Saturday 15 February 2020

Menyambut Kelahiran Anak Pertama di RSIA Permata Hati


Sebagai seorang suami dan sekarang menyandang status sebagai seorang ayah, saya ingin sedikit berbagi cerita tentang perjuangan istri saya dalam melahirkan anak pertama kami berdua. Gak terasa kehamilan istri sudah memasuki sembilan bulan. Banyak persiapan yang sudah kami lakukan, dari menyiapkan pakaian bayi dan segala kebutuhan si kecil ketika sudah lahir nanti. Kami berusaha gak ada sedikitpun kebutuhan yang tertinggal. Insyaallah semuanya sudah siap.

Begitu juga dengan kesehatan istri dan anak. Sejak kandungan berumur sebulan sampai delapan bulan, kami berdua rutin ngontrol ke dokter tempat nantinya istri akan melahirkan. Alhamdulillah selama kehamilan berumur satu sampai menginjak di angka sembilan, kesehatan istri dan bayi sehat-sehat semua.

Kali ini saya akan menulis cerita yang cukup mengharukan buat saya dan istri alami selama proses persalinan. Gak ada yang menyangka kami berdua mengalami kisah yang cukup menegangkan. Siapa yang tau sebelumnya kalau ceritanya akan menjadi begini. Tapi itulah perjalanan hidup. Kami berdua hadapi dengan sabar dan tegar.

Cerita dimulai dari malam Jumat, tanggal 6 Februari 2020. Istri yang sudah dari sore hari sudah merasakan rasa gak enak di perutnya. Ketika malamnya, tiba-tiba istri memberitahukan ke saya kalau dia merasakan ada kontraksi. Awalnya dia ragu, tapi mau gak mau harus kasitau saya segera mungkin. Saya yang orangnya agak panikan langsung memberitahukan ke orang tua. Kami berdua sementara ini tinggal bareng orang tua saya karena istri dalam kondisi akan melahirkan. Ketika itu ada bercak darah di maaf (celana dalam) istri. Saya amati lebih lama, dan langsung saya bilang, "Yuk, kita segera ke rumah sakit !".

Kami berdua memutuskan pergi ke IGD Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati yang jaraknya gak terlalu jauh dari rumah. Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati merupakan rumah sakit khusus bersalin dan anak yang berada di Kota Mataram. Syukurnya waktu tempuh perjalanan dari rumah hanya lima menit saja. Selama perjalanan, istri hanya mengalami mules saja dan masih bisa diajak bicara.

Setelah sampai di IGD, istri langsung diperiksa oleh perawat jaga. "ibunya masih bukaan dua pak !", si perawat memberitahukan keadaan istri kepada saya. Terus saya menanyakan tindakan selanjutnya apa. "Istri bapak bisa dibawa pulang dulu ke rumah, nanti kalau sudah kontraksi lebih sering dan sakit lagi, baru dibawa lagi kesini !". Saya sempat bingung, kenapa gak ditunggu saja di IGD ya. Namanya juga kehamilan anak pertama, jadi banyak paniknya. Saya pun mengiyakan perintah si perawat. Kami berdua pulang ke rumah.

Liat jam tangan, waktu menunjukkan jam dua pagi. Kurang lebih satu jam istri saya diobservasi lebih dulu.  Gak terasa waktu begitu cepat berlalu. Hari Jumat dilewati dengan merasakan mules ringan saja. Lagi-lagi sebelum waktu Jumatan, istri mengalami kontraksi yang cukup sering. Cek celana dalam, bercaknya semakin melebar. Langsung saja kami ke IGD RS lagi. Hasil pemeriksaan disana, istri masih bukaan dua. Disuruh pulang lagi. Yoo wes, pulang lagi kita. Namanya juga yang pertama, jadi agak panikan, hehehe.

Karena penasaran saya iseng buka google. Banyak informasi yang menjelaskan gejala yang dialami oleh si istri. Ternyata gejala itu dinamakan kontraksi palsu. Kontraksi yang timbul ngilang sama seperti cowok yang PHPin ceweknya (fokus wooi).

Lanjut !.

Hari Jumat terlewatkan begitu saja sambil was-was kalau saja ada keadaan emergency lagi. Keesokan harinya, Hari Sabtu, tanggal 8 Februari. Keadaan istri masih tetap saja, mengalami kontraksi palsu. Gak ada kondisi yang begitu mengkhawatirkan. Bapak dan ibu mertua datang ke rumah untuk melihat keadaan anaknya. Alhamdulillah keadaan istri dalam kondisi sehat. Masih mengalami mules dan harus jalan mondar-mandir di dalam rumah.

Hari gak terasa sudah malam saja. Sekitar jam sepuluh malam, istri mengalami kontraksi yang begitu hebat. Gak mikir dua kali,saya langsung melarikan dia ke rumah sakit. Saya pikir sudah bukaan tiga atau empat.  Ortu, mertua dan adek-adek sudah saya beritahu. Setelah sampai di  IGD, istri segera menuju tempat tidur di ruang IGD. Suasana hening dan terdengar suara petir menyambar. Gak lama hujan pun turun. Syahdu banget dengan bercampur suasana menegangkan !.

Saat itu dokter jaga memeriksa istri saya dan ternyata informasi dari dokter, istri sudah pecah ketuban dini tapi masih bukaan 2. Istri pun ditangani oleh perawat jaga. Obat injeksi segera diberikan ke istri. Dokter jaga ketika itu memutuskan bahwa istri saya harus di opname dan dipindahkan ke ruang bersalin. Saya sangat cemas, tapi saya berusaha menenangkan dan terus berikan semangat  ke istri biar gak kendor.


Gak memakan waktu lama, kami sudah berada di sebuah ruangan yang hening bernama ruang bersalin. Istri beristirahat disini sambil menunggu detik-detik persalinan. Saya pun berada di samping istri apapun yang terjadi. Tepat jam sebelas malam, perawat di ruang bersalin datang untuk memeriksa istri saya kembali. Hasilnya masih bukaan dua. Cemasnya, kontraksi semakin menjadi-jadi sampai istri saya seorg diri harus merasakan sakitnya kontraksi. Saya pun dibuat mules dan cemas. 

"Ibunya masih bukaan dua, jadi harus diobservasi dulu selama empat jam", kata perawat ke saya. Waktu yang begitu lama buat saya dan istri. Waktu menunggu selama empat jam bersamaan dengan kontraksi yang begitu menyakitkan. Obat injeksi sudah masuk ke tubuh istri tapi gak memberikan perubahan menjadi lebih baik.

Mondar-mandir di ruang bersalin sambil menjaga istri yg sedang kontraksi. Ruangan yg bgitu hening. Hanya menyisakan suara rintihan istri menahan kontraksi yg begitu panjang. Sesekali saya keluar sebentar untuk bergantian dengan mertua untuk menemani si istri. Dokternya belum datang dan harus menunggu menunggu dan menunggu (kayak lirik lagu).

Jam dua pagi perawat datang lagi. Hasilnya masih bukaan dua. Gimana ini ?. Ada apa dgn istri hamba ya Allah ?. Kontraksi yg dibarengi dengan naiknya asam lambung, buat saya gak tega melihat rintihan istri sambil meneteskan air mata menahan sakitnya kontraksi.

Observasi kedua dari jam dua sampai enam pagi. Waktu yang sangat lama dan panjang bagi saya terutama buat istri. Ingin rasanya menjemput dokter spesialis biar istri saya cepat tertangani. Keluarga pun sudah menunggu terlalu lama di ruang tunggu pasien. Hujan turun dengan derasnya dan suara petir menyambar seolah-olah menyambut kehadiran si kecil. Entah kebetulan atau sudah jadi cerita, tumben-tumbenan hujan turun dengan derasnya dibarengi dengan kilatan petir (mirip film-film horor Indonesia), hahaha..kebanyakan nonton film.

Hanya doa dan usaha yang masih bertahan. Semangat istri yg sudah mulai kendor buat saya semakin cemas. Saya berusaha gak mikir yang macem-macem dulu. Yang ada berusaha memikirkan cobaan ini akan berakhir dengan kebahagiaan. Hanya fokus ke istri dan selalu menemani apapun yg terjadi.

Tepat jam enam pagi sehabis saya shalat subuh, perawat datang lagi. Hasilnya tetap sama, masih bukaan dua. Sedangkan air ketuban sudah mulai keruh dikarenakan si bayi sudah buang kotoran di dalam kandungan. Segala usaha sudah dilakukan. Beri minum istri air zam-zam,kurma dan makanan yang manis-manis buat memulihkan tenaga lagi.

Saya harus mengambil keputusan cepat. Dokter melalui telepon menyuruh istri saya untuk mengambil tindakan operasi. Tadinya kami berdua memutuskan untuk normal saja. Dari hasi USG sebelumnya, posisi bayi sudah bagus. Tapi keadaan berkata lain. Berubah keputusan, mau gak mau harus operasi sesar.

Tanpa pikir dua kali, saya langsung mengiyakan saran dokter. Keputusan yang Insyaallah terbaik. Tepat jam tujuh pagi, dokter bersama tim melakukan tindakan operasi. Tepat Hari Minggu, tanggal 9 Februari 2020, jam tujuh lebih lima belas menit pagi, anak laki-laki kami telah lahir. Jagoan yang sudah kami berdua tunggu selama sembilan bulan. Alhamdulillah istri dan si kecil selamat. Anak laki-laki kami berdua dalam kondisi sehat dan cakep lagi mirip seperti ayahnya, asyik.

Terimakasi kepada tim dokter dan bidan yang sudah bekerja keras menyelamatkan istri dan anak saya. Untung tindakan operasinya tepat waktu dan semuanya berjalan dengan lancar. Alhamdulillah


Sampai tulisan ini selesai dan diposting, keadaan istri sudah mulai membaik. Si kecil sehat dan sudah memaksa kami berdua untuk piket malam, hahahaha. Malaikat kecil kami beri nama panggilan Kenzi. Anak pertama yang menjadi kado terindah kami berdua di tahun ini. Hanya dua hari bermalam di rumah sakit, dokter membolehkan kami pulang ke rumah.

Pelayanan di Rumah Sakit Permata Hati menurut saya sangat luar biasa. Segala macam tindakan medis sudah sesuai dengan SOP yang berlaku. Dokter yang sengaja saya gak menyebutkan namanya demi kode etik yang menangani istri juga sangat ramah dan enak diajak diskusi. Terimakasi dok atas pertolongannya!. Para bidan dan perawat yang cukup ramah dan cukup profesional. Dari bagian gizi juga sangat ramah dan makanannya enak-enak. Cleaning Service juga sangat telaten membersihkan ruangan pasien sehingga tetap bersih dan nyaman buat kami. Terakhir yang paling penting yaitu pemberian macam obat-obatan buat istri semuanya tepat dan aman. Semuanya berkat orang-orang di bagian Farmasi dari Apoteker sampai tenaga teknis kefarmasian. Terimakasi semuanya !.

Mohon maaf kalau fotonya gak detail dan lengkap dengan alasan di ruang-ruang tertentu kita gak boleh mengambil foto untuk menjaga privasi pasien dan keluarga. Jadi harap maklum saja. 

Pengalaman yang sangat istimewa buat saya dan istri. Next, hari-hari kami akan dipenuhi dengan tingkah laku si kecil yang menggemaskan. So, ditunggu cerita trip kami bertiga ya !. Thank's

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Wednesday 5 February 2020

Kereta Keren Tapi Masih Sepi Penumpang : Railink Soekarno-Hatta


Bukan Jakarta namanya kalau gak langganan macet. Polusi disana-sini. Belum lagi kalau sudah terjebak macet. Tadinya jarak tempuh hanya sepuluh menit, bisa menjadi satu jam atau lebih. Bukan mengada-ngada, tapi ini realitanya. Yang sudah pernah ke Jakarta pasti punya pendapat yang sama. 
Mikir dua kali kalau mau keluar di jam-jam sibuk orang pulang kerja. Kalau saya sih baru beberapa kali ke Jakarta, tapi belum menemukan situasi yang bener-bener macet total (songong dikit). 

Pembangunan disana-sini membuat Jakarta menjadi kota metropolitan yang super megah. Jalan-jalan diperbaiki, taman-taman diperindah, moda transportasi diperbagus tapi masih banyak masalah dengan Jakarta diantaranya macet karena setiap tahun jumlah pendatang dan kendaraan semakin banyak dan banjir. Pak Jokowi juga sudah mengumumkan ibukota negara akan dipindahkan dari Jakarta ke Kalimantan Timur. So, seperti apa Jakarta esok kalau sudah gak menjadi ibukota negara lagi ?. Kita belum bisa banyak berbicara. Kembali lagi, gak ada namanya kesempurnaan kecuali Sang Maha Pecipta yang Maha Sempurna. Bener kan ?. 

Beberapa bulan yang lalu, saya ke Jakarta lagi setelah sekian lama gak pernah ke ibukota.Terakhir kali saat baru masuk kuliah. Itupun pas bareng temen jalan-jalan hanya beberapa hari saja. Pas ke Jakarta kemarin, saya pengen banget mencoba rasanya naik kereta bandara. Katanya keretanya keren seperti di negara tetangga sebelah gitu. Jadi penasaran donk. Tapi situasi gak berpihak kepada saya. Sampai di hari balik ke Lombok lagi, belum sempat naik kereta bandara. Sedikit kecewa sih, tapi  mau bilang apa. 

Beberapa bulan berikutnya, eh dapat tugas dinas ke Bekasi. Jakarta ke Bekasi kan jaraknya deket. Gak mau buang kesempatan kedua kali lagi. Pokoknya harus bisa nyobain kereta bandara. Saat itu saya berangkatnya berdua sama temen satu ruang. Dari informasinya, bila mau ke Bekasi, kita tinggal nyari Damri yang jurusan Bekasi langsung. Bener saja, kami berdua akhirnya pakai Damri karena buru-buru harus sampai hotel sebelum magrib. Alamat gagal lagi nih nyobain kereta bandara (kata saya dalam hati).

Sebagus apa sih kereta bandara Soekarno-Hatta sampai dibela-belain buat dicobain ?. Nih saya kasi alasannya. 





Jakarta sudah banyak berbenah terutama di bagian infastruktrur dan moda transportasi yang semakin tahun menunjukkan trend positif. Seperti di tetangga sebelah, Jakarta sudah memiliki TransJakarta, Commuter Line (KRL), MRT (Mass Rapid Transit), LRT (Light Rapid Transit) dan yang terbaru yaitu Railink atau biasa disebut KA Bandara. 

Untuk KRL dan MRT, saya pernah mencobanya saat ke Jakarta sebelumnya. Namanya travelers yang sedang menjalankan tugas negara, bela-belain nyari waktu longgar untuk nyobain KA Bandara. Kebetulan ada waktu yang tepat untuk menghilang dari hotel, saya berangkat ke Jakarta dari Bekasi menggunakan KRL terlebih dahulu. Berangkat dari Stasiun Bekasi sekitar jam dua belas siang. Sengaja mengambil jam segitu karena itu waktu dimana KRL lagi sepi-sepinya penumpang. Tujuan pertama menuju Stasiun Manggarai. 

Gak membutuhkan waktu yang lama, saya sudah sampai di Stasiun Manggarai. Situasi di dalam stasiun KRL saat itu cukup ramai karena Stasiun Manggarai merupakan stasiun transit teramai yang menghubungkan banyak stasiun, seperti Jatinegara, Bogor, RangkasBitung, Jakarta Kota, Tanah Abang, Bekasi dan lain-lain. 

Turun di Manggarai, saya lanjut menuju sebuah bangunan dua lantai yang terlihat masih baru. Tepat di sebelah barat Stasiun KRL Manggarai, terdapat stasiun KA Bandara. Saya bertanya ke petugas stasiun, dimana membeli tiket KA Bandara. Bapak petugas stasiun dengan sangat ramah mengarahkan menuju lantai dua. Setelah sampai di lantai dua, saya disambut oleh mbak-mbak yang menjadi petugas tiket. Mbaknya sangat ramah sekali. Memandu saya membeli tiket menggunakan vending machine ticket.

Sebenarnya untuk pembelian tiket KA Bandara sangat mudah. Pertama, kita bisa membelinya melalui aplikasi Railink yang bisa didownload dulu via Play Store atau IOS. Setelah itu buka aplikasinya dan ikuti prosedur yang ada. Di aplikasi Railink, kita bisa melihat jadwal keberangkatan KA Bandaranya. Jadi sebelum membeli, sesuaikan dengan jadwal penerbangan kalian ya. 

Kedua, pembelian bisa melalui go show atau beli melalui vending machine ticket yang sudah tersedia di dalam stasiun. Bagi saya lebih enak beli tiket secara go show dengan alasan gak buru-buru. Caranya sangat mudah, pertama kita berdiri di hadapan vending machinenya (jangan lupa senyum). Selanjutnya, tentukan tujuan mau kemana dengan menekan layar machine sesuai dengan stasiun yang dituju. Saya menekan Stasiun Soekarno-Hatta International Airport (SHIA). Ada lima pemberhentian khusus KA Bandara yaitu Stasiun Manggarai - Stasiun Sudirman Baru BNI City - Stasiun Duri - Stasiun Batu Ceper dan terakhir SHIA. Begitu juga sebaliknya. 

Setelah itu, masukkan nomor handphone yang masih aktif. Tujuannya sih saya kurang tau ya kenapa diminta nomor handphone. Biasanya sih ditransaksi lain mintanya kalau gak nama lengkap sesuai dengan KTP, ya nomor rekening, hehehe. Setelah memasukkan nomor handphone. Baru ke tahap selanjutnya yaitu pembayaran yang diterima berdasarkan non tunai, seperti menggunakan kartu debit atau kartu kredit, tap cach (T-Cash atau BRI Brizzi). Kalau saya, pakai kartu debit saja biar gak ribet. Harga tiket per orangnya sebesar 70 ribu. Buat kalian murah atau mahal ?. 

Setelah itu, tiket akan keluar secara otomatis dari machine. Di tiket sudah tertera stasiun keberangkatan dan stasiun tujuan. Jadwal keberangkatan kereta dan masih banyak lagi keterangan yang ada tertera di tiket. Sejauh ini lumayan kece buat saya. Pertama kalian merasakan beli tiket kereta non tunai pakai kartu debit pula, hahaha...dasar anak pulau. 




Setelah tiket dicetak, saya diarahkan untuk menunggu di ruang tunggu penumpang. Penampakan di stasiun Railink Manggarai cukup kece, megah seperti di luar negeri. Gak kalah dengan stasiun MRT Jakarta yang pernah saya coba sebelumnya. 

Lagi-lagi tujuan saya ke Bandara Soeta bukan balik ke Lombok atau naik pesawat. Tujuan sebenarnya pengen nyobain Railink ini saja. Penasaran dari kata orang dan nonton di youtube betapa kerennya ini kereta. Dibilang kurang kerjaan sih gak juga. Tapi saya memang hobi nyobain moda transportasi yang bagi saya sangat menyenangkan melakukan perjalanan bersamanya, asyik kayak judul lagu saja. 

Dari informasinya, KA Bandara berangkat setiap setengah jam sekali. Jadwal lebih lengkapnya kalian bisa cek di aplikasi Railink ya. Disana sudah jelas keberangkatan awal dan terakhir baik dari Stasiun Manggarai maupun SHIA. Untuk sementara, jalur KA Bandara baru sampai Stasiun Manggarai. Wacananya akan diperpanjang hingga stasiun Bekasi. Semoga saja, Amin. 

Ada sisa waktu lima belas menit sebelum kereta berangkat, saya sempat berkeliling stasiun. Di dalam stasiun terdapat mushola, toilet dan ruang tunggu penumpang yang cukup bersih. Saya suka dengan fasilitas yang ada. Di dinding kaca, ada jalur lengkap perjalanan menggunakan KRL yang menghubungkan dengan KA Bandara. Ruangannya sangat adem dan sejauh ini pelayanan yang diberikan sangat memuaskan. Situasi di dalam ruang tunggu cukup ramai oleh penumpang yang akan melakukan perjalanan menggunakan pesawat. Mungkin hanya saya saja orang iseng dan songong yang jalan-jalannya naik KA Bandara.






orang songong yang ketumbenan naik KA Bandara 

Tepat jam satu siang, kami dipersilahkan menuju kereta yang sudah nongkrong di jalur enam Stasiun Manggarai. Gerbong keretanya saya hitung berjumlah enam gerbong. Gerbongnya warna dasar putih dengan garis biru dan orange di bagian sisi bawah dan atas. KA Bandara buatan dari PT INKA Madiun. Keren !. 

Saya duduk di gerbong enam. Kita bebas mau duduk dimana saja karena di tiket gak tertera nomor seatnya. Tanya ke pramugarinya, "boleh duduk dimana saja ?". "Iya, silahkan mas", jawab mbak pramugarinya dengan senyuman manis (woi inget istri di rumah). 

Suasana di dalam kereta cukup lenggang. Hanya beberapa biji manusia saja yang nongol termasuk saya. Bisa dihitung dengan jari tangan. Buat saya sih nyaman dan asyik kalau sepi begini. Gak seperti suasana di dalam KRL saat jam sibuk. Kursinya empuk dan lebar, apalagi ada tempat colokan USB dan handphone. Jendelanya cukup lebar seperti jendela kereta eksekutif jarak jauh lengkap dengan tirainya. Ada tempat menaruh koper dan tas juga. Toiletnya juga super bersih, perut jadi mules liat toiletnya. Ruangannya adem banget dan yang paling penting keretanya jalannya mulus. 

Menurut jadwal sampai di Stasiun Soekarno-Hatta sekitar jam dua siang. Berarti perjalanan memakan sekitar lima puluh menit. Oke, saatnya bersiap memulai perjalanan. Tepat jam satu lebih sepuluh menit, suara "puoong" kereta terdengar. Artinya kereta akan berangkat dan ada waktu kurang satu jam menikmati perjalanan yang pertama kali buat saya.









Jalannya kereta cukup cepat. Sama seperti kereta jarak jauh. Saat duduk, saya gak merasakan banyaknya goyangan dari kereta. Keretanya sangat kece dan nyaman. Sayangnya, belum banyak orang yang mau naik kereta ini. Bisa dilihat dari suasana di dalam kereta yang cukup lenggang. Kita bisa duduk dimana saja. Mau berpindah tempat duduk juga bisa tanpa segan dengan penumpang lainnya. Tik Tok kan juga bisa asalkan jangan sampai mengganggu penumpang lainnya. 

Gak mau banyak berkomentar, saya hanya menikmati perjalanan sambil foto-foto pemandangan yang cukup keren buat saya. Melewati perkampungan kumuh di sekitaran Stasiun Tanah Abang. Berganti arah di stasiun Duri. Tadinya kita berjalan maju, tapi dari Stasiun Duri ke Soeta, kita berjalan mundur. Gak mau merasakan berjalan mundur, saya berpindah ke kursi yang berjalan maju. 

Pemandangan yang paling kece buat saya sepanjang perjalanan yaitu saat akan sampai di Stasiun Soeta. Kereta akan berjalan di sebelah runway 1 Terminal 1 Bandara Soeta. Banyak melihat pesawat yang parkir. Ada juga saya mendapatkan moment dimana ada pesawat yang take off dan landing. Sunggug pemandangan yang gak ada duanya. 

Gak lama kemudian, kereta sampai di stasiun terakhir (SHIA). Saya bersama penumpang lainnya turun disini. Penampakan stasiunnya luar biasa keren. Lebih keren dari stasiun KA Bandara lainnya yang saya lewati. Di dalam stasiun kereta Soeta cukup ramai. Ternyata banyak penumpang yang akan menaiki kereta dari sini. Tapi kembali lagi, masih jauh dari kata ramai. 

Fasilitas di dalam stasiun kereta bandara Soeta cukup lengkap. Dari layar jadwal KA Bandara. Ruang tunggu penumpang, tenan, dan akses menuju Terminal 1,2 dan 3. Untuk menuju ketiga terminal tersebut kita bisa melanjutkan perjalanan menggunakan Skytran atau bahasa kerennya "Kalayang". Sayangnya, saya belum sempat mencoba naik Kalayang. Next time pasti naik ini Kalayang. 

Istirahat sejenak di stasiun ini sambil cuci mata dan peregangan otot pantat dan pinggang. Setelah itu saya membeli tiket untuk balik ke Stasiun Manggarai. Kurang kerjaan kan ?. hahahhaa. Bagi yang membaca ini cerita, mungkin beranggapan saya kurang kerjaan. Tapi buat saya, ini namanya menikmati perjalanan, Asyik. 

Kesimpulan yang saya bisa dapatkan setelah mencoba KA Bandara ini yaitu tarif tiketnya masih mahal buat saya pribadi. Mungkin itu alasan utama kenapa kereta kece ini masih sepi penumpang. Sejak dioperasikan mulai 2 Januari 2018 lalu, kereta ini mengalami peningkatan dalam jumlah penumpang. Tapi masih saja jauh dari kata ramai. Saran saja buat yang membuat kebijakan, kalau bisa tarif tiketnya diturunkan. Kalau lebih murah lagi, saya jamin banyak yang menggunakan layanan kereta ini. Ya kan ?.

Kereta Bandara (Railink) bisa menjadi solusi mengatasi kemacetan bagi kita yang datang dari berbagai daerah untuk melakukan pekerjaan dinas di ibukota Jakarta. Kembali lagi ke pilihan kita, mau naik moda transportasi lainnya dengan harga lebih murah tapi sewaktu-waktu terkena macet atau mencoba kereta bandara dengan harga yang lebih mahal sedikit, tapi sampai tepat waktu di tujuan. 

Pilihannya, ada di dompet kalian masing-masing. Sekian 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra