Friday, 20 May 2016

Melihat Indonesia dari Air Terjun Agal, Desa Marente


Sebagai orang Indonesia, saya sangat bangga bisa tinggal di negeri yang memiliki berjuta-juta keindahan alam didalamnya. Indonesia yang memiliki banyak sekali destinasi-destinasi yang indah, meliputi berbagai ragam adat, budaya, makanan khas serta panorama alam yang menjadi nilai jual tinggi di dunia. Salah satu keindahan yang dimiliki Indonesia berada di Pulau Sumbawa, tepatnya di Kabupaten Sumbawa Besar. Kali ini saya diberikan kesempatan untuk mengexplore salah satu air terjun tertinggi di Indonesia. Berada di Desa Marente, Kecamatan Alas Barat. Kurang lebih tiga puluh kilometer dari Pelabuhan Pototano, Sumbawa Barat menjadikan destinasi ini gak sulit untuk diexplore.

Welcome to Agal Waterfall, Marente... !!!


Di hari kedua mengexplore Pulau Sumbawa. Kami memutuskan pergi ke Air Terjun Agal. Dari informasi salah satu teman yang sudah kesana, perjalanan menuju Air Terjun Agal susah-susah gampang. Jadi penasaran untuk segera sampai di salah satu air terjun tertinggi di Indonesia ini ( katanya ). Bertepatan dengan hari Jumat, waktu yang kurang pas sebenarnya untuk melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di Desa Marente, saya berjumpa dengan Bapak Zaenudin, beliau warga asli desa setempat. Beliau baik sekali, menawarkan kami beristirahat sejenak di rumah beliau. Sedangkan yang laki-laki bersiap-siap untuk melaksanakan shalat Jumat, biar tambah cakep kata yang cewek-cewek. 

Setelah selesai shalat, kami bersiap-siap untuk trekking ke Air Terjun Agal. Sebelum trekking, beliau mencarikan kami seorang guide sebagai pemandu selama di perjalanan. Gak susah mencari guide disini.  Alhamdulillah Mas Hans bersama kedua temannya bersedia mengantarkan kami. Mas Hans adalah seorang warga Desa Marente sekaligus sebagai guide yang mengantarkan tamu-tamu yang ingin ke Air Terjun Agal. Mas Hans dan kedua temannya sangat ramah dan baik, Guide Is The Best. 


Sekitar jam satu siang, kami bertujuh ditambah tiga orang lagi, memulai perjalanan menuju Air Terjun Agal. Berjalan kaki adaah pilihan pertama. Di sepanjang perjalanan, Mas Hans menceritakan kepada kami tentang Desa Marente dan air terjun yang ada di desa ini. Di desa ini sebenarnya ada tiga air terjun antara lain; Air Terjun Agal, Saketok dan Zebra. Jadinya disingkat menjadi SAGARA ( Saketok, Agal dan Zebra ). 

Desa Marente merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Alas Barat, Kabupaten Sumbawa Besar, NTB. Kata Marente berasal dari nama sebuah hutan yang terletak di daerah tersebut yang bernama Hutan Marente juga. Hutan Marente adalah hutan yang sangat indah dan lebat yang dimiliki oleh Sumbawa. Jadi jangan heran, ketika kami berada tengah hutan, udaranya sangat sejuk dan buat betah. Beda dengan perkataan orang-orang yang menyebutkan Pulau Sumbawa itu gersang dan panas. Tanah di Marente juga terbilang subur, vegetasinya yang cantik membuat mata gak henti-hentinya dibuat takjub. Marente juga mempunyai singkatan, Maras Rena Nyaman Ate yang artinya keseruan yang membahagiakan. Jadi gak heran bila mengexplore Desa dan Hutan Marente kita mendapatkan keseruan yang membuat hati bahagia. 




Perjalanan kami diawali menyeberangi sebuah sungai berarus deras yang bernama Tiu Kele. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menyusuri Hutan Marente. Hutan yang sangat lebat dan indah ini, menjadi satu-satunya pintu gerbang menuju Air Terjun Agal. Di tengah perjalanan kami melewati perkebunan kopi yang cukup luas dan terawat. Jalur menanjak dan berbatu kurang lebih dua kilometer atau memakan waktu dua jam berjalan kaki hingga sampai di Air Terjun Agal membuat kaki terasa pegel-pegel. Tapi tenang saja, panorama Hutan Marente memberikan kami suatu pengalaman yang baru, sehingga gak terasa capeknya. Hutan Marente sangat ramah kepada kami. 

Di tengah perjalanan, pasti akan mengalami hal-hal yang gak terduga. Contohnya saya sendiri yang sempat terperosok jatuh sehingga kaca pelindung kamera saya pecah. Banyak hal lain yang juga bisa saja terjadi terhadap kita. Jadi, kita harus berhati-hati dan selalu fokus. Membawa perlengkapan secukupnya. Sedia payung sebelum hujan. 





Naik turun bukit menyusuri hutan belantara yang cukup lebat, membuat waktu gak terasa sudah dua jam perjalanan. Kurang lebih lima puluh meter lagi berjalan, suara aliran sungai sudah terdengar. Mas Hans guide kami, mengatakan Air Terjun Agal sudah dekat. Semakin kami berjalan cepat untuk segera sampai di tujuan. Alhamdulillah Air Terjun Agal terlihat jelas dari kejauhan. Akhirnya sampai juga di air terjun tertinggi di Indonesia ini dalam kondisi sehat semuanya. Penamapakan Air Terjun Agal sama persis dengan foto-foto yang saya lihat di internet. Is Amazing....!!!.





Air Terjun Agal konon katanya memiliki ketinggian 100 - 200 meter. Terdiri dari 10 tingkatan, 7 tingkatan kecil dengan ketinggian 3 - 7 meter, sedangkan  3 tingkatan sisanya memiliki ketinggian 50 - 200 meter. Di bagian tingkatan utama yang lebih tinggi dari yang lainnya, itulah sosok utama dari Air Terjun Agal. Saking tingginya, leher kami menjadi pegel bila lama-lama menatap air terjun utamanya. 


Menuju air terjun utama medannya cukup ekstrem. Kami akhirnya menikmati keindahan Air Terjun Agal dari tingkatan keempat. Dari sini pemandangannya sangat indah. Disinilah spot paling tepat untuk mengambil foto. Kamera selalu siap untuk mengambil gambar moment-moment kami selama di Air Terjun Agal. Moment-moment terbaik dan berharga gak sedikitpun kami lewatkan. 

Menuju Desa Marente, menggunakan motor, beristirahat di rumah Bapak Zaenudin, bertemu dengan Mans Hans dan kawan-kawan yang menjadi guide kami selama explore Air Terjun Agal, menyeberangi Sungai Tiu Kele, menyurusi hutan indah nan lebat " Hutan Marente ", terjatuh di sebuah tanjakan, bercanda gurau sepanjang perjalanan, mandi di air terjun, berfoto bersama dan akhirnya kami semua kembali ke Desa Marente dengan kondisi sehat walhafiat dan dipenuhi rasa bahagia dan puas melengkapi cerita saya bersama para sahabat mengexplore tanah Sumbawa dari dekat. Melihat Indonesia dari Air Terjun Agal, mengajarkan saya pribadi hidup sebagai mahkluk bersosial itu adalah penting. 

Bertemu dengan keluarga baru dan sahabat baru. Terimakasi Bapak Zaenudin sekeluarga, Mas Hans dan warga Desa Marente atas keramahannya kepada kami semua. Terimakasi juga buat Hutan Marente dan Air Terjun Agal. Melihat Indonesia dari Air Terjun Agal sangat luarbiasa dan pengalaman yang mengasyikkan.

Wonderful Indonesia !!!


Catatan : 
- Jalur  : Pelabuhan Pototano - Labuan Mapin - Alas - dari perempatan Terminal Alas ketimur - Desa Marente - Air Terjun Agal.
- Menggunakan motor atau mobil sampai Desa Mantar. Bila gak, bisa pakai ojek dan minta diantar ke Desa Marente.
- Jasa Guide seikhlasnya.
- Minta ijin kepada Kepala Desa atau warga setempat bila ingin ke Air Terjun Agal.
- Info lebih jelasnya bisa menghubungi Mas Hans : PIN BBM 53F5ADB1 atau WA 081805322778 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Wednesday, 18 May 2016

Berpijak di Puncak Para Serdadu Kumbang, Desa Mantar


Cerita ngetrip kali ini saya akan berbagi pengalaman perjalanan melihat salah satu keindahan Nusa Tenggara Barat dari Puncak Desa Mantar, Sumbawa Barat. Pulau Sumbawa untuk saat ini sedang naik daun khususnya di dunia pariwisatanya. Gak heran banyak pecinta traveling yang berdatangan baik dari dalam negeri maupun luar negeri alias bule ke Pulau Sumbawa. 

Hari demi hari, wajah-wajah baru mulai bermunculan. Salah satunya yaitu Desa Mantar yang letaknya di Kecamatan Pototano, Sumbawa Barat. Desa yang mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia lewat Film Serdadu Kumbang yang tayang beberapa tahun yang lalu. Seiring berjalannya waktu Desa Mantar mulai sering dikunjungi karena keindahan alamnya yang sungguh kece. Dari atas Puncak Mantar kita bisa melihat deretan perbukitan alam Sumbawa Barat, Selat Alas, Pelabuhan Pototano bahkan sampai Gunung Rinjani, Lombok pun terlihat jelas dari Puncak Bukit Mantar.

Welcome to Mantar !!! 



Berangkat dar Kota Mataram membutuhkan waktu dua jam perjalanan menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur. Saya yang saat itu memimpin enam crew ( Mas Junk, Novha, Eza, Ali, Elga, dan Mbak Nisa ), menentukan titik pertemuan kami bertujuh. Maklum, kami gak semuanya berasal dari Kota Mataram. Ada yang dari Lombok Timur dan Sumbawa Besar. Anggota yang dari Lombok, ngumpulnya di Pelabuhan Kayangan, sedangkan yang dari Sumbawa Besar, menunggu di Pelabuhan Pototano. 

Berlayar menuju Pulau Sumbawa menggunakan kapal roro alias kapal ferry menyeberangi Selat Alas memakan waktu sekitar dua jam perjalanan. Sesampai di Pelabuhan Pototano, Sumbawa Barat, lengkaplah anggota semuanya. Setelah istirahat sebentar dan menyiapkan segala macam kebutuhan nantinya, kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Tapir, KecamatanSeteluk, Sumbawa Barat yang menjadi pintu gerbang menuju Desa Mantar. 

Perlu diketahui, menuju Desa Mantar gaklah semudah yang dibayangkan. Kami diharuskan untuk menggunakan mobil ranger karena kondisi jalannya yang belum mulus ( full tanjakan ). Sewanya lumayan murah sih menurut saya, hanya 50 ribu antar jemput per orangnya. Dilihat dari kondisi jalannya yang lumayan memacu adrenalin kita, berbatu, kiri tebing dan kanannya jurang. Mantaapp !!!. 




Alhamdulillah... setelah hampir setengah jam perjalanan dari Desa Tapir, tibalah kami di perkampungan Desa Mantar. Disini kami harus mengikuti aturan yang ada, setiap tamu yang datang harus wajib lapor terlebih dahulu ke Kepala Desa Mantar untuk meminta ijin menginap di Puncak Mantar. 

Setelah meminta ijin, mobil ranger yang kami tumpangi melajutkan perjalanan menuju Puncak Mantar. Sungguh indah pemandangan dari sini. Melihat laut, perbukitan Pulau Sumbawa yang hijau, Gunung Rinjani, Pulau Lombok dan pulau-pulau kecil di Selat Alas. Sungguh bahagia perasaan kami saat itu. 



Puncak Mantar dulunya digunakan untuk syuting salah satu film Indonesia yaitu Serdadu Kumbang ( bukan promosi ). Film yang menurut saya sangat sukses ini, menjadikan Desa Mantar mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia. Gak hanya dikenal saja, tapi lama kelamaan banyak para pecinta traveling berlomba-lomba datang kemari termasuk saya sendiri ( he..he..he.. ) demi menikmati keindahan alam desa yang menjadi salah satu desa tertinggi di Pulau Sumbawa. Dan juga, Puncak Mantar dijadikan lokasi paralayang se-nasional. Jadi gak heran disini banyak para atlet paralayang yang sedang berlatih untuk persiapan tanggal 29 Mei 2016 untuk mengikuti festival Paralayang Mantar. Puncak Mantar salah satu lokasi paralayang terbaik di Indonesia karena angin disini selalu ada. 

Kembali ke laptop !!!

Mobil ranger mengantarkan kami sampai di pemberhentian terakhir yaitu di Puncak Mantar ( lokasi paralayang ). Perlu diketahui jarak antara Desa Mantar dengan puncak bukitnya sekitar 1 kilometer, gak terlalu jauh memang. Setelah berkemas-kemas, kami memutuskan untuk mendirikan dua tenda ( 1 tenda untuk cowok dan 1 lagi untuk cewek ). Serasa dihipnotis oleh keindahan alam Puncak Mantar, sehingga gak henti-hentinya kami dibuat takjub. 



Selesai berkemas-kemas dan tenda sudah terpasang, kami bertujuh gak mau melewatkan moment-moment terindah yaitu Sunset Mantar. Walaupun sunsetnya gak sempurna, tapi pemandangan siluetnya yang kece habis. Gunung Rinjani yang megah, jejeran pulau-pulau di Selat Alas yang selalu tersenyum kepada kami, angin sepoi-sepoi dari perbukitan yang selalu menyapa seakan-akan memberikan ucapan " Selamat Datang di Mantar !!! ".

Malam sudah tiba, saatnya menyiapkan makan malam. Moment demi moment gak akan kami lewatkan, sambil makan kami menikmati saat-saat malam hari di puncak. Melihat titik-titik terang dari cahaya lampu rumah-rumah penduduk dan cahaya-cahaya bintang yang gak mau kalah memberikan sinarnya. Seakan-akan memanjakan kami, memberikan penerangan di saat malam dari kegelapan. Berkumpul dengan para sahabat tercinta sambil curhat dan menikmati malam. Sudah larut malam, saatnya beristirahat biar besok pagi gak ketinggalan melihat sunrise.  

Cekidoott...ZzzZZZZzzzZZZzz









Pukul 04.00 WITA, kami semuanya terbangun. Memasak air dan mie rebus untuk sarapan. Ketika itu langit bagian barat masih gelap. Menunggu sunrise tiba sambil duduk-duduk di pinggiran bukit. Embun pagi membasahi jaket, udara pagi yang cukup dingin, cuaca yang cerah saat itu berpihak kepada kami. Pukul 05.00 WITA, langit mulai tampak kebiruan. Awan-awan putih semakin lama semakin terlihat. Waaahh,.. ternyata kami berada di atas awan. Kumpulan awan-awan putih seakan-akan mengalir seperti aliran sungai. Mengalir di antara celah-celah perbukitan tanah Samawa ( Pulau Sumbawa ). Berdiri di negeri atas awan, menikmati sinar mentari pagi. 





Berdiri di tepian bukit sambil memandang kumpulan awan putih yang sedang mengalir dari celah-celah perbukitan. Penuh harapan yang saya lontarkan kepada Sang Maha Pencipta. Sang Merah Putih pun akhirnya berkibar dari Puncak Mantar. Misi mengibarkan bendera merah putih di Mantar akhirnya menjadi kenyataan. Apalagi didukung dengan cuaca cerah, membuat hasil foto kami menjadi kece. 



Setelah menikmati sunrise di Puncak Mantar, kami segera menuju Puncak Pamanto ( Puncak Pemantau ). Puncak dengan ketinggian 585 mdpl ini menjadi salah satu daya tarik dari Desa Mantar. Tempat ini juga dijadikan tempat syuting film Serdadu Kumbang. Disini terdapat sebuah pohon yang diberi nama Pohon Cita-Cita oleh masyarakat Mantar sendiri. Konon katanya, pohon ini bisa mengabulkan harapan kita. Oleh sebab itu, dulu masyarakat Mantar beramai-ramai menggantungkan sebuah botol yang berisi kertas bertuliskan sebuah harapan bagi yang memiliki botol di beberapa bagian ranting pohon tersebut. 

Tapi sekarang sudah gak diperbolehkan lagi menggantungkan botol-botol di Pohon Cita-Cita karena ada beberapa alasan yang saya kurang mengetahuinya. Menurut saya sih, disamping merusak keindahan, bisa juga merusak lingkungan dan iman juga menurut agama yang saya anut.




gak jauh dari Pohon Cita-Cita, kami gak sengaja bertemu dengan seorang anak Mantar bersama kudanya. Kuda yang berwarna putih agak kecoklatan sedang memakan rerumputan hijau di ladang. Gak mau kehilangan kesempatan langka ini. Setelah meminta ijin untuk berfoto bersama kuda, kami satu persatu membuat foto sekece mungkin. Berfoto bersama kuda Mantar memberikan kebahagiaan tersendiri, yang penting fotonya jangan alay saja soalnya kuda gak bisa foto alay. 

Cerita perjalanan kami ke Desa Mantar menambah pengalaman saya pribadi ke tempat yang cukup jauh dari rumah. Bertemu dengan orang-orang baik, moment-moment yang baik walaupun kepala sempat kejedot di bawah rumah panggung salah satu warga desa. Selain itu, bisa menikmati alam Mantar bersama para sahabat tercinta.

I Love Mantar..... !!! Wonderful Indonesia 

Catatan :
-Rute : Kota Mataram - Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur - Pelabuhan Pototano - Desa Tapir, Kecamatan Seteluk - Desa Mantar.
- Rincian biaya perjalanan :
1.Tiket kapal ferry Rp. 50.000,- / motor
2.Sewa mobil ranger Rp . 50.000,- / orang ( antar jemput )
3.Bensin Rp. 50.000,- / motor matic ( pulang pergi )
- Menitipkan motor di Desa Tapir, kemudian dilanjutkan dengan menumpang mobil ranger menuju Desa Mantar.
- Membawa tenda, kamera, powerbank, senter, alat masak, jaket, kaos kaki dan kaos tangan, makanan dan minuman yang cukup atau kalo bisa dilebihkan bawanya. 

Saturday, 23 April 2016

Bertemu Si Kura-Kura Batu di Pantai Sungkun


Pernah mendengar kisah Si Malin Kundang ?

Pasti dari anak SD sampe orang dewasa sudah pernah mendengar kisah anak yang durhaka pada ibunya dan dikutuk menjadi batu. Kalo gak tau, kebangetan dah.

Itu adalah salah satu kisah dongeng pulau seberang yaitu dari Sumatra Barat. Percaya gak percaya di salah satu pantai di Sumatra Barat terdapat sebuah batu yang mirip seperti manusia, sehingga masyarakat Sumatra Barat percaya bahwa batu tersebut adalah sosok Si Malin sendiri ( sebutan kecilnya ).

Beda di Sumatra Barat beda pula di Pulau Lombok. Beberapa minggu yang lalu saya bersama ketiga sahabat saya ( drg.Irfan, Mas Junk bersama si istri ) melakukan expedisi kecil-kecilan di salah satu pantai di ujung selatan bagian timur Pulau Lombok.


Sekitar jam 7 pagi saya bersama drg.Irfan berangkat dari Kota Mataram menggunakan motor kesayangan ( Si Blue ). Sedangkan Mas Junk bersama istri menunggu di pertigaan Jerowaru,Lombok Timur. Setelah bertemu di pertigaan Jerowaru, kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Sungkun. Tanpa bermodalkan peta GPS karena saya pribadi sudah mengenal daerah ini sebelumnya. Bila bingung tinggal pakai jurus bertanya.

Di daerah Jerowaru sendiri sudah banyak kemajuan. Beberapa tahun sebelumnya, ketika saya melewati daerah ini, kondisi jalannya kurang bagus. Tapi sekarang kondisi jalannya sudah mulus. Acungkan jempol buat Pemda Lombok Timur yang sudah memperhatikan aset pariwisata Lombok khususnya di daerah Jerowaru.

Sekitar 1 jam perjalanan sampailah kita di sebuah pertigaan. Bila lurus, arah mau ke Pantai Pink dan Tanjung Ringgit, sedangkan bila mengambil jalur ke kanan, kita menuju Pantai Surga dan Pantai Sungkun. Setelah mengambil arah ke kanan, jalan yang tadinya mulus menjadi berbatu dan berdebu. Welcome to Jungle !!!.



Setelah melewati jalan berbatu kurang lebih 8 kilometer, sampailah kita di pertigaan terakhir. Sempat bingung saat itu soalnya papan petunjuk jalan gak terlihat. Akhirnya saya bertanya dengan mas-mas yang kebetulan berpapasan dengan kami. Masnya berbaik hati  menunjukkan jalur menuju Pantai Sungkun kepada kami. Ternyata hanya butuh jalan lurus lagi sampai di bibir pantai. Alhamdulillah kami menemukan yang namanya Pantai Sungkun.

Suasana saat itu masih sepi oleh para pengunjung. Hanya kami berempat saja. Setelah memarkirkan motor di tempat parkir yang sudah disediakan, kami berbincang-bincang bersama mas-mas tukang parkirnya. Membahas soal kondisi Pantai Sungkun sekarang ini. Ternyata pantai ini sering dikunjungi oleh para wisatawan, hampir setiap hari.



Lihat saja landscape dari Pantai Sungkun, sungguh indah dan gak kalah dengan keindahan pantai-pantai lain di Pulau Lombok. Disisi sebelah barat, kita bisa melihat panorama Bukit Tunak dan Teluk Awang yang termasuk wilayah Lombok Tengah. Sedangkan disisi sebelah timur kita bisa melihat keindahan Teluk Ekas yang termasuk wilayah Lombok Timur. Pantai Sungkun sendiri terletak di wilayah Lombok Timur.


Gak puas hanya menikmati Pantai Sungkun dari pinggir pantai, saya bersama ketiga sahabat saya menuju sebuah bukit yang berada disisi kiri pantai. Kami bersantai-santai sejenak dari atas bukit. Saat itu rumput-rumput sedang hijaunya karena masih memasuki musim penghujan. Keistimewaan tempat ini terdapat sebuah batu raksasa menyerupai kura-kura yang dikelilingi oleh air laut. Masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Gili Tenge. Mungkin dulunya ada kura-kura yang durhaka sama ibunya dan dikutuk menjadi batu, seperti cerita dongeng Malin Kundang ( he..he..he.. ).


Gak ada kerjaan memang sahabat saya yang satu ini, drg.Irfan ( lihat foto di atas ). Jalur aman menuju bukit sudah ada, eh malah mau nyoba panjat tebing ala-ala Spiderman. Hati-hati mas broo, anak istri lagi menunggu di rumah. Buat yang di rumah, jangan mencoba ikut-ikutan panjat tebing tanpa pengaman kalau datang kesini yak !!!.


Lain sahabat saya yang lagi panjat tebing, lain pula sama pasangan satu ini ( lihat foto di atas ). Mas Junk lagi memberikan sebuah persembahan kepada istrinya ( Nova ) yaitu rumput laut. Soalnya gak ada bunga di pantai ini. Sungguh romantis sekali pasangan satu ini. Kerjaannya bulan madu terus,he..he..he.. Jadi iri. 


Banyak cara untuk menikmati Pantai Sungkun sambil berkenalan dengan Si Kuba ( Kura-Kura Batu ). Termasuk saya yang menikmati pantai ini dengan duduk di kursi tua, sambil bersantai diterjang ombak ( kurang kerjaan ). Numpang eksis dikit, kebetulan ada properti sebuah kursi sofa yang sudah rusak tapi masih bisa dipake buat eksis. Pengennya sih berendem di pantainya, tapi karena gak bawa pakaian ganti, lain kali saja mandi disini. 



Bagi yang memiliki jiwa petualang dan adventure, jangan lupa bila berlibur ke Pulau Lombok untuk mencoba sensasi explore Pantai Sungkun dan bertemu dengan Si Kuba ( Kura-Kura Batu ). 

Pantai Sungkun memang kece.

Catatan :
Jalur 1 : Kota Mataram - Kediri - Puyung - Kota Praya - Ganti - Jerowaru - Pantai Sungkun
Jalur 2 : Bandara LIA - Kota Praya - Ganti - Jerowaru - Pantai Sungkun
Jalur 3 : Pelabuhan Kayangan - Pringgabaya - Korleko - Tanjung Luar - Keruak - Jerowaru - Pantai Sungkun.

Bayar parkir Rp. 10.000,- per motor

Penulis : Lazwardy Perdana Putra