, gak bisa menikmati karena tubuh lagi gak bersahabat dengan alam. Intinya bila sehat, apapun terasa indah. Seperti melihat senyummu yang merekah sepanjang masa. Begitupun saat ini, kita di seluruh dunia sedang dilanda  oleh wabah yang bernama Virus Corona atau bahasa kerennya Covid-19. Gak bisa kemana-mana. Mau keluar rumah pun mikir-mikir. Hanya sekedar membeli cemilan di Indo*** saja harus pakai masker kain dan ngantongin hand sanitizer untuk berjaga-jaga. 

Saya merasa kita sedang berperang dengan musuh yang ukurannya antara 400-500 nanomikro. Bayangin saja gimana tuh?.Gak bisa terlihat oleh mata telanjang. So, harus waspada dengan makhluk yang Allah kirimkan untuk ujian kita semua. Ya, saya meyakini ini ujian meskipun banyak netizen nakal yang menyebut ini azab. Biarkan saja mereka berkomentar, yang penting kita harus hidup sehat dan gak meremehkan,apalagi gak peduli. Bahaya tuh bila punya sikap gak peduli.

Ngomong-ngomong soal hidup sehat, banyak sekali yang bisa kita lakukan. Seperti istirahat yang cukup, gak begadang maen PES pro 2020 atau Mobile Legend, makan makanan yang bergizi, minum secukupnya, dan berolahraga. Apalagi saat wabah Covid-19 melanda, kita diharuskan untuk berjemur setiap pagi, cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer, pakai masker dan menerapkan physical distancing (menjaga kontak fisik). Semuanya apabila kita lakukan secara rutin dan disiplin, Insyaallah kita terhindar dari Covid-19. 



Disini saya gak membahas tentang si Covid-19, meskipun saya jengkel banget dengan virus satu ini. Bosen juga ngebahas, takutnya dia kepedean n ngelunjak (Si Covidnya). Ibarat dikasi hati minta hayati. Sudah disuruh diem saja di Wuhan, eh kemana-mana dia. Punya hobi traveling kali yaak ini virus ?.

Semua agenda trip dan kuliner saya  dipending untuk sementara waktu gara-gara ini virus. Pulang kerja, harus mandi dulu baru bisa maen-maen sama anak istri. Habis megang benda apapun, harus cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer. Gak boleh cipika-cipiki sama siapapun kecuali sama istri dan si kecil. Kemana-mana pakai masker yang setiap hari diganti. Apalagi setiap hari kalau sudah buka medsos, isinya berita si Covid-19. Bosen dan lama-lama stress juga. Kapan sih loe pergi Vid Vid ? (curhat colongan). 

Buat ngilangin kebosenan, setiap weekend saya bergowes kemana saja. Salah satu cara biar tetap sehat, nyari keringet dan tetap bahagia. Ada tagar #DiRumahAja , tapi kalau mau olahraga apa salahnya ?. Yang penting tetap pakai masker, bawa handsanitizer dan jaga kontak fisik dengan orang lain. 

Gowes kali ini saya ditemani oleh Si Geblek, sepeda kesayangan saya. Sudah sekitar empat tahun saya bersama Si Geblek. Sudah banyak cerita gowes bersama dia. Dari rute terdekat maupun rute terjauh. Berkat Si Geblek juga, saya mendapatkan pujaan hati yang sekarang sudah menjadi ibunya si kecil. Pokoknya the best buat Si Geblek. Ada rencana juga mau jodohin Si Geblek sama yang lainnya tapi colek si doi dulu hahaha. Ngerti kan maksudnya ?.

Kalau ditanya rute gowes favorit, saya gak bisa jawab. Tapi kalau ditanya rute yang paling sering ya jawabannya ada di kalimat selanjutnya. 

Rute kali ini saya tempuh kurang lebih dua puluh kilometer. Berangkat dari rumah di Ampenan menuju Gerung, Lombok Barat. Sudah lama juga saya gak memilih jalur ini. Ada kebahagian tersendiri saat melewati jalur yang menyuguhkan persawahan, perbukitan dan udara yang sejuk. 




berfoto bersama Menara Tebolak

berfoto bersama Menara Mutiara

Berangkat sekitar jam setengah enam pagi. Maen-maen bareng si kecil dulu yang sempat terbangun juga, lanjut mengayuh sepeda ke tujuan. Udara pagi yang sejuk dan cuaca yang sangat cerah. Dari arah timur terlihat cahaya orange kekuningan terpancar indahnya. Bener-bener kece weekend saat itu.

Saya mengambil jalur dalam kota dulu, melewati daerah perkantoran dan selanjutnya berbelok ke Jalan Majapahit karena jalannya cukup lebar. Di pertengahan jalan, saya memutuskan untuk mengambil jalan tikus saja dengan pertimbangan biar agak sepi. Saya mengambil jalur kompleks perumahan dan perkampungan. Jalannya bagus dan sepi. Apalagi di kiri-kanan melewati persawahan yang hijau. 

Gak lama kemudian, sampai juga di Jalan Lingkar Selatan pinggiran Kota Mataram. Jalan tikus tadi merupakan jalan tembus menuju jalur utama gowes saat itu. Untuk waktu sama saja dibandingkan melewati jalan utama tengah kota, hanya saja lebih memilih jalur yang agak sepi dari lalu-lalang kendaraan. 

Maklum saja, di saat era New Normal ini, banyak warga yang sudah berani keluar rumah untuk beraktivitas baik berangkat ke pasar, kantor dan olahraga. Jadi jangan heran jalan-jalan sudah mulai ramai sekarang. Untuk mempersingkat cerita, setibanya di jalur By Pass Bundaran Jempong. Ada menara yang baru dibangun tapi belum diresmikan. Sudah hampir 100 persen pembangunannya. Belum ada nama resminya, tapi saya menyebutnya ini Menara Mutiara karena di puncaknya terdapat patung mutiara. Denger-denger kabar, menara ini akan menjadi ikon baru di Kota Mataram. Menaranya juga memiliki lift lhoo untuk menuju puncak. Seperti tugu monas di Jakarta. Kita bisa lihat pemandangan kece dari Kota Mataram dan sekitarnya dari atas Menara Mutiara ini. Kita tunggu saja waktu peresmiannya nanti. 

Di selatan Bundaran Menara Mutiara, terdapat sebuah menara selamat datang di Kota Mataram yang berbeda dari biasanya. Orang-orang menyebutnya Menara Tebolak yang diambil dari tempat tutup nasi yang berasal dari Pulau Lombok yang diberi nama Tebolak. Karena menara selamat datang ini menyerupai Tebolak yang terbuat dari rangkaian besi-besi yang dicat warna-warni. Sangat megah dan instagramable banget. Banyak yang foto-foto eksis berlatarbelakang Menara Tebolak ini, termasuk saya hahaha. 




Next, saya melanjutkan mengayuh sepeda ke arah Bundaran Mentagi atau orang menyebutnya Bundaran Patung Sapi atau Bundaran Gerung. Melewati By Pass yang jalannya lebar dan mulus. Pastinya disini arus kendaraan gak seramai di tengah kota. Tapi harus tetap hati-hati, soalnya kendaraan disini jalannya cepat dan bebas hambatan. Untuk jalur sepeda sudah disediakan ya. Jadi harus menggunakan jalur sepeda biar kita aman dan selamat sampai di rumah. 

Sepanjang jalan By Pass menuju Bundaran Gerung, kita dimanjakan oleh pemandangan yang super kece. Ada persawahan yang terbentang luas dan perbukitan yang hijau. Dari kejauhan terlihat puncak Gunung Rinjani, itu kalau cuaca lagi cerah lhoo ya. Kabut pagi yang masih terlihat. Sungguh indah dan gak bakalan bosen mengayuh sepeda,apalagi ditemani sama temen-temen lainnya.

Berhubung saya gowes sendirian karena istri dan si kecil gak ikut, so menikmati perjalanan sendirian saja sambil ditemani alunan musik Koplo Banyuwangi, hahaha. 

Sekitar satu jam perjalanan dari rumah, akhirnya saya sampai juga di Bundaran Gerung. Gak banyak berubah dari tempat ini. Masih seperti yang dulu. Ceritanya ada di tulisan gowes sebelumnya, di kolom destinasi dan event (cari sendiri ya). Semoga gak bosen aja baca cerita gak jelasnya, hahaha. 

Disini saya melepas lelah sambil duduk santai melihat kendaraan yang lalu lalang. Pagi yang sangat cerah, banyak juga yang bersepeda. Kebetulan juga weekend sih. Tapi banyak yang pakai sepeda lipat yaa, colek si doi, hehehe.







Singkat cerita, pulangnya saya menyempatkan mampir di sebuah pantai yang menurut saya awalnya biasa saja. Tapi saat itu lagi pengen liat pantai. Masih asin gak ya air lautnya dan masih hitam gak ya pasirnya ?, berhubung selama Covid-19 gak pernah liat namanya pantai. Ternyata pantainya cukup kece lah ya. Namanya Pantai Mapak Indah. Disini banyak cafe-cafe jaman now yang instagramable gitu. Apalagi disini ada penangkaran penyu lhoo. Bertemu dengan si tukik juga yang lucu-lucu. Not Bad lah ya pantainya. Masih bisa dinikmati dan betah nongkrong karena banyak cafenya. Disini saya hanya melihat-lihat sekitar pantainya saja sambil melepas lelah. 

Oke, itu cerita gowes ala-ala dari saya di masa masih mewabahnya Covid-19 di daerah tempat tinggal saya bahkan negeri tercinta ini. Apalagi sekarang pemerintah sudah menerapkan sistem New Normal di beberapa daerah. Saatnya kita bangkit dari keterpurukan. Hidup sehat dan jaga kesehatan dengan olahraga yang cukup, minimal seminggu sekali bersepeda atau olahraga ringan lainnya. Hindari keramaian dan ngumpul-ngumpul dulu. Tetap pakai masker dan sering-sering cuci tangan pakai sabun. Jaga fisik dan mental. Dan jangan stress !!!.

Semoga tulisan ini bisa menjadi racun buat kalian yang membacanya. Racun biar ikut berolahraga atau bersepeda maksudnya. Hehehe. Sudah dulu ya, ditunggu cerita dari saya selanjutnya yang gak kalah seru. 

Selamat weekend !

Penulis : Lazwardy Perdana Putra