Saturday, 23 January 2016

Good Morning Paserang Island : Sunrise Moment


Hari kedua di Pulau Paserang merupakan hari yang paling terindah yang saya rasakan. Saat itu saya bersama crew lainnya beruntung bisa menikmati indahnya pagi. Matahari yang sudah terbangun dari peraduannya, kembali menyapa dengan pancaran sinarnya yang menghangatkan tubuh kami. Cuaca saat itu mengerti bahwa kami sangat menginginkan moment-moment tersebut. Ini yang sebenarnya kami cari. Gagal melihat sunset dikala senja, akhirnya kami dapat melihat dan menjadi saksi bahwa sunrise di Pulau Paserang indah sekali. Seindah dia yang selalu tersenyum disaat saya menatap mesra ( alaahh lebaay ).



Saat terbangun dari tidur lelap sepanjang malam, saya melihat handphone kesayangan yang selalu saya bawa. Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 05.00 WITA ( waktu Pulau Paserang ). Setelah selesai melaksanakan shalat subuh, saya langsung bergegas mengambil kamera DSLR EOS Cannon 600D yang menjadi andalan saya bila ngetrip. Setelah memeriksa seluruh perlengkapan foto memfoto, saya menuju ke sebuah dermaga di sebelah timur pulau. Saat itu suasana masih sedikit gelap, saya duduk di ujung dermaga sambil menatap Pulau Sumbawa yang semakin lama tampak jelas dengan landscape siluet yang sungguh indah mempesona.



Gak terlalu lama saya duduk termenung sendiri di ujung dermaga, tampak sebuah sinar mentari yang memberikan salam seolah-olah mengucapkan " Selamat Pagi Crew Patrick di Pulau Paserang ". Sebuah ucapan salam terindah yang saya rasa ini menjadi kado terindah kami dalam trip Pulau Paserang. Tiba-tiba datanglah seorang sahabat saya bernama Nazam yang ingin difoto bersama sunrise ( nasib seorang fotografer amatiran ).




Satu hal yang saya rindukan saat berada di Pulau Paserang yaitu terumbu karangnya yang berada di bawah dermaga. Disaat pasang maupun surut, terumbu karangnya bisa terlihat dengan mata telanjang. Rombongan ikan-ikan hias yang berwarna warni selalu menemani kami saat menikmati indahnya pagi itu. Beberapa perahu nelayan yang melintas di perairan Pulau Paserang. Para nelayan tersebut bukannya baru pulang dari menangkap ikan, tapi akan pergi melaut dan akan pulang saat sore hari.





Semakin lama, dermaga sudah diramaikan oleh para crew ( Odi, Eza, Elga, Nova, Mbak Nufus, Nazam, Mbak Nisa dan Mas Junk ) yang berdatangan menuju dermaga. Gak hanya kami saja yang duduk bersantai di atas dermaga, tetapi bapak-bapak penjaga pulau bersama adik Anu juga menemani kami sambil bercanda gurau. Suasana persaudaraan semakin terasa. Bapak pejaga banyak sekali menceritakan kepada kami suka duka beliau selama menjadi penjaga pulau.

Si bapak memiliki harapan bila suatu saat nanti Pulau Paserang semakin terkenal dan banyak para pencinta alam yang datang kesini. Kini saatnya pariwisata Sumbawa bangkit dan pemerintah setempat harus betul-betul serius dalam menjaga dan mengelola destinasi-destinasi indah agar dikenal oleh dunia dan memperbaiki perekonomian masyarakat di sekitarnya seperti si bapak penjaga Pulau Paserang.




Gak terasa hari semakin siang. Kini saatnya kami segera angkat kaki dari pulau ini. Setelah menelpon si bapak pemilik perahu yang telah kami sewa menuju Pulau Paserang untuk menjeput kami balik ke Desa Pototano, Sumbawa Barat. Kami segera berkemas-kemas dan memperhatikan barang-barang bawaan kami agar gak satu pun barang yang tertinggal.

Perahu kami pun datang, kami berpamitan ke si bapak penjaga untuk mohon ijin meninggalkan pulau ini. Senyuman si bapak melengkapi perjalanan trip kami ke Pulau Paserang menjadi sempurna. Setelah berpamitan, kami segera menaiki perahu yang sudah menunggu kami di ujung dermaga.

Not Bad...!!! Paserang Island is Best Beautiful. Kesimpulan saya pribadi tentang Pulau Paserang. Pulau yang masih alami dan eksotis. Pengelolaan sampahnya yang sudah lumayan baik menjadikan pulau ini bersih dari sampah. Jangan Buang Sampah Sembarangan Geng !!!

Good Bye Paserang !!! Sampai berjumpa lagi di lain kesempatan.

Terimakasih sudah menjadi tuan rumah yang baik buat kami. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday, 16 January 2016

Awal Cerita di Pulau Paserang


Untuk kedua kalinya saya bersama Crew Patrick tercinta mengexplore keindahan alam Sumbawa Barat. Sebelumnya saya pernah menginjakkan kaki di Pulau Kenawa dan kali ini kami datang untuk membuktikan bahwa Pulau Paserang itu juga sama kecenya dengan Pulau Kenawa dan pulau-pulau sekitarnya.

Selamat Datang di Pulau Paserang !!!




Pulau Paserang tenang sekali. Gak ada keramaian dan kemodernan seperti tempat tinggal saya di Kota Mataram. Yang ada hanya deburan ombak, hembusan angin laut yang datang dari segala penjuru serta suara berbagai jenis satwa liar yang hidup beratus-ratus tahun lamanya disini. Gak ada aktivitas yang istimewa melainkan hanya ada kedamaian. Benar-benar surga dunia lain yang pernah saya lihat. 



Beberapa bangunan non permanen yang menyerupai homestay terbuat dari kayu pilihan berdiri disisi sebelah timur Pulau Paserang. Tapi sayang, menurut saya beberapa bangunan sudah mulai gak terawat. Walaupun sudah berdiri beberapa tahun yang lalu, tapi sampai saya menulis cerita ini, penginapan ini belum juga diresmikan. Entah ada masalah apa, saya kurang tahu. Pastinya sekarang bangunan ini digunakan untuk beristirahat bagi pengunjung yang datang mengexlore pulau ini. Untuk masalah biaya menginap, kita membayar dengan suka rela alias Gratis !!!.



Datang di waktu awal musim hujan, gak menurunkan semangat kami untuk segera sampai di Pulau Paserang. Saya selalu meyakinkan kepada para crew yang akan ikut bahwa kita semua pasti akan menginjakkan kaki di pulau impian. Mengapa saya menyebutnya dengan pulau impian ?, karena sejak dari dulu saya bermimpi bisa ke pulau ini . Ketika kecil saat menyeberangi Selat Alas, saya selalu bertanya kepada sang papa tentang nama Pulau Paserang. Akhirnya impian ini tercapai juga, Alhamdulillah... 

Butuh waktu 4 jam perjalanan dari Kota Mataram hingga sampai di Pulau Paserang. Dua kali menyeberang selat menggunakan kapal laut yang berbeda. Pertama menggunakan kapal ferry dari Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur menuju Pelabuhan Pototano, Sumbawa Barat. Dari Pelabuhan Pototano dilanjutkan menggunakan privat boat menuju Pulau Paserang. Cuaca saat itu cukup bersahabat walaupun langit sedang berawan tebal.


Setiba di dermaga Pulau Paserang, kami segera mencari tempat penginapan kosong yang kami rasa nyaman dan aman. Gak lupa kami meminta ijin kepada bapak penjaga Pulau Paserang untuk memilih salah satu bangunan homestay yang kosong. Kami juga meminta ijin untuk menginap semalam di pulau ini. Bapak penjaganya baik dan ramah kepada kami semua, begitu juga penjaga lainnya yang berjumlah dua orang, gak segan-segan menawarkan air bersih untuk kami gunakan shalat dan mandi. Kebaikan mereka semua gak akan saya lupakan. 

Hari sudah beranjak siang hari, setelah merasa nyaman dengan bangunan homestay yang dipilih untuk dijadikan basecamp. Kami segera membereskan perbekalan yang dibawa. Setelah selesai beres-beres, waktunya makan siang. Makan siang yang gak terlalu istimewa. Hanya nasi bungkus dengan lauk sambel ayam, sambel tempe seadanya, sudah mewah bagi kami yang sedang berpetualang. Moment baik mengawali mengexplore pulau yang pertama kali ini kami datangi. 




Setelah makan siang selesai, kami memutuskan untuk mengelilingi pulau ini. Pulau Paserang merupakan pulau yang terletak di Selat Alas dan berdekatan dengan Pulau Kenawa. Memiliki luas dua kali lipat lebih besar dari Pulau Kenawa. Awalnya mau puterin ini pulau, tapi karena kebesaran jadinya kami memutuskan menggunakan jalan setapak yang dibuat oleh pengelola Pulau Paserang, Pengelola ?, sebenarnya pulau ini sedang dikelola oleh pihak swasta yang bekerjasama dengan Pemda Sumbawa Barat, tapi sayang pengelolaannya masih kurang dari kata cukup baik. Walaupun demikian, saya sangat senang berada disini. Bersama dengan alam dan para crew dalam suasana kedamaian di Pulau Paserang.




Jalan setapak yang terletak di bukit Pulau Paserang. Bukit ini terletak di belakang bangunan penginapan. Cukup tinggi dan jalan setapaknya cukup baik karena terbuat dari semen dan batako. Dari ujung timur sampai ujung barat bukit kami jajaki. Dari segala sudut kami bisa melihat Pulau Paserang secara utuh. Sungguh pemandangan yang luar biasa. 

Awalnya kami berencana akan bersantai-santai di atas bukit sambil menunggu sunset. Tapi sayang cuaca tiba-tiba mendung dan sepertinya akan turun hujan. Kami memutuskan untuk segera kembali ke basecamp karena sudah dipastikan sunset gak terlihat.



Benar apa dikata, hujan pun segera turun dengan derasnya bersama angin laut yang sangat kencang berhembus. Buih-buih putih di Selat Alas terlihat dengan jelas dari basecamp kami. Menandakan gelombang laut lagi besar dan para perahu nelayan yang sedang memancing di sekitaran perairan Pulau Paserang, segera menyandarkan perahu-perahu mereka di dermaga pulau. 

Suasana yang sangat menyenangkan saat itu. Menikmati hujan turun bersama para crew. Malam telah tiba, saatnya kami menyiapkan sesuatu untuk makam malam. Menu kali ini cukup mewah bagi kami. Ikan bakar sambel tomat yang sangat lezat di lidah. Ikan hasil tangkapan nelayan yang sedang singgah, berhasil kami beli dengan sedikit rayuan mengenai harga per ekornya. 

Kami makan dengan lahap karena lezat sekali. Makan malam dengan ikan bakar setelah berkeliling Pulau Paserang. Capek yang sempurna saat itu. Setelah makan malam, kami segera berkumpul untuk bercanda gurau. Maklumlah Crew Patrick dimana-mana selalu heboh. Bukan Crew Patrick namanya bila gak menebar pesona dimana saja kami ngetrip. Kami menutup malam di Pulau Paserang dengan bahagia dan gak sabar menunggu sunrise esok pagi. Doa kami semoga esok pagi kami berjodoh dengan sunrise Paserang. Good Night Pulau Paserang !!! ( bersambung ).......

Catatan :
- Rute perjalanan : dari Kota Mataram - Narmada - Mantang - Kopang - Masbagik - Aikmel - Pringgabaya - Labuan Lombok - Pelabuhan Kayangan - Pelabuhan Pototano - Pulau Paserang.
- Biaya bensin motor matic  Rp.40.000 ( PP Lombok - Sumbawa )
- Tiket kapal ferry dari Pelabuhan Kayangan - Pelabuhan Pototano Rp. 54.000,- / motor. 
- Biaya sewa privat boat dari Pelabuhan Pototano ke Pulau Paserang Rp. 350.000,- / boat ( PP antar jemput ).
- Sumbangan buat sewa penginapan Rp. 100.000,- / rombongan ( 12 orang ).
- Beli ikan hasil tangkapan nelayan Rp.60.000.- / 20 ekor.
- Biaya makan dan minum Rp.50.000,- / orang.

Jika belum jelas, bisa ditanyakan langsung via email atau balas langsung di postingan ini. Saya tunggu :)

Kritik dan Saran teman-teman saya tunggu. Terimakasi

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday, 9 January 2016

Kesejukan Hutan Mangrove Bali


Bila bercerita tentang Pulau Bali, kita pasti membayangkan tempat wisatanya yang sudah gak diragukan lagi di dunia. Rela ngebolang dari Lombok ke Bali demi sebuah tempat yang membuat tertarik untuk didatangi. Mungkin tempat ini gak terlalu ramai dikunjungi bila dibandingkan dengan Pantai Kuta, Tanah Lot atau tempat yang sudah terkenal di Bali. Bagi saya tempat ini sangat indah dan memberikan suatu kenyamanan bila diexplore. 

Hutan Mangrove Bali  I' am coming !!!  

Gak sabar rasanya menulis saat saya bersama my brother berada di kawasan hutan mangrove ini. Alhamdulillah, masih diberikan kesempatan untuk menuliskan cerita perjalanan mengexplore keindahan pulau tetangga yaitu Hutan Mangrove Bali. 


Gak ada persiapan khusus untuk trip ke Pulau Bali. Tiba di Kota Denpasar sejak malam sebelumnya, membuat gak sabar untuk menunggu datangnya pagi hari. Hanya butuh sekitar 15 menit dari tempat kami menginap untuk sampai di hutan mangrove yang beberapa waktu yang lalu lagi ramai dibicarakan di surat kabar dan televisi tentang reklamasi.



Saya sebagai pencinta alam Indonesia, gak setuju dengan adanya reklamasi di tempat yang indah ini. Sangat disayangkan bila suatu saat nanti tempat ini dibangun hotel atau bangunan yang super megah demi sebuah bisnis tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi bila hutan mangrove ini lenyap. Selain menjadi obyek wisata, tempat ini memiliki manfaat yang sangat besar. Mencegah terjadi abrasi yang disebabkan oleh gelombang laut, rumah bagi beberapa jenis burung dan hewan mangrove dan surganya udara bersih bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.



Kembali ke Laptop !!!

Berjalan menyusuri jembatan kayu yang terpasang sangat rapi. Menghirup udara pagi sambil mendengar kicauan burung-burung yang terbangun dari tidur lelapnya sepanjang malam. Mencium aroma khas dari sungai-sungai kecil hutan mangrove. Sungguh berada di dalam surga dunia. Gak perlu jauh-jauh mencari ketenangan dan kesejukan ke pegunungan dan air terjun. Di dekat Kota Denpasar kita dapatkan semuanya di dalam Hutan Mangrove Bali.





Bagusnya disini, semua tertata dengan lumayan rapi. Pihak pengelola hutan mangrove bersama pemerintah setempat benar-benar serius membangun dan menjaga tempat ini hingga menciptakan rasa nyaman bagi siapa saja yang berkunjung kesini. Cuaca pagi saat itu juga berpihak kepada kami, cerah berawan dan angin laut gak terlalu kencang. 




Menyusuri setapak demi setapak jalanan berkayu di dalam hutan mangrove, kami bertemu dengan sebuah bangunan berlantai dua. Mirip seperti pos pemantau dengan tinggi bangunan 10,45 meter berkapasitas maksimal 20 orang. Dari atas bangunan kita bisa melihat secara luas daerah hutan mangrove. 


Di ujung perjalanan kami menyusuri hutan mangrove, sampailah di sebuah tempat yang menurut saya nyaman untuk melepas lelah. Disini kami beristirahat sambil melihat pemandangan dan jauh disana terlihat jalan tol Mandara. Satu-satunya tol di Indonesia yang dibangun di atas laut. Mengawali pagi yang indah dengan mengexplore Hutan Mangrove Bali. 

Catatan :
- Paling bagus datang saat pagi hari ( menurut saya )
- Bayar masuk Rp.5.000,-
- Bayar parkir Rp. 5.000,- untuk motor dan Rp. 10.000,- untuk mobil
- Mengikuti aturan disana, Menjaga sopan santun saat menyusuri hutan mangrove, dan Jangan berbicara kasar atau jelek.
- TIDAK MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra
Google.com

Friday, 1 January 2016

Garuda Wisnu Kencana : Cultural Park


Mengawali cerita di hari pertama tahun 2016 ini, saya akan melanjutkan cerita saat ngetrip ke Pulau Bali. Berlibur ke Bali di penghujung tahun 2015 yang lalu, membuat saya mulai suka dengan pulau ini. Beberapa tempat yang berhasil saya datangi walaupun dengan waktu yang sangat terbatas. Salah satunya yaitu Garuda Wisnu Kencana atau lebih dikenal dengan sebutan GWK Cultural Park.




Garuda Wisnu Kencana merupakan sebuah landmark Indonesia yang dibangun sekitar tahun 1997. Terinsipirasi dari landmark-landmark yang berada di luar negeri seperti : Menara Eifel Prancis, Gedung Kembar Petronas Malaysia, Patung Singa Singapura, Tas Mahal India dan lain sebagainya. Mengapa di Bali ? Jawabannya karena wisatawan asing lebih mengenal Pulau Bali dibandingkan Indonesia sendiri. Jadinya Garuda Wisnu Kencana dibangunnya di Pulau Bali. 

Akan tetapi pembangunan terhenti di tahun 1999 saat negara kita Indonesia mengalami krisis moneter. Menurut rencana patung ini akan dibangun dengan ukuran tinggi 146 meter, lebar bentangan sayap Garuda mencapai 66 meter, dan berat lebih dari 4000 ton. Ukuran yang sangat besar ini diperkirakan akan terlihat dari segala penjuru dengan jarak pandang 20 km, jadinya bisa terlihat dari Pantai Kuta, Kota Denpasar bahkan sampai di Tanah Lot. Pembangunan yang membutuhkan dana 600 milyar dan sampai sekarang proses pembangunan baru 15 %, sungguh disayangkan memang. 


Kita kembali ke cerita semula. Walaupun kurang tidur semalaman karena baru sampai di Bali tengah malam, gak membuat semangat saya luntur untuk segera cepat sampai di GWK Cultural Park. Kami sangat beruntung saat itu, cuaca mulai cerah setelah beberapa saat sebelumnya turun hujan. 



Garuda Wisnu Kencana terletak di Tanjung Nusa Dua, Kabupaten Badung. Tepatnya sekitar 40 km dari Kota Denpasar. Memakan waktu kurang lebih satu jam perjalanan, kami sudah sampai di pintu gerbang GWK Cultural Park. Setelah memarkirkan motor di tempat yang telah disediakan, kami segera membeli tiket masuk. Karena bertepatan dengan hari libur, harga tiketnya lumayan merogoh dompet. It's Oke, No Problem, sudah sampai disini nanggung rasanya gak masuk. 

Setelah membeli tiket, saya berdua segera memasuki area GWK Cultural Park. Suasana sangat ramai sekali dengan banyaknya pengunjung dari berbagai negara berkumpul disini, termasuk kami berdua dari negara seberang alias Pulau Lombok, he..he..he.. 


Sambil jalan-jalan mengelilingi kompleks, saya dapat belajar banyak tentang sejarah pembangunan patung raksasa yang terhenti pembangunannya ini. Gak diragukan lagi bahwa di Bali banyak sekali kita menemukan dari lukisan, kain termasuk bangunan  yang memiliki nilai seni tinggi. Salah satunya Garuda Wisnu Kencana yang menurut informasi yang pernah saya baca di salah satu blog, bahwa patung Garuda Wisnu Kencana ini dibuat oleh pematung Bali yang bernama I Nyoman Nuarta. Termasuk juga karya beliau yang lainnya yang berada di kompleks Garuda Wisnu Kencana yaitu beberapa patung di antara batu-batu cadas.  




Patung Garuda Wisnu Kencana terbuat dari lempengan-lempengan tembaga yang disusun mozaik pada sebuah kerangka. Sampai saat ini bagian yang sudah selesai yaitu kepala Garuda, bagian dada, tangan, dan kepala Wisnu.

Biar memastikan lagi, saya dengan rasa penasaran dan kagum meraba permukaan patung kepala Garuda. Ternyata memang bener, patung terbuat dari lempengan logam yaitu tembaga. Saya awalnya mengira patung tersebut terbuat dari batu cadas, ternyata dugaan saya selama ini salah besar. 



Waktu telah beralih ke siang hari dan saatnya pertunjukkan seni tari dalam Gedung Garuda Wisnu Teater akan dimulai. Saya dan my brother segera memasuki gedung teater. Kami berdua duduk di bagian tengah tribun. Selain mengelilingi kompleks patung Kepala Garuda dan Wisnu, kita juga dapat menonton seni pertunjukkan yang diadakan oleh pihak pengelola Garuda Wisnu Kencana. Tidak dikenakan biaya tambahan lagi jika ingin menonton tarian dan pertunjukkan lainnya karena sudah termasuk biaya tiket masuk. 



Pertunjukkan yang kami berdua tonton yaitu tarian yang menceritakan tentang Garuda Wisnu Kencana itu sendiri. Kalau boleh jujur, saya kurang paham alur ceritanya. Yang saya suka adalah tariannya yang diiringi oleh musik gamelan khas Bali. 

Kurang lebih setengah jam kemudian, pertunjukkan telah selesai. Kami berdua segera keluar dari gedung teater. Maunya fotoan bareng penarinya, dikarenakan banyak sekali pengunjung lain ingin fotoan bareng juga, akhirnya saya mengurungkan niat untuk berfoto bersama. Setelah keluar dari gedung teater, kami segera berjalan ke pintu keluar kompleks. Gak lupa kami mencari oleh-oleh buat dibawa pulang ke Lombok. 

Itulah sedikit cerita dari perjalanan saya bersama my brother ke Garuda Wisnu Kencana Cultural Park. Akhirnya saya untuk pertama kalinya datang ke tempat yang sangat terkenal ini. Perjalanan ke Bali untuk sementara sangat menyenangkan. 

Penulis : Lazwardy Perdana Putra
Google.com