Tuesday, 3 January 2017

Explore Pulau Bali : Air Terjun Tegenungan


Next ... !!!

Sebelum membaca cerita perjalanan saya yang satu ini, kalian bisa nengok dulu postingan sebelumnya tentang Desa Penglipuran biar nyambung gitu sama cerita yang ini ( modus biar dibaca hehehe ).

Air Terjun Tegenungan, Gianyar. Nama yang saat ini lagi ngehits di Pulau Bali. Saya pun dibuat penasaran dengan keindahan air terjun langganan buat calon pasangan pengantin yang mau prewed disini.

Perjalanan ke Air Terjun Tegenungan bisa dibilang gak susah karena kita bisa meminta bantuan dari google map. Hanya membutuhkan waktu setengah jam dari Kota Denpasar dan satu jam dari Pelabuhan Padangbai saja menggunakan kendaraan pribadi atau sewaan. Untuk angkutan umumnya saya kurang tau. Yang jelas saya melihat ada angkutan umum yang melintas di daerah air terjun ini. 


Air Terjun Tegenungan berada di Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Untuk menuju lokasi air terjun kalian gak usah bingung mau menggunakan motor atau mobil. Semua kendaraan bisa masuk menuju lokasi air terjun kecuali bus besar yang agak susah.

Perjalanan kami berdua menuju air terjun ini bisa dibilang susah-susah anyep. Sempat kehilangan arah sampe debat di tengah jalan gara-gara paket internet saya habis ( mau GPSan gak bisa). Akhirnya kami hanya bermodalkan plank petunjuk jalan dengan nalar kami berdua. Maklum ini daerah asing bagi kami, tumben juga touring ke daerah sini.

Dengan mengingat-ingat petunjuk jalur yang sempat saya pelajari sebelumnya di atas kapal ferry yang terombang ambing di tengah Selat Lombok ( kayak baca puisi aje ), Alhamdulillah kami berdua sampe juga di Desa Kemenuh. Nah sekarang tinggal pake jurus terakhir yaitu bertanya dengan penduduk desa dimanakah letak Air Terjun Tegenungan itu ??? ( sambil monyongin mulut saking kesenangan ).


Gak susah bertanya dengan salah satu penduduk desa disini. Orangnya ramah-ramah asalkan kita selalu menjaga sopan-santun. Dengan sok bergaya berbahasa Bali ( hanya logatnya saja, bahasanya tetep Indonesia ), saya bertanya dengan mbok penjaga warung. Kata mboknya kita disuruh jalan lurus saja nanti ada plank di kiri jalan bertuliskan Air Terjun Tegenungan. Hanya lima ratus meter dari pintu masuk, kami sudah sampe di pos air terjunnya.



Sampai juga kami di pintu masuk menuju air terjun. Setelah memarkirkan motor di area parkir, saya membeli tiket masuk seharga 10 ribu per orang, baik domestik maupun mancanegara. Gak terlalu mahal buat kita yang memiliki jam terbang traveling tinggi ( nyombong dikit ).

Kerennya disini, baru kali ini saya menemukan daerah wisata air terjun yang memiliki fasilitas super kece. Gak nyangka saja di tempat seperti ini dari toko oleh-oleh khas Bali, cafe, kamar mandi lengkap disini seperti pasar seni mini gitu. Ini yang sebenarnya perlu dicontoh sama daerah lain khususnya Lombok dalam hal sarana dan prasarana.





Langkah demi langkah kami lalui dengan perasaan heran dan takjub. Tempat yang bisa dibilang baru sudah memiliki fasilitas di atas rata-rata, salut dengan pemerintah setempat, kece.

Setelah melewati pasar seni di kawasan wisata Air Terjun Tegenungan, jalan setapak sudah mulai menurun. Sekitar seratus meter dari pasar seni, kami menjumpai spot bagus lengkap dengan tempat peristirahatan bagi pengunjung. Dari spot ini kita bisa melihat penampakan Air Terjun Tegenungan dari kejauhan. Kereen, akhirnya kami sampai juga di air terjun paling dekat dengan Kota Denpasar ini.

Perjalanan belum selesai, kami berdua harus menuruni tangga demi tangga yang jumlahnya ratusan menuju sungai yang menyatu dengan aliran air terjun. Lumayan banyak juga tangganya, gak kebayang sudah bila balik nanti capeknya minta ampun ( ngomong sama hp ).

Setelah menuruni tangga, kami bertemu dengan sebuah pura. Tandanya tempat ini sangat suci ( menurut kepercayaan umat Hindu ) dan kita harus menjaga sopan-santun.



Gak jauh dari pura, kami melanjutkan berjalan kaki menuju air terjun. Menurut saya ini salah satu air terjun yang berhasil membuat saya penasaran dan ingin segera datang kesini. Air terjun yang indah.
Hanya beberapa meter saja berjalan di pinggir Sungai Tukad Petanu, kami sudah bisa melihat dengan jelas derasnya air yang jatuh dari atas. Welcome to Tegenungan Waterfall !!! ( teriak sendirian kayak orang gila sambil joget ).

Air terjun yang memiliki ketinggian hanya lima belas meter ini sudah menjadi daya tarik para pengunjung karena deras air yang jatuh dengan bentuk air terjunnya yang khas. Khasnya di air terjun ini walaupun gak tinggi, banyak yang tertantang untuk melompat dari sebuah batu dari atas air terjun. Kebanyakan sih para bule yang melakukannya. Walaupun sudah ada aturannya gak boleh melompat kecuali memiliki kedalaman tertentu, tapi tetap saja ada yang melompat. Antara salut dan serem liatnya.





Air terjun ini dikenal memiliki debit air yang deras dan bening, tapi saat kami berdua kesini, airnya keruh dikarenakan lagi musim hujan. Kurang beruntung sih, tapi gak apa-apa. Debit airnya juga gak terlalu besar seperti foto-foto yang ada di instagram. Meskipun begitu, sudah sampai disini saja sudah membuat saya puas. 

Suasana yang asri, sejuk, dan indah khas alam Bali. Kereen.. Saya sangat suka tempat ini. Gak ada satupun saya melihat sampah berserakan.




Di area air terjun terdapat sebuah cafe mini lengkap dengan kursi malasnya yang terbuat dari rotan bambu yang terpasang menghadap air terjun. Kece..baru kali ini saya melihat di depan air terjun ada cafe mini keren. Di sebelah kanan air terjun, terdapat ratusan tangga yang langsung menuju bagian atas air terjun. Berhubung kata sahabat saya bayar lagi kalo masuk, jadi kami menikmati keindahan air terjun dari bawah saja. Saya pikir itu tempat penginapan atau privat untuk para pengunjung yang mau naik ke atas air terjun saja.




Okeeh... Berhubung tangan saya sudah capek menulis, jadi ceritanya sampai disini saja, kami berdua mau menikmati keindahan Air Terjun Tegenungan dulu. Dua kata untuk destinasi ini : Bali banget :)

Penulis : Lazwardy Perdana Putra
google.com

Wednesday, 28 December 2016

Desa Unik dan Bersih : Desa Penglipuran, Bangli

Explore Pulau Bali ?? Eheeemmm...

Pasti di pikiran kita sudah membayangkan keindahan Pulau Bali, surganya pecinta traveling. Dari presiden seluruh dunia, artis dunia, travel blogger, food blogger, sampe cabe-cabean pun kalo ditanya Bali itu dimana, pasti semuanya tau. Jadi jangan heran Pulau Bali sudah terkenal di seluruh dunia dari saya masih belum jadi janin, bahkan sebelum bapak dan ibunya Cristiano Ronaldo belum bertemu, Bali sudah dikenal oleh banyak orang ( agak sedikit ngelantur ngomonnya ).

Kali ini saya akan membuktikan kepada kalian bahwa Pulau Bali itu sangat kece seperti Pulau Lombok. Hari pertama mengexplore Pulau Bali, saya bareng Si Wawan,berangkat tengah malam dari Pulau Lombok. Kebetulan saat itu lagi musim liburan, kami berdua memutuskan jalan malam biar gak kena ngantri di Pelabuhan Lembar, Lombok. Menggunakan motor biar sedikit berhemat. 

Kita menggunakan jalur darat dan laut dengan rute Pelabuhan Lembar ke Padangbai menggunakan kapal ferry. Cuaca malam itu lumayan bersahabat walaupun gelombang laut agak besar, waktu air pasang soalnya. Menggunakan kapal ferry yang bagus dan besar adalah keuntungan buat kami. 

Berangkat sekitar jam 1 pagi. Jadwal yang sudah kami duga sebelumnya. Kami ingin melihat sunrise dari atas kapal. Ternyata kesampaian juga kami melihat warna orange kekuningan dari ufuk timur Selat Lombok. 

Sekitar jam tujuh pagi kapal kami segera merapat di dermaga Pelabuhan Padangbai. Agak sedikit terlambat memang, seharusnya pelayaran bisa ditempuh hanya empat sampai lima jam. Tapi ini molor sampe enam jam. Mungkin kapalnya yang agak sedikit lambat.

Setelah turun dari kapal, kami beristirahat dulu di Pelabuhan Padangbai. Di area pelabuhan terdapat sebuah warung makan Jawa Timur ( 100 % halal ) dan disamping warung makan berdiri sebuah masjid ( lupa nama masjidnya ). Kurang lebih lima belas menit kami sarapan dulu sekaligus bersih-bersih badan ( mandi pagi dulu coooy ) di kamar mandi masjid. Alhamdulillah perjalanan yang cukup lancar. 




Cukup panjang juga cerita awal perjalanan dari Lombok ke Balinya yaak ? ( ngomong sama laptop ).

Okeh, cerita utamanya kita mulai. Tujuan pertama kita sebenarnya ada dua tempat yaitu Air Terjun Tegenungan yang ada di Gianyar ( comming soon ) dan Desa Penglipuran, Bangli. Jadi kami memutuskan untuk pergi ke tempat yang agak jauh dulu yaitu Desa Penglipuran. Perjalanan dari Pelabuhan Padangbai ke Desa Penglipuran sekitar satu setengah jam ke arah Kabupaten Bangli.



Desa Penglipuran merupakan sebuah desa yang terletak di Kubu, Kabupaten Bangli. Desa yang sangat rapi, bersih, dan nyaman. Desa ini merupakan desa wisata, jadi destinasi tujuan liburan baik tourist domestik ( kayak saya ) maupun mancanegara ( kayak akang C. Ronaldo dkk ).


Perjalanan yang lumayan cukup jauh dari pelabuhan ke desa ini, apalagi pake acara tersesat segala di sebuah pasar di Kota Bangli. Semuanya terbayarkan setelah kami memasuki pintu masuk desa. Saat itu kawasan Desa Penglipuran sudah ramai didatangi oleh para pengunjung.

Anehnya kami gak menemukan pos tiket untuk membayar tiket masuk, yang ada kami langsung menemukan area parkir kendaraan. Langsung saja kami memarkirkan motor.

Ternyata kami salah, tiket masuk ke desa ini sebenarnya skitar 7,5 ribu sdangkn tourist mancanegara nambah 2,5 ribu lagi. Untuk motor dikenakan biaya parkir 5 ribu, sedangkan mobil 10 ribu. Jadinya kami dapat gratis masuk kesini, sorry bapak penjaga !!! ( jangan ditiru ).

Lupakan !!! Lanjuuuut..... 

Kerennya, saya melihat lingkungan Desa Penglipuran sungguh asri, bersih dan rapi. Penduduk desa juga sangat ramah kepada tamunya. Uniknya bentuk rumah disini semuanya hampir sama, tembok depan juga sama. Seperti bukan desa saja yang ada di pikiran saya. Ternyata desa ini berpenghuni, jadi jangan heran bila disini interaksi antara pengunjung dan penduduk sangat erat. Mereka gak merasa terganggu dengan keberadaan kita dan kita pun gak merasa canggung untuk eksis fotoan di desa mereka.







Bila dilihat, di desa ini gak ada satupun kami melihat sampah berserakan. Rumpu-rumput di depan rumah sungguh rapi, penduduk sangat rajin memotong rumput disini. 

Kembali ke soal sampah, saya pribadi merinding ketika melihat tempat sampah yang diletakkan di setiap sudut rumah. Tujuannya untuk para penduduk atau pengunjung yang apabila ingin membuang sampah, bisa membuangnya di tempat yang sudah disediakan oleh penduduk disini. Kereen desa ini !!! 



Desa yang memiliki ketinggian antara 600 - 700 mdpl ini, memiliki kurang lebih sekitar 76 kepala keluarga yang ada di Desa Penglipuran menurut beberapa artikel yang saya baca. Dimana desa ini memiliki bagian wilayah yang baru saya ketahui. Dimana di wilayah hilir merupakan tempat para penduduk bekerja, sedangkan wilayah tengah adalah rumah penduduk, sedangkan wilayah bagian atas atau hulu adalah tempat persembahyangan atau Pura utama. Jadi bila dilihat, desa ini gak datar alias menurun ( kayak aliran sungai gitu ).






Menurut informasi yang saya dengar dari salah satu tour guide yang sedang menjelaskan ke rombongannya ( ikut nimbrung mendengarkan alias gratis ), bahwa desa ini merupakan desa terbersih ketiga di dunia. Dua diantaranya ada di luar Indonesia, jadi bisa disimpulkan Desa Penglipuran merupakan desa terbersih di Indonesia. Informasi selanjutnya, mata pencaharian utama penduduk desa adalah petani dan sisanya adalah pedagang seni. Jadi jangan heran bila ke desa ini kita ditawarkan beberapa hasil kerajinan penduduk yang memiliki nilai seni tinggi. Ada topeng barong, patung wajah, topi tani dan kerajinan yang terbuat dari anyaman bambu. 

Bila kita merasa haus dan lapar, ada beberapa warung tempat kita beristirahat sejenak setelah berjalan dari hulu dan hilir Desa Penglipuran. Jujur lumayan capek juga berjalan di desa ini, tapi kesejukan dan keindahan desa ini cepat menghilangkan rasa capek kami, apalagi disambut hangat oleh penduduk desa. Luar biasa !!!





Gak henti-hentinya saya merasa kagum dengan desa ini. Bila saya disuruh menilai, saya kasi nilai 100 dari 100 point untuk Desa Penglipuran. Alasannya desa bersih, rapi, sejuk, fasilitas super baik, kenyamanan terjamin, dan keramahan penduduk desa yang membuat saya berat meninggalkan desa. 

Insyaallah nanti kalo traveling ke Pulau Bali lagi, saya akan datang kesini bareng keluarga dengan cerita yang lebih seru lagi. Sekitar dua jam kami berkeliling desa, kami berdua segera melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya yang ada di Pulau Bali. Jadi, ditunggu cerita trip saya bareng sahabat saya Si Wawan mengexplore Pulau Bali di tahun 2016 ini. Cekidooott !!!

Kesimpulan :

Desa Penglipuran, Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, 45 km dari Kota Denpasar, berada di daerah dataran tinggi Gunung Batur, memiliki ketinggian 600-700 mdpl, panorama desa yang indah, sejuk, rapi ( gak ada sampah berserakan ), bersih, penduduk desa ramah, dan desa yang unik. Keceee !!!. 

Catatan :
- Dilarang merokok di lingkungan Desa Penglipuran
- Waktu yang paling datang ke desa ini yaitu saat Hari Raya Galungan yang diadakan setiap 6 bulan sekali.
- Dilarang membawa kendaraan bermotor mengelilingi desa.
- Selalu menjaga sopan santun selama di desa.

Penulis: Lazwardy Perdana Putra
Photografer : Lazwardy dan Wawan

google.com

Saturday, 24 December 2016

Asyiiik...!!! Makan Steak di Waroeng Street Food


Asyiik...!!!

Akhirnya ada woroeng kece yang menu utamanya steak dan pasta. Berhubung saya belum makan pastanya, jadi kali ini yang akan dibahas menu steaknya dulu. Saya dari dulu emang doyan makan steak. Pertama kali makan steak pas masih jadi mahasiswa ingusan. Setiap dapat kiriman duit dari ortu tiap bulannya, pasti pergi pesta steak bareng temen-temen sejawat ( nasib anak rantau ).

Setelah lulus dan kembali ke kampung halaman, saya susah mendapatkan waroeng steak seperti di kota tempat saya kuliah dulu. Beberapa tahun kemudian tepatnya di tanggal 14 November 2016, telah buka sebuah waroeng kece harapan saya untuk makan steak. Maknyuusss... !! ( sambil mulut dimonyongin ).




Street Food merupakan sebuah waroeng modern minimalis yang bertema steak dan pasta. Berlokasi di perempatan lampu merah Airlangga, Gomong, Kota Mataram. Dekat dengan kampus Universitas Mataram ( kebanggaan anak NTB ) dan dekat dengan pusat perkantoran dan sekolah, sehingga tempat makan ini sangat mudah ditemukan. Yang jelas Street Food gak jauh dari rumah saya tercinta.

Berhubung berada di tengah pusat kota, Street Food sangat ramai dikunjungi oleh para pecinta steak dan pasta. Dari cabe-cabean sampe yang sudah banyak cabenya, selalu eksis datang kesini. Sekedar mencoba steak, pasta, milkshake dan menu-menu lainnya. Intinya pasti fotoan dan selfian "Om Telolet Om" ( mulai nulis gak jelas ). Disini juga ada wifi gratis dan keceng amat, jadi bisa nonton Youtube sampe pantat panas ( nonton video Om Telolet Om )




Nah kebetulan saat itu hati saya lagi bahagia karena ada suatu hal ( sifatnya rahasia ), saya mengundang beberapa sahabat yang bisa hadir untuk sama-sama mencicipi kelezatan steak yang ada di waroeng ini. Sorry yang gak diundang jangan ngambek!!!, langsung saja datang kesini ya. Bilang saja temennya mas-mas gemuk yang beberapa hari yang lalu mampir kesini. Dijamin semua pelayannya pada bingung, hahahaha ( mulai gak fokus ).

Untuk menu utamanya, kami berlima ( Saya, Ocha, Mas Junk, Nova dan Dilla ) semuanya memesan berbagai macam jenis steak. Saya sendiri memesan Chiken Double Hotplate karena penasaran saja. Saya belum pernah mencicipi steak daging ayam. Sedangkan yang lainnya ada yang memesan Beef Original Hotplate, Dory Hotplate dan Chiken Hotplate. Soal harga dijamin gak membuat puasa seminggu. Disini harga menyesuaikan dengan lingkungan. Karena dekat dengan kampus, sekolah, kos-kosan dan perkantoran, jadinya harga sesuai dengan anak kuliahan.




Untuk menu minuman sendiri banyak sekali yang kita jumpai disini. Kebetulan kami lagi pengen minum yang dingin dan manis, jadinya kami memesan Milkshake Strauberry, Vanilla, Coklat dan Jus Buah Naga. Semuanya seger dan enak, harganya pun enak di dompet dan hati.


Kalo boleh jujur, Street Food menjadi tempat makan favorit. Saya dibuat penasaran sama menu lainnya yang belum dicicip. Kapan-kapan saya akan datang lagi ke waroeng steak dan pasta ini. 

Menu steaknya menurut saya sangat lezat, apalagi Chiken Double Hotplatenya sangat cocok di lidah saya. Bumbu ayamnya yang super enak, kemudian saos steaknya yang gak terlalu kental, ditambah kentang yang gak terlalu mateng. Jujur saya suka dengan kentangnya, walaupun gak hampir mateng. Perlu dicoba menu-menu lainnya. 

Bila berlibur ke Lombok dan bingung mau makan dimana, Street Food adalah pilihan yang tepat dan cerdas. Selain tempatnya yang keren, harga makanan dan minumannya juga lumayan murah meriah, kelezatan steak dan pastanya gak perlu diragukan lagi.

Catatan :
- Lokasi di perempatan lampu merah Airlangga, Gomong, Kota Mataram.
- Waktu buka pukul 16.00 WITA sore - malam hari.
- Harga mulai dari 12 ribu - 35 ribu.

Penulis: Lazwardy Perdana Putra
google.com