Wednesday, 18 July 2018

Keindahan Tersembunyi dari Desa Adat Limbungan


Dua minggu yang lalu,  saya pergi ke sebuah desa yang masih bisa dibilang belum mainstream banget. Sebut saja, Desa Adat Limbungan. Desa ini terletak di Desa Perigi,  Kecamatan Suela,  Lombok Timur. 

Trip kali ini saya gak sendirian. Di tulisan sebelumnya, saya selalu ditemani sama si doi. Tapi kali ini saya ditemani sama keluarga besar dari mama. Surprisenya lagi,  baru kali ini mama tercinta ikut ngetrip. Tumben juga si nyokap mau ikut, mimpi apa semalam?. Mama sih punya hobi jalan-jalan juga tapi jalannya di mall,hehehe. Kalau papa sih dengan gaya biasanya gak mau ikut,  alasannya mau istirahat di rumah. It's Oke.. No Problem.

Kebetulan juga sebelum trip ke desa adat ini, kami sekeluarga menghadiri acara resepsi pernikahan salah satu saudara di Desa Batuyang, Lombok Timur. Setelah menghadiri acara resepsi, kami menuju rumah nenek yang gak jauh dari lokasi acara untuk berganti pakaian dan bersiap-siap untuk ngetrip ala-ala blogger kece.

Sekitar jam tiga sore, kami meluncur ke Desa Limbungan menggunakan mobil.  Untungnya, jarak Desa Limbungan dari rumah nenek sekitar setengah jam perjalanan. So, gak butuh waktu berjam-jam di jalan yang saat itu cuaca cukup panas-panasnya.

Kami melewati jalur menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur.  Setelah melewati eks Pasar atau perempatan Pringgabaya, di kiri jalan atau pertigaan terdapat papan reklame yang bertuliskan Desa Wisata Adat Limbungan (7km). Artinya dari jalan raya kami berbelok ke kiri mengikuti jalur ke Desa Adat Limbungan sejauh 7 km.

Bukan Pulau Lombok namanya kalau gak memberikan keindahan sepanjang jalan saat mobil kami melintasi jalur menuju desa yang sudah mulai dikenal gak hanya dari kalangan warga lokal, tapi para travelers luar pun sudah mengenal desa ini via medsos meskipun masih banyak yang belum datang langsung kesini. 




Pemandangan yang sangat eksotis.  Dimana sepanjang jalan kita melewati padang savana yang sudah mengering, mirip seperti Baluran di Banyuwangi. Kalau musim hujan,  padang rumput ini tampak kehijauan.
Dari kejauhan terlihat puncak Gunung Rinjani dengan kokoh. Keberuntungan kami di hari itu bisa melihat Gunung Rinjani secara utuh disaat cuaca sedang cerah-cerahnya. 

Lagi 5 km sebelum sampai di Desa Limbungan, jalan yang kami lewati mulai menanjak dan berkelok-kelok. Untungnya lagi,  kondisi jalan menuju desa sudah mulus bin kece. By the way,  perasaan dari tadi untung mulu yaa?. Itulah orang Indonesia, selalu berkata untung bila mendapat kesusahan atau merasakan pengalaman yang baru. Untung gak hujan,  untung dia gak diare,  untung si dia masih sayang, eeeh.. (sorry curhat).

Sesampai di Desa Adat Limbungan,  saya agak heran saja.  Sorry ya,  katanya ini desa wisata tapi kok gak ada satupun guide atau pemuda desa yang menghampiri kami untuk menawarkan diri mengajak untuk berkeliling desa ?. Mungkin ini hanya kebetulan saja yang kami rasakan. Saya pun akhirnya pakai jurus andalan yaitu tersenyum ke beberapa ibu-ibu yang sedang ngerumpi di salah satu rumah kayu yang khas (bedek). Gak lupa juga saya menjepret mereka yang tersipu malu dijepret sama orang sok cakep,hehehe (intermezo).

Saya beranggapan, kami bisa memasuki desa setelah mendapat ijin terlebih dahulu dari warga yang kami jumpai saat itu atau pemangku desa setempat. Tapi anggapan itu gak terbukti. Yang ada malah mereka hanya tersenyum dan melihat-lihat kami berjalan menuju gapura yang terbuat dari kayu memasuki area desa adat. Kecenya lagi,  desa ini masih bener-bener desa yang saya cari-cari sejak dulu alias masih alami tanpa tersentuh dengan nuansa modern. 









Awalnya sih sempat bingung dan ragu-ragu. Beneran boleh masuk gak nih atau kalau memang ada tiket masuknya, dimana letak loket tiketnya ?. Saya cari-cari gak ketemu juga. Daripada bingung mencari salah satu warga yang bisa membantu kami berkeliling desa dan akhirnya gak ada juga, tanpa basa-basi saya mengajak para emak-emak rempong untuk berjalan berkeliling desa. 

Suasana desa sore itu cukup sepi. Hanya beberapa warga saja yang keluar masuk rumah mereka sambil membawa jemuran yang sudah mengering. Desa Adat Limbungan luas juga. Dari bentuk bangunan, Desa Adat Limbungan memiliki puluhan bangunan yang bentuknya hampir sama, khas rumah adat Sasak. Dimana  atap bangunan terbuat dari daun-daun kelapa yang sudah mengering (Ree), sedangkan dinding bangunan terbuat dari rotan dan lantainya sebagian besar terdiri dari tanah liat yang sudah mengeras. Uniknya lantai bangunan ini bila dipel menggunakan kotoran sapi. Tujuannya untuk mengusir nyamuk dan serangga pengganggu. Hampir mirip dengan rumah adat di Desa Sade, Lombok Tengah. 

Penduduk di desa adat merupakan Suku Sasak (Suku asli Pulau Lombok). Dari beberapa informasi yang pernah saya baca, Desa Adat Limbungan memiliki sekitar 150 kepala keluarga (koreksi bila keliru). Sebagian besar mata pencaharian warga desa yaitu petani dan peternak. Dari segi geografis, letak desa adat ini berada di dataran tinggi yang subur yaitu di kaki Gunung Rinjani sebelah timur. Tanah disini sangat subur, jadi gak heran hampir seluruh warga desa bekerja sebagai petani. Gak ada keahlian mereka selain bertani dan beternak. 

Uniknya lagi, di Desa Adat Limbungan sering kali kami menjumpai para orang tua yang sudah berumur. Usut punya usut, memang benar di desa adat ini kebanyakan yang tinggal yaitu para orang tua jompo. Karena aturan dari desa adat ini, bagi siapa yang ingin membuat rumah baru yang terbuat dari semen dan genteng, maka dipersilahkan membangun di luar desa adat. Tujuannya untuk menjaga keaslian dari bentuk bangunan yang sampai saat ini masih terjaga keasliannya. 



"Terus keunikan lain dari Desa Adat Limbungan ini jadinya apa ?"

Pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang di pikiran saya. Mungkin kalau dari segi bentuk bangunan, Desa Adat Limbungan masih unggul dibandingkan dengan desa-desa adat Sasak lainnya. Kenapa saya berpendapat seperti itu, karena saya melihat desa adat ini masih sangat alami dan masih belum tersentuh oleh nuansa modern. Bentuk bangunan masih sangat dijaga nilai originalnya oleh warga setempat. 

Tapi sayangnya desa adat ini masih kalah jauh dari popularitas. Gak ada yang bisa dijual dari desa ini selain foto-fotonya yang keren. Warga desanya pun masih kebanyakan cuek terhadap para tamu yang datang. Gak semuanya sih, ada juga yang mengajak kami ngobrol-ngobrol di berugak (gazebo) mereka. Salah satu warga yaitu sepasang suami istri yang bernama Amaq Udin dan Inaq Ani, mengajak kami untuk ngobrol-ngobrol. Dari mereka berdua, saya mendapatkan informasi tentang desa adat ini. 

By the way, saya mendapat informasi dari teman-teman GenPI Lombok Sumbawa juga bahwa Desa Adat Limbungan masuk nominasi di kategori Rumah Adat Terpopuler dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API2018). Untuk memilih Desa Adat Limbungan, kita hanya bisa ngevote. Votingnya sendiri mulai Bulan Juni yang lalu sampai 31 Oktober 2018. Kalau mau Desa Adat Limbungan menang dalam ajang tersebut, jangan lupa ngevote yaa !. Lebih jelasnya kalian bisa baca di postingan saya sebelumnya yaitu di Genpi LS Berbuka Puasa Bersama Pak Sekda NTB.

Mungkin sekedar saran saya kepada bapak-bapak pejabat Pemda Lombok Timur atau Dispar Kab.Lombok Timur dan Provinsi NTB, untuk lebih sering lagi melihat dan perhatian ke Desa Adat Limbungan. Sangat disayangkan sekali desa adat yang begitu kece, tapi belum banyak yang terlihat dari desa ini. Saya pun masih belum bisa betah berlama-lama berkeliling di desa adat ini selain mengambil foto-foto yang kece dan dibawa pulang kemudian lanjut diposting di akun medsos pribadi. Hanya itu saja !.

Mungkin saran saya yang kedua, warga desa diberikan pelatihan cara menenun atau membuat kerajinan tangan khas Pulau Lombok yang dapat dijual kepada para pengunjung yang datang. Warga desa diberikan pelatihan khusus bahasa asing, biar nantinya bisa berkomunikasi atau menjadi tour guide untuk pengunjung mancanegara. Kalau boleh request, saya minta diberi pelatihan bahasa mandarin karena kalau saya datang biasanya saya pakai bahasa mandarin Ampenan,hehehe (pikir sendiri maksudnya apa).




Oh ya, Desa Adat Limbungan terbagi menjadi dua bagian, Desa Adat Limbungan Barat dan Timur. Saya pun masih bingung mana yang barat dan timur,hehehe. Berjalan ke arah timur desa dari posisi semula, saya melihat ada desa dimana deretan bangunan rumah sudah menggunakan batu dan genteng. Letaknya berada di bawah Desa Adat Limbungan. Ini merupakan deretan rumah para warga desa adat yang sudah keluar dari desa adat mereka dan membangun rumah sendiri. Kebanyakan warga desanya masih muda-muda. 

Terus gimana nasib para orang tua mereka yang masih tinggal di desa adat ?. Mereka sesekali menjenguk orang tua masing-masing yang jaraknya gak jauh dari rumah baru mereka. Ada juga keturunan warga desa adat yang masih bertahan tinggal di rumah bedek dikarenakan masalah ekonomi, sehingga belum mampu membangun rumah baru yang membutuhkan dana yang gak sedikit. 

Posisi kami berada di jalur antara desa adat dan Desa Perigi. Dari posisi ini, saya sangat takjub melihat pemandangan yang luar biasa kecenya. Dari sini saya dapat melihat Selat Alas dan Pulau Sumbawa. Birunya laut Selat Alas dan sedikit berkabut saat itu, membuat tangan gatal untuk mendokumentasikannya. 

Gak ada pemandangan terkece lainnya seperti yang saya lihat dari Desa Adat Limbungan ini. Kami semua merasakan seperti sedang dipuncak gunung. Keren banget !. Bagi kalian yang belum pernah datang kesini, buruan dateng deh !.

Saya membayangkan bila Desa Adat Limbungan bisa berkembang pesat dan eksis diantara destinasi-destinasi favorit di Pulau Lombok, mungkin desa-desa adat lainnya bisa terancam kalah eksis nih. Bisa jadi kan ?.

Gak banyak cerita yang bisa saya tuliskan tentang Desa Adat Limbungan kepada teman-teman pembaca setia my blog : www.lazwardyjournal.com, selain foto-foto saya yang kece (pede amat). Semoga kalian tergoda untuk datang ke Desa Adat Limbungan setelah mengunjungi postingan saya ini,hehehe (sekalian promosi). Bukan lazwardyjournal.com namanya kalau gak memberikan cerita-cerita kece dari foto-fotonya yang gak kalah kece (super pede amat).

Yasudah kalau gitu, sampai bertemu di tulisan saya selanjutnya. Bocorannya, tulisan selanjutnya tentang kuliner lhoo yang sangat menggoda,hehehe. 

Selamat berlibur ke destinasi-destinasi terkece di Indonesia !!!

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday, 14 July 2018

Ngabuburit Sampai Berburu Takjil di Kota Taliwang, Sumbawa Barat

Fokus ke modelnya yaak !!! 

Beberapa minggu lalu saya sudah menulis tentang perjalanan saya bareng si doi ke destinasi-destinasi kece yang ada di Sumbawa Barat. Saya ingin melanjutkan cerita kami berdua, masih tentang mengexplore alam Sumbawa Barat. Cerita kali ini agak berbeda dengan dua cerita saya sebelumnya, mengexplore Pantai Maluk dan Pantai Poto Batu

Ceritanya ada disini : Pantai Maluk & Pantai Poto Batu

Sebelum melanjutkan cerita. Bagi kalian yang baru pertama kali berkunjung ke blog pribadi saya ini, gak ada salahnya untuk follow on my blog yaa ! Terimakasi

Kembali ke Laptop !!!

Bagi kalian yang sudah membaca cerita sebelumnya, pasti sudah bisa menebak kemana kami berdua tuju dong ?. Setelah dari Pantai Poto Batu, kami berdua menuju Kota Taliwang untuk bertemu teman baru saya alias sahabatnya si doi, asli orang Taliwang. Sebut saja namanya " Si Yudik".




Kami bertemu dengan Si Yudik di Masjid Agung Darussalam. Masjid megah dan tekece di Sumbawa Barat. Masjid Agung Darussalam terletak di pinggiran Kota Taliwang. Bagi yang belum pernah ke Kota Taliwang, jangan khawatir. Bila ingin ke masjid ini, kalian tinggal buka google maps dan masalah bingung di jalanpun teratasi.

Bertepatan dengan masuknya waktu Shalat Ashar, kami tiba di halaman parkir masjid. Kami melaksanakan shalat ashar sebelum mengexplore masjid ini. Masjid megah kebanggaan orang Taliwang, berada di kawasan komplek kantor pemerintahan Kabupaten Sumbawa Barat yang diberi nama komplek Komutar Telu Center (KTC).

Masjid Agung Darussalam selesai dibangun pada bulan Juni 2010 dimasa pemerintahan Bupati KH.Zulkifli Muhadli dengan menghabiskan dana sekitar 30 miliyaran rupiah. Luas bangunan masjid sendiri 15.500 m2, sedangkan luas secara keseluruhan 48.500 m2, dengan daya tampung mencapai 8000 jamaah. Besar juga nih masjid. Pantesan saja disebut-sebut salah satu masjid termegah di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Secara keseluruhan bangunan masjid ini mirip dengan masjid-masjid lainnya. Hanya saja masjid ini dikelilingi oleh kolam yang ukurannya dua kali lebih luas dari bangunan masjid. Memiliki empat lantai dimana ada paling dasar berupa basemant, lantai satu (lantai utama ) dan dua lantai untuk jamaah perempuan. Di bagian dalam dinding kubah tertulis sifat-sifat Allah SWT dalam bentuk kaligrafi yang cukup indah dipandang. Memiliki warna dasar hijau tua dan putih membuat siapapun yang berada di dalam masjid, baik shalat atau pun i'tikaf, merasa tenang dan damai. 

Bagian yang paling saya suka dari masjid ini yaitu Masjid Agung Darussalam  memiliki taman yang hijau dan di jauh mata memandang, kita bisa melihat hamparan perbukitan alam Sumbawa Barat. Beruntungnya saat kami kesana, bukit-bukit di sekitar Kota Taliwang masih hijau. 

Sore itu gak terlalu banyak para jamaah yang shalat berjamaah di masjid. Mungkin letaknya yang lumayan jauh dari pusat keramaian kota atau masih tidur di rumah masing-masing. Maklum, suasana Bulan Puasa dan cuaca agak panas. So, malas keluar rumah, tapi ibadah jangan dibawa malas yaa !! Hehehe

Berada di dalam Masjid Agung Darussalam, membuat hati saya tenang dan bahagia. Kenapa gak ?. Serasa perjalanan trip kami berdua gak sia-sia. Dapat mengexplore pantai-pantai kece dan Alhamdulillah, ibadah gak terlewatkan. Dapat shalat di Masjid Agung Darussalam, melengkapi perjalanan trip saya kali ini. Apalagi tripnya bareng si doi, Asyik.

Si Yudik si murah senyum 

Setelah Shalat Ashar dan jepret-jepret bagian terpenting dari Masjid Agung Darussalam meskipun belum puas jepret sih, kami berjumpa dengan Si Yudik.

Kalau boleh jujur, saya gak nyangka Si Yudik ini supel banget. Ramah dan gak (bukan agak) pendiam, hahaha. Ada saja yang diceritakan tentang Kota Taliwang ke kami. Mirip-mirip guide travel gitu. Bahkan saya khawatir kalau dia minta jasa tour guide sih, hehehe..becanda.

Rencana selanjutnya yaitu mencari takjil untuk bekal kami berbuka puasa. Kami bertiga segera meluncur ke sebuah tempat dimana banyak para pedagang takjil yang menjual berbagai macam kue khas Sumbawa Barat. Si Yudik yang memiliki kenalan salah satu pedagang, mengantarkan kami untuk mencari takjil yang dicari. 



Ibu Emi sedang sibuk melayani pembeli

Menyusuri jalan Kota Taliwang di sore itu membuat saya kaget, ternyata Kota Taliwang sangat ramai. Beda seperti dua puluh tahun yang lalu, dimana saat saya datang pertama kali ke Kota Taliwang, kota ini masih sepi dan jauh dari kata Polusi Udara.

Kami bertiga sudah berada di pertigaan Jalan Teuku Umar, Kampung Selayar. Lebih tepatnya berada di depan kantor Keluarahan Dalam, Kota Taliwang. Deretan tenda-tenda pedagang takjil sudah ramai diserbu oleh warga lokal. 

Si Yudik mengantarkan kami menuju ke sebuah tenda takjil milik dari Ibu Emi. Ibu hitam manis dan agak gemuk ini sangat ramah ke kami berdua. Beliau sudah menduga, kami berdua bukan asli orang Taliwang. Nyangkanya sih wartawan yang lagi nyari takjil. Emang saya seperti wartawan ya ?,hehehe...Ada-ada saja si ibu mah. 

Banyak kue khas Sumbawa Barat yang dijual oleh Ibu Emi. Ada namanya Tepung Pria, Goges, Tepung Dange, Plopo dan Es Bardan. Aneh-aneh kan namanya ?. Jelas saja aneh, nama kuenya kan nama-nama khas yang berasal dari bahasa Sumbawa Barat alias Bahasa Samawa. 

Tepung Pria "Idaman Seorang Wanita"
Tepung Pria

Tepung Pria, dari namanya saja aneh. Jenis kue ini paling banyak diburu oleh warga Kota Taliwang. Karena rasanya yang sangat lezat, saat digigit terasa kenyel-kenyel gitu. Kue ini mirip seperti kelepon tapi ukurannya lebih besar dari kelepon yang kita kenal. Terbuat dari tepung beras dan kanji membuat kue ini sangat lezat di mulut. Isi dalam kue Tepung Pria yaitu kelapa bercampur gula merah. Rekommended buat dicoba saat berkunjung ke Kota Taliwang.

Bolu Berai 
Bolu Berai

Kue ini biasa disebut dengan sebutan bolu yang memiliki kadar air. Hanya saja kadar air ini bukan air putih pada umumnya tapi cairan gula. Gula yang digunakan disini yaitu gula putih. Cara membuatnya yaitu sama halnya seperti membuat kue bolu pada umumnya. Hanya saja setelah menjadi bolu, kemudian direndam di air gula dan siap untuk dinikmati. Enaknya dimakan saat berbuka puasa. Dicobain saja deh. 

Tepung Dange "Baroncong Khas Sumbawa Barat"

Tepung Dange

Dange berasal dari salah satu kue khas Pulau Sumbawa. Mirip dengan kue Baroncong dari Sulawesi Selatan. Hanya saja kue Baroncong teksturnya lebih lembut, sedangkan Tepung Dange memiliki tekstur yang agak kasar. Kue ini terbuat dari tepung ketan dengan parutan kelapa yang dikukus lalu dibakar setelah tercetak berbentuk segitiga. Kemudian isiannya diberikan gula merah. Gak kebayang kan makan kue ini rasanya gimana. Kalau penasaran, dicobain saja. Saya saja pengen makan lagi karena gurih dan krenyes-krenyes sih. 

Palopo "Susu Kerbau"

Palopo

Inti dari tulisan ini ada disini sebenarnya. Saya ingin mengenalkan kepada kalian makanan khas sekaligus sangat legendaris di Sumbawa Barat. Bagi kalian yang datang ke Kota Taliwang atau Sumbawa Barat, kalau gak nyoba makanan ini, jangan bilang sudah ke Sumbawa Barat. 

Kenapa makanan saya bilang sangat legendaris, karena di jaman dulu orang asli Sumbawa Barat banyak memiliki ternak kerbau. Selain mengkonsumsi dagingnya, masyarakat setempat memanfaatkan susu kerbau untuk diolah menjadi makanan dengan cara susu kerbau diperah dan diambil airnya. Kemudian diendapkan dalam sebuah ember atau wadah, kemudian diberi garam. Dulu kala, masyarakat Sumbawa Barat mengkonsumsi olahan susu ini untuk lauk dan pelengkap nasi yang dimakan. 

Seiring berjalannya waktu, dengan alasan selera. Olahan susu kerbau ini dimodifikasi bukan lagi hanya sebagai lauk saja tapi kue khas Sumbawa Barat. Olahan susu kerbau ini sudah berhenti diberi garam. Sebagai gantinya dicampur dengan air gula jawa sehingga agak berasa manis. Oleh sebab itu, olahan susu kerbau ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan Palopo alias susu kerbau gula jawa. Kalau saya sih belum terbiasa makan olahan susu kerbau ini karena masih belum berteman dengan rasanya yang enek. Bagi penggemar aneka bubur, Palopo perlu kalian coba. 


Es Badar "Es Campur Khas Sumbawa Barat"

Es Badar

Sebagai pelengkap, saya membeli es campur khas Sumbawa Barat. Kata Si Yudik sih namanya Es Badar. Saya masih merasa asing dengan nama esnya. Kalau diperhatikan sih, ini es campur dengan aneka macam campuran buah, kolang kaling, agar-agar dan rumput laut. Apapun nama yang diberikan, yang jelas es campur ini seger banget, pengen nambah dan nambah lagi. Harga seporsi Es Badar sangat murah di kantong yaitu hanya sepuluh ribu saja. Dengan harga segitu, kita sudah dapat seporsi Es Badar dengan ukuran yang sangat besar bagi saya. 

Setelah semua takjil yang kami cari sudah dibeli. Kami bertiga menuju ke rumah Si Yudik yang gak jauh dari tempat membeli takjil tadi. Kami berencana berbuka puasa di rumanya Si Yudik. Dadakan sih, tapi karena kami berdua diundang, yasudah gak apa-apa, hehehe.

Trip yang sangat lengkap bagi saya pribadi. Jauh-jauh nyeberang dari Pulau Lombok. Hanya memiliki waktu sehari bisa dapat pantai-pantai kece ala Sumbawa Barat, Shalat Ashar di Masjid Agung Darussalam dan terakhir berburu takjil khas Sumbawa Barat. Hal yang paling spesial yaitu trip bareng si doi.

Saatnya berbuka puasa, menikmati kuliner khas Sumbawa Barat bersama Yudik sekeluarga membuat saya merasakan memiliki keluarga baru. Ada satu kalimat yang masing saya ingat dari Si Yudik. Kata dia "Pantang pulang sebelum kenyang". Artinya kalau makan belum kenyang, gak boleh pulang. Mantaap !.

Perut sudah kenyang, saatnya balik ke Pulau Lombok. Biar gak kemalaman sampai Kota Mataram, kami berdua pamit.

Sebenarnya sih pengen cerita lebih panjang lagi tentang trip kami berdua ke Sumbawa Barat. Tapi ada beberapa hal yang saya gak ceritakan disini. Biar jadi rahasia kami berdua, Asyiiik. Kesimpulannya kami berdua sangat menikmati perjalanan sehari ke Sumbawa Barat.

Bagi kalian yang ingin tahu catatan trip kami berdua saat itu, saya kasi listnya deh.

Catatan 
Trip Perjalanan :
6AM        : Berangkat dari Kota Mataram ke Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur
8AM        : Sampai di Pelabuhan Kayangan
8.30AM   : Berlayar ke Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa Barat
11AM      : Sampai di Pelabuhan Poto Tano dan menuju Kota Taliwang
12.30PM : Sampai di Pantai Maluk, Desa Maluk
2PM        : Sampai Pantai Poto Batu, Taliwang
4PM        : Shalat Ashar di Masjid Agung Darussalam, Taliwang
5PM        : Ngabuburit sambil berburu takjil
6PM        : Berbuka bersama
8PM        : Balik menuju Pelabuhan Poto Tano
10PM      : Berlayar menuju Pelabuhan Kayangan
12AM      :Sampai di Pelabuhan Kayangan
1AM        : Sampai di Kota Mataram lagi - Finish

Budget : 
1. Bensin motor : 50ribu
2. Tiket Kapal Ferry : 100ribu (PP)
3. Tiket masuk pantai : gratis
4. Berburu Takjil dan biaya gak terduga : 50 ribu (sesuai selera dan isi dompet)
Total : 200 ribu perjalanan (bisa menyesuaikan)
      
Semoga bermanfaat dan sekian dari saya, Si blogger kece dari Pulau Lombok (kasi julukan sendiri).

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Tuesday, 10 July 2018

Berjumpa dengan Para Menteri di Dialog Nasional ke-15, Lombok Raya Hotel


Hari Sabtu, tanggal 7 Juli 2018

Hotel Lombok Raya diserbu oleh ribuan mahasiswa kece dari berbagai perguruan tinggi di Pulau Lombok. Gak tanggung-tanggung sekitar tiga ribu mahasiswa memenuhi Convention Hall lantai dua, Hotel Lombok Raya, Kota Mataram.

Kebetulan saya berkesempatan hadir dalam acara akbar ini bersama teman-teman dari Genpi Lombok Sumbawa dan beberapa blogger yang ikut memeriahkan. Ini acara akbar yang baru pertama kali saya ikuti dengan jumlah peserta terbanyak, tiga ribu orang broo...Gilaa gak tuh.

Dialog Nasional “Indonesia Maju” tiba di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Program diskusi besutan Lembaga Pengkajian Pendidikan (LPP) Edukasi Yogyakarta ini telah memasuki seri ke lima belas.

Dialog Nasional Indonesia Maju sendiri sebelum berlangsung di Pulau Lombok, telah dilaksanakan di empat belas lokasi berbeda di berbagai daerah Indonesia. Untuk di tahun 2017 saja sudah terlaksana tujuh seri di berbagai lokasi. Di setiap seri dengan narasumber dari Kementrian yang berbeda-beda.

Yogyakarta, Tegal, Slawi, Lampung, Semarang, Boyolali, dan Medan menjadi daerah yang telah menjadi lokasi kegiatan dialog nasional di tujuh seri di tahun 2018 ini.




Pulau Lombok menjadi tempat di seri kelima belas dari Dialog Nasional “Indonesia Jaya” dan berlangsung di Convention Hall Lombok Raya Hotel, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Menteri Pariwisata dengan ditemani Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Menteri Sosial Republik Indonesia menjadi narasumber dalam acara tersebut.

Tema khusus yang diangkat dalam Dialog Nasional Indonesia Jaya kelima belas adalah Pemberdayaan Pariwisata Daerah dan Membangkitkan Semangat Kewirausahaan Karang Taruna dan Mahasiswa Melalui Koperasi.

Dihadirkannya Menteri Pariwisata selaku narasumber sangatlah tepat dengan keadaan Nusa Tenggara Barat yang saat ini tengah mencuri perhatian dunia melalui perkembangan industri pariwisatanya.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, World’s Best Halal Tourism Destination, Penobatan Geopark UNESCO pada Gunung Rinjani, merupakan deretan kecil dari banyaknya hal menarik yang mencuri perhatian dua terkait pariwisata di Pulau Lombok.




Dalam kesempatan Dialog Nasional Indonesia Jaya kali ini Menpar " Bapak Arief Yahya" menjelaskan tentang serunya pariwisata Indonesia saat ini, terutama dalam hal program Destinasi Digital.

Apalagi sehari sebelum Dialog Nasional berlangsung, Menpar "Bapak Arief Yahya" telah berkunjung ke salah satu destinasi digital yang ada di Pulau Lombok yaitu Pasar Pancingan. Sehingga sudah dapat dipastikan bahwa keseruan-keseruan yang beliau alami selama melakukan kunjungan, menjadi cerita menarik yang beliau presentasikan selama dialog nasional ini.

Selain Bapak Menpar yang datang ke Pasar Pancingan, ada bintang tamu gak kalah kece juga yang turut hadir. Gak nangung-nanggung, Gracia Indri untuk kedua kalinya datang ke Pasar Pancingan. Pertama kali dia datang saat Pasar Pancingan mulai buka untuk pertama kalinya, tapi sayang saat itu saya berhalangan hadir.

Untuk kali ini saya gak menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu langsung dengan artis yang sering memerankan peran antagonis di setiap sinetron yang pernah dia bintangi. Akhirnya saya bisa fotoan bareng eneng geulis Gracia Indri. Ternyata aslinya geulis pisan (nasib anak pulau yang jarang ketemu artis ibukota),hehehe.




Dalam kunjungan Bapak Menpar ke Pasar Pancingan, ada hal yang menarik untuk kita saksikan. Salah satunya adalah terkait pertemuan Menpar "Bapak Arief Yahya" dengan salah satu Pelaku UMKM di Desa Bilebante yang beliau kenal karena prestasi dan keahliannya yang telah dikenal di jajaran Kementerian yang bernama Ibu Zaenab. Ibu berjilbab berkacamata dan berbadan gemuk ini berhasil menyita perhatian para pengunjung yang datang ke Pasar Pancingan.

Setelah mendengarkan testimoni dari Ibu Zaenab serta melakukan foto bersama, Menpar Arief Yahya pun berjanji akan menjadikan kisah sukses Ibu Zaenab sebagai bagian dari cerita dalam presentasi beliau di keesokan harinya saat Dialog Nasional ke lima belas berlangsung. 

Setelah Bapak Menteri Pariwisata "Arief Yahya" memberikan sambutan yang sangat membanggakan buat kemajuan pariwisata Provinsi NTB saat ini, ada dua Menteri yang memberikan sambutan yang gak kalah serunya yaitu Menteri Sosial "Bapak Idrus Marham" dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi "Bapak Eko Putro Sandjojo".



Dengan dipandu oleh moderator kocak dan kece "Bapak Gazali Effendi", acara dialog nasional berjalan dengan lancar dan seru. Serunya gak hanya menyimak apa saja yang bapak-bapak menteri sampaikan kepada seluruh peserta yang hadir, tapi ada puluhan hadiah yang dibagikan dengan syarat harus bisa menjawab pertanyaan seputaran hal-hal yang disampaikan oleh beliau-beliau yang hebat di depan.

Kurang lebih empat jam acara berlangsung, gak terasa kegiatan hari itu ditutup dengan sesi foto-foto. Beruntungnya saya bisa fotoan bareng dengan Bapak Menpar "Arief Yahya". Bapak yang murah senyum dan ramah ini telah membuktikan bahwa dunia pariwisata Indonesia mampu bersaing dan dapat mengalahkan dunia pariwisata negara lain. Sukses selalu pak. Amiiin

Bila kalian ingin melihat keindahan dan keunikan di Indonesia, kunjungi juga : GenPi.co 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Thursday, 5 July 2018

Ada Batu Bolong di Pantai Poto Batu, Sumbawa Barat


Menulis kisah perjalanan saya ke Sumbawa Barat belum berakhir di Pantai Maluk saja. Pantai Maluk yang terletak kurang lebih tiga puluh empat kilometer dari Kota Taliwang, Sumbawa Barat, menambah daftar deretan pantai terkece yang pernah saya datangi di Pulau Sumbawa.

Bisa dibaca disini juga : Pantai Maluk

Sumbawa Barat saya akui banyak menyimpan keindahan alam yang belum semua travelers tau. Beberapa diantaranya sudah saya tulis di blog ini. Salah satunya Pantai Maluk yang baru-baru ini saya posting dan cukup banyak para pembaca yang berkomentar baik di blog maupun di email.

Selain Pantai Maluk yang kece dengan pasir putih lembut dan air lautnya yang hijau toska, ada satu destinasi lagi yang gak kalah kece dengan Pantai Maluk. Sebut saja, Poto Batu.

Poto Batu terletak diantara Kota Taliwang dan Desa Labuan Lalar. Lebih tepatnya Poto Batu terletak di pinggir jalan raya, jalur Kota Taliwang menuju Jereweh dan Pantai Maluk. Hanya lima menit dari Kota Taliwang, kita sudah sampai di destinasi ini.

Bisa dibaca disini juga : Desa Labuan Lalar




Setelah memarkirkan sepeda motor di depan sebuah tulisan besar "Poto Batu", kami berdua berjalan kaki menuju pantai. Gak ada tiket masuk ke pantai ini, bahkan parkir pun gak dipungut biaya, asyik kan ?. Disaat kami sudah berada di pinggiran pantai, saya melihat para pedagang sedang mendirikan tendanya untuk berjualan menjelang berbuka puasa sampai malam hari. Pemandangan yang asyik menurut saya bila datang ke sebuah pantai yang jauh dari rumah. 

Poto Batu merupakan sebuah pantai yang cukup unik. Ada sebuah batu besar yang ditengah-tengahnya ada lubang berdiameter tiga hingga empat meter yang menyerupai terowongan yang menembus hingga ke bibir pantai yang dipenuhi oleh batu-batu karang.







Oleh warga setempat dinamakan Pantai Poto Batu karena ada sebuah batu besar di salah satu sisi pantai. Poto Batu memiliki arti "Batu di ujung" maksudnya di ujung pantai ini terdapat sebuah batu besar yang menyerupai goa karena memiliki lubang di tengahnya. Lubang ini seperti terowongan yang menembus sisi bagian batu yang menghadap ke laut. Saya pun penasaran dengan batu berlubang ini. Saya bersama si doi mencoba untuk memasuki lubang yang lumayan besar untuk menuju bagian batu-batu karang.

Disamping keunikan dari batu ini, ada sisi lain yang cukup membuat saya sedih. Di salah satu bagian dinding batu ada coretan yang gak perlu, bahkan merusak keindahan dari pantai ini. Ayook, buat para pengunjung, jaga kebersihan dan keindahan pantai kita yaa !. Jangan melakukan vandalisme alias coret-coret di sembarang tempat !. Semoga saja sesudah tulisan ini saya posting, coretan di batu itu sudah dibersihkan oleh pengelola setempat.




Next... Keunikan lainnya dari pantai ini yaitu pasirnya yang berwarna kecokelatan seperti tanah. Setelah diperhatikan, Poto Batu merupakan muara yang mempertemukan aliran sungai-sungai yang mengalir dari Kota Taliwang. So.. Mungkin ini yang membuat warna pasir dari pantai ini berwarna cokelat karena bercampur dengan tanah. Lagi-lagi si doi suka sekali dengan pasir Poto Batu. Bawa pasirnya jangan kebanyakan ya yank, nanti motor kakak bisa-bisa mirip seperti truk pasir, hehehe.

Cuaca di Pantai Poto Batu cukup cerah. Angin sore yang cukup kencang dan deburan ombak yang lumayan besar membuat pakaian yang saya kenakan setengah basah oleh ombak yang menabrak batu karang. Pemandangan dari pantai ini bisa dibilang kece. Kita bisa melihat para nelayan yang akan berangkat memancing dengan perahu layar yang sangat sederhana.




Perahu-perahu layar jaman sekarang sudah dilengkapi dengan mesin tempel. Beda seperti jaman saya masih kecil yang hanya mengandalkan arah angin darat untuk menuju ke tengah lautan. Melihat Gili Puyung dari kejauhan, deretan perbukitan yang hijau dan paling penting, sinyal hp cukup kencang disini.

Saya suka dengan pantai ini karena ini merupakan kampung halaman papa. Sejak kecil saya memang suka pantai. Suka suasananya, suka mencari ketenangan di pantai sambil bermain air dan pasir.

Kami berdua tiba di pantai ini sore hari sehabis mengexplore Pantai Maluk. Karena suasana bulan puasa, banyak para pengunjung yang datang kesini untuk ngabuburit menunggu waktu berbuka puasa dan menikmati sunset. Para pedagang kaki lima juga sudah bersiap-siap menjajakan dagangannya. Tenda-tenda pun sudah dipasang di pinggir pantai. Suasana yang membuat saya kembali ke kisah masa kecil dulu. 

Meskipun warna air pantainya gak seperti hijau toskanya air laut di Pantai Maluk, Pantai Poto Batu memiliki panorama alam yang cocok untuk menanti sunset. Sunset disini katanya indah lhoo. Tapi sayang kami berdua gak sampai menikmati sunset di pantai ini karena agenda selanjutnya mencari kuliner khas Sumbawa Barat sekalian nyari menu buka puasa. hehehe.



Karena letaknya sangat dekat dengan Kota Taliwang, setiap sore baik di weekday maupun weekend Pantai Poto Batu sangat ramai dikunjungi oleh warga setempat. Buat para travelers atau fotografer yang lagi bingung nyari spot untuk hunting-hunting foto, ayook buruan ke Pantai Poto Batu !. Pantai yang unik dengan memiliki batu besar yang berlubang dengan pasir cokelat dan ombak yang sangat mempesona.

Menurut informasi dari salah satu warga yang sempat saya ajak ngobrol-ngobrol. Di Pantai Poto Batu bisa dijadikan tempat mendirikan tenda lhoo. Kalian yang hobi ngecamp bareng sahabat atau komunitas, bisa memilih pantai ini menjadi tempat rekommended terkece buat kalian menginap dan menikmati sunset.

Sambil menikmati keindahan sunset, kita juga bisa menikmati air kelapa muda yang bisa diambil dari pohonnya langsung. Gratis..tis..tis..tis, tapi syaratnya harus manjat sendiri yaak,hehehe. 

Sebelum meninggalkan Pantai Poto Batu, si doi menghubungi salah satu sahabatnya yang tinggal di Kota Taliwang. Namanya Si Yudik, anaknya rame dan ramah. Si Yudik siap jadi tour guide kami mencari jajanan khas dari Sumbawa Barat.

Oke.. Kami berdua segera balik menuju Kota Taliwang untuk bertemu dengan Si Yudik yang sudah menunggu kami di Masjid Agung Darussalam, Kota Taliwang. Gimana keseruannya kami berburu takjil khas Sumbawa Barat, ditunggu ya cerita saya selanjutnya. Comming Soon !!!

***
Penulis : Lazwardy Perdana Putra