Thursday 30 July 2015

Dua Jam Explore Pulau Namo, Sumbawa Barat


Masih dibuat jatuh cinta dengan deretan pulau-pulau yang ada di Sumbawa Barat. Salah satunya pulau yang saat itu saya baru mengetahui namanya " Pulau Namo " ( Buka Google Earth ).  Hari kedua setelah kami pulang menjelajah Pulau Kenawa, tiba-tiba saya melihat pulau yang gak kalah eksotisnya dari Pulau Kenawa ( baca juga "Menjelajah Si Gersang nan Cantik Pulau Kenawa). Akhirnya kami menyuruh Pak Amoy pemilik perahu boat menuju Pulau Namo karena dibakar oleh rasa penasaran kami.


Dari kejauhan tampak sebuah padang rumput yang menguning, perbukitan yang hampir gundul, hutan mangrove, dan yang buat saya penasaran adalah penampakan pohon yang berdiri sendiri di tengah padang rumput diaman daun-daunnya sudah meranggas.


Pulau Namo atau masyarakat Desa Poto Tano menyebutnya dengan sebutan Pulau Nyamuk memiliki terumbu karang dan biota laut yang gak kalah dengan tempat lain. Sekitar sepuluh meter dari bibir pantai pulau, dengan mata telanjang kami bisa melihat terumbu karang dari atas perahu disertai sekali dua kali kami melihat ikan yang lagi berenang di dalam air.


Kembali kenapa disebut Pulau Nyamuk, karena masyarakat sekitar mengetahui bila pulau ini banyak hidup serangga yang menjengkelkan yaitu nyamuk. Mereka baru muncul saat sore menjelang senja. Pak Amoy menantang kami untuk mendirikan tenda dan menginap di pulau ini di lain kesempatan. Boleh dicoba Pak, tapi harus bawa cream anti gigitan nyamuk yang banyak he..he..he..



Pulau Namo yang terletak di sebelah timur dan bertetangga langsung dengan Pulau Kenawa, menyimpan banyak sekali keindahan yang perlu teman-teman explore. Butuh sepuluh menit perjalanan dari Pulau Kenawa menggunakan perahu. Bagi yang suka dengan pertualangan, teman-teman bisa singgah di pulau ini. Walaupun gersang, pulau ini sangat kece.


Saya merasa bangga saat itu karena Pak Amoy mengatakan bahwa kami itu para petualang yang beruntung memiliki pikiran mau singgah di pulau ini. Sangat jarang para travelers yang mau singgah barang semenit atau sedetik sekalipun karena kondisi pulau yang gersang dan panas, ditambah lagi ada anjing galaknya. Bagi kami sih ini pulau sangat eksotis dan perlu dipromosikan di dunia traveling. 



Gak cukup hanya melihat dari dekat di atas perahu, kami bersepuluh mencoba untuk turun dari perahu kecuali Pak Amoy yang tetap diam di atas perahunya. Kami ingin membuktikan apa yang telah diceritakan oleh Pak Amoy soal pulau yang baru kami kenal ini, sama dengan cerita atau hanya basa basi Pak Amoy saja.



Akhirnya kami nekat untuk terus berjalan menyusuri rimbunnya rumput-rumput yang sudah kering menguning dan tajam, membuat kaki kami terasa gatal bila bersentuhan langsung dengan rerumputan tersebut. Tanah yang sudah kering, menciptakan debu ketika kami berjalan. Benar-benar panas dan gersang pulau ini.



Seperti berada di padang rumput yang gersang ala Benua Afrika, bedanya disini gak ada harimau atau gajah seperti yang ada ala acara discoveri chanel di televisi. Adanya cuma pohon yang bisa dibilang tandus tetapi terlihat gagah dan kuat berdiri sendiri tanpa ada pasangannya ( bukan curhat ). Inilah alasan saya untuk bersikeras ke pulau ini untuk sekedar foto bareng dengan pohon single ini. Terlihat kece di dalam foto ( abaikan modelnya ). 



Ternyata cerita Pak Amoy kepada kami disepanjang perjalanan menuju Pulau Namo gak cuma isapan jempol saja. Semuanya memang benar, dari anjing galaknya yang selalu menggonggong ke arah kami tetapi gak nampak batang hidung anjing tersebut sampai kondisi alamnya sesuai dengan apa yang diceritakan oleh Pak Amoy.

Yang gak kami jumpai yaitu nyamuknya karena serangga menyebalkan itu keluar saat sore menjelang senja saja. Ketika kami semua asyik berfoto di tengah pulau, Pak Amoy memperingati kami jangan berjalan terlalu jauh soalnya banyak hal yang perlu diwaspadai. Akhirnya kami berpikir untuk gak terlalu jauh berjalan. Setelah dua jam menikmati eksotisnya Pulau Namo, saya memberi isyarat kepada anggota yang lain untuk kembali ke perahu dan melanjutnya perjalanan kembali ke Pelabuhan Poto Tano. 


Pulau Namo yang biasanya hanya dilihat dari kejauhan saat berada di atas kapal ferry atau di atas perahu, menyimpan banyak keindahan di dalamnya. Pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di pulau asing dan sepi ini bersama teman-teman, menambah daftar pulau-pulau yang sudah saya kunjungi. 

Dan yang perlu diingat, kita harus menjaga semua keindahan ini. Jangan merusaknya apalagi membuang sampah sembarangan. Sayang bila pulau sekece Pulau Namo yang masih perawan dirusak oleh tangan-tangan yang gak bertanggung-jawab. Pemerintah setempat harus memperhatikan dan mengelola pulau dengan benar dan harus dipromosikan di mata dunia.

Sebagai penutup cerita dua hari satu malam perjalanan kami dari Pulau Kenawa dan diakhiri dengan Pulau Namo, kami bersepuluh kembali ke Pelabuhan Poto Tano untuk melanjutkan perjalanan lagi balik ke Pulau Lombok. Terimakasi kami ucapkan atas keramahannya, semoga kita dapat berjumpa lagi dalam ngetrip Explore Sumbawa selanjutnya. Next Time.... 

Catatan :
- Hanya menambah biaya Rp.50.000,- saja dari paket Pulau Kenawa untuk mencapai Pulau Namo "Nyamuk"
- Sangat cocok untuk melakukan kegiatan snorkeling.
- Belum direkomendasikan untuk mendirikan tenda di pulau ini atau menginap.

Penulis : Lazwardy Perdana Putra
Kameramen : Lazwardy Perdana Putra & Zulkarnaen 

Sunday 26 July 2015

Menjelajah Si Gersang nan Cantik: Pulau Kenawa


Minggu, 19 Juli 2015

Bagi pecinta dunia backpacker seperti saya, sulit rasanya move on dari kecantikan Pulau Kenawa yang saat ini sedang naik daun di diantara tempat-tempat wisata yang ada di Pulau Sumbawa. Pulau Kenawa atau Gili Kenawa merupakan salah satu pulau di antara delapan pulau lainnya yang berada di wilayah Sumbawa Barat, tepatnya di Desa Pota Tano. Memiliki beberapa daya tarik, mulai dari kondisi pulau, taman bawah laut, hingga hutan mangrove lengkap dengan ekosistem di dalamnya.



Beberapa waktu yang lalu saya bersama teman-teman berkesempatan menjelajah pulau yang berada di Selat Alas ini. Bahagia rasanya dapat menginjakkan kaki di pulau yang terkenal dengan Film Serdadu Kumbang yang diputar di bioskop beberapa tahun yang lalu. Salah satu tempat syutingnya di Pulau Kenawa, Sumbawa Barat.



Tepatnya dua hari setelah Hari Raya Idul Fitri 1436 H atau bertepatan tanggal 19 Juli 2015, kami bersepuluh memulai pertualangan ke pulau seberang yang terkenal dengan padang rumput serta keindahan alamnya ini. Kami yang terdiri dari ; saya ( Didi ), Rifki, Ari, Dini, Titin, Wawan, Ical, Junk, Nova, dan Dedi. Kesepuluhnya adalah orang asli Pulau Lombok.


Dimulai perjalanan dari Kota Mataram menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok untuk menyeberang menuju Pulau Sumbawa menggunakan Kapal Ferry yang memakan waktu dua jam perjalanan. Waktu menunjukkan pukul 11.00 WITA, Kapal Ferry yang membawa kami segera berlayar menuju Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa. Gelombang laut yang gak terlalu besar, membuat perjalanan kami lancar.

Sesampai di Pelabuhan Pototano, kami segera turun dari kapal menuju ruang tunggu pelabuhan. Dari sini cerita penjelajahan Pulau Kenawa dimulai. Bertemu dengan Pak Amoy yang menawarkan jasa untuk mengantar kami menuju pulau seberang menggunakan perahu boat milik beliau.


Setelah nego biaya sewa perahu dengan Pak Amoy mencapai kesepakatan, kami segera berkemas menuju Pulau Kenawa. Kata Pak Amoy, kami beruntung menjelajah Pulau Kenawa saat itu karena cuaca yang cerah serta gak musim ombak. Pak Amoy murah senyum kepada kami dan bila ditanyai mengenai Pulau Kenawa, beliau segera bercerita tentang keadaan pulau tersebut.


Setelah lima belas menit waktu yang ditempuh dari Pelabuhan Poto Tano, sampailah kami di pulau impian sejak empat bulan yang lalu saya idam-idamkan. Kece memang, sesuai dengan foto-foto yang saya liat di internet tentang pulau ini. Serasa berada di padang rumput Benua Afrika, gak sadar kami sudah berada di wilayah timur Indonesia.


Kegiatan pertama yang kami lakukan yaitu mencari tempat yang cocok untuk mendirikan tenda, akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda di pinggir pantai disisi bagian selatan Pulau Kenawa. Setelah tenda selesai terpasang, kegiatan selanjutnya yaitu snorkeling. Keindahan bawah laut Pulau Kenawa gak kalah indah dengan bawah laut di gili-gili yang ada di Pulau Lombok.

Disini terumbu karangnya masih terjaga dan banyak jenis ikan yang hidup bahagia ( seperti berumah tangga saja ). Sayang, saya lupa membawa waterproof  kamera sehingga gak bisa memfoto keindahan bawah lautnya.


Gak berlama-lama snorkeling karena hari sudah semakin sore, saya bersama teman-teman yang lain segera menuju bukit satu-satunya yang ada di Pulau Kenawa untuk melihat sunset. Awalnya saya meremehkan bukit ini, ternyata mendakinya di musim panas ini gak lah mudah. Selain kemiringan trek jalurnya yang hampir 85 derajat, kondisi tanahnya yang kering dan berdebu, sehingga licin. Dengan susah payah, akhirnya kami bisa mencapai puncak. Wiiiihhh, pemandangan dari atas bukit Kenawa, kereen coy.


Gak menunggu lama, kami pun dibuat jatuh cinta untuk kesekian kalinya. Sunsetnya keren habis, lukisan siluetnya kece. Penampakan Gunung Rinjani, Lombok serta pulau-pulau kecil di Selat Alas membuat suasana saat itu sangat luar biasa indahnya. Baru pertama kali saya melihat pemandangan sunset yang sangat cantik.


Setelah selesai menikmati sunset tanggal 19 Juli 2015, kami pun kembali ke tenda. Berganti pakaian, shalat Magrib, serta makan malam bersama, melengkapi hari pertama di Pulau Kenawa. Malam pun datang, saat kami lagi asyik bercengkerama di pinggir pantai, kami dikagetkan oleh sesuatu yang sangat menggelikan yaitu ular laut. Ular laut yang naik ke darat dan menuju ke tenda kami, membuat beberapa anggota panik.

Segera kami ambil tindakan untuk mengusir ular laut tersebut. Beberapa jam kami diganggu oleh keberadaan ular laut, akhirnya kami pindah tenda ke bagian tengah pulau. Alhamdulillah, ancaman ular laut gak ada lagi. Kami semua bisa beristirahat dengan tenang untuk persiapan kegiatan esok hari yaitu meliat sunrise dari atas dermaga.



Senin, 20 Juli 2015

Lukisan sunrise sungguh cantik. Angin laut pagi sepoi-sepoi, duduk di dermaga sambil menikmati sunrise di hari kedua kami berada di Pulau Kenawa. Air laut yang tenang serta cuaca yang cerah melengkapi keindahan pagi itu. Penampakan Pulau Namo " Nyamuk " dari kejauhan pun gak kalah indahnya.

Seolah-olah kejadian ular laut semalam terlupakan oleh kami semua karena melihat secara langsung penampakan sunrise pertama kami di Pulau Kenawa. Pengalaman pertama berhadapan dengan ular laut mengajarkan kami untuk bisa mengatur emosi dan melatih kita agar gak cepat panik. Agar ditrip selanjutnya kami bisa membaca kondisi alam yang kami jelajahi.



Inilah satu-satunya dermaga yang ada di Pulau Kenawa. Dulunya dermaga ini kondisinya gak terawat, karena pemerintah daerah setempat sadar pulau ini menjadi tempat yang banyak dikunjungi pecinta traveling. Sekarang dermaga ini sudah diperbaiki untuk tempat bersandarnya kapal boat yang membawa rombongan pengunjung. Duduk manis sambil bersantai menikmati indahnya sunrise serta merasakan udara laut pagi hari melengkapi trip saya kali ini.


Pulau Kenawa merupakan sebuah pulau yang gak berpenghuni. Pulau yang memiliki luas wilayah 13,8 hektar dengan garis pantai membentang sejauh sekitar 1,73 km. Sebagian besar pulau ini merupakan padang rumput yang luas dan di sebelah barat pulau terdapat sebuah bukit kecil gak berpohon.

Bila kita datang di saat musim penghujan, rumput di pulau ini berwarna kehijauan, sedangkan saat musim kemarau, akan berwarna kuning nan gersang. Sumber air bersih pun gak ada di pulau ini, jadi bagi yang ingin menginap di Pulau Kenawa, harus membawa persediaan air minum yang cukup.



Seperti pulau milik pribadi, gak ada rumah penduduk dan aktifitas lainnya. Hanya ada sebuah pondok kecil gak berpenghuni yang biasa dijadikan tempat singgah bagi para pengunjung yang berlibur ke Pulau Kenawa. Karena masih pagi, kami sarapan sejenak di tenda sebelum melakukan kegiatan selanjutnya yaitu menuju hutan mangrove yang terletak di bagian sisi barat pulau. 


Kegiatan selanjutnya menuju hutan mangrove Pulau Kenawa. Tempat yang masih alami dan sepi, hanya ada kami berempat yang berada di hutan mangrove. Sayang sekali saat kami berjalan menuju bagian sisi barat pulau, banyak sampah sisa para pengunjung  yang dibuang sembarangan. Diharapkan kesadaran bagi para pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya atau sampahnya dibawa pulang. Pulau yang sangat cantik, tapi sayang bila banyak sampah yang berserakan di sepanjang sisi pantai Pulau Kenawa. Dapat merusak keindahan dan kebersihan pulau.



Matahari semakin menukik naik, pertanda hari sudah semakin siang. Saatnya kami berkemas untuk menuju pulau selanjutnya yaitu Pulau Namo " Nyamuk " ( Comming Soon ). Menjelajahi Pulau Kenawa sehari semalam menambah pengetahuan saya tentang kondisi pulau ini. Memiliki padang rumput yang sangat luas, bukit yang keren, serta taman bawah laut yang membuat jatuh cinta bagi yang melihatnya. 


Catatan :
Ada beberapa hal yang saya infokan kepada teman-teman mengenai perjalanan kami menuju Pulau Kenawa, semoga bermanfaat :
- Perjalanan dari Kota Mataram menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur memakan waktu dua jam perjalanan menggunakan sepeda motor atau mobil setelah itu titip motor di pelabuhan dan segera membeli tiket Kapal Ferry menuju Pelabuhan Poto Tano.
- Bagi yang ingin menggunakan angkutan umum, bisa naik dari Terminal Mandalika, Mataram menggunakan mobil engkel menuju Labuan Lombok atau Pelabuhan Kayangan.
- Bisa juga menggunakan taksi tetapi biaya yang dikeluarkan cukup mahal.
- Jalur : Kota Mataram - Narmada - Kopang - Masbagik - Aikmel - Pringgabaya - Labuhan Lombok - Pelabuhan Kayangan - Pelabuhan Poto Tano - menyeberang ke Pulau Kenawa.
- Jalur : Bandara Internasional Lombok - Praya - Kopang - Masbagik - Aikmel - Pringgabaya - Labuhan Lombok - Pelabuhan Kayangan - Pelabuhan Poto Tano - Pulau Kenawa.
- Rincian biaya transport yang dikeluarkan : Bensin Rp. 20.000,- ,Tiket masuk pelabuhan Rp. 2.000,-, Tiket Kapal Ferry Rp. 20.000,- per orang, untuk motor Rp.54.000,-, Biaya sewa perahu boat Rp.300.000,- per rombongan ( 10 orang ) antar jemput.
- Ini Contact Person perahu boatnya 081909188899 ( Pak Amoy )
- Bagi yang ingin snorkeling diharapkan membawa perlengkapan snorkeling sendiri karena masih jarang yang menyediakan perlengkapan snorkeling disana, bila ada biaya sewanya agak mahal.
- Bulan yang baik untuk menjelajahi Pulau Kenawa yaitu Bulan Juli - September.
- Jangan lupa membawa obat-obatan seperti minyak angin dan autan.

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday 11 July 2015

Ngabuburit : Potret Kehidupan Suku Sasak di Desa Sade, Explore Lombok


Awal cerita, saya mempunyai seorang sahabat yang jauh-jauh datang dari Jakarta untuk berlibur ke Pulau Lombok. So, cerita ngetrip kali ini saya ditemani oleh sahabat lama saya yang bernama Mr.Amin, itulah julukan yang saya berikan.


Datang ke Lombok saat bulan puasa memang menjadi tantangan tersendiri saat melakukan penjelajahan apalagi kami berdua seorang muslim. Akhirnya saya memutuskan untuk pergi alias ngabuburit ke salah satu desa tradisional yang cukup terkenal di Pulau Lombok. Sebut saja Desa Sade yang terletak di Dusun Rembitan, Kabupaten Lombok Tengah.


Memacu kendaraan dengan kecepatan 60 km/jam dari Kota Mataram menuju Desa Sade, Rembitan. Dengan memakan waktu kurang lebih satu jam perjalanan, akhirnya kami berdua sampai di Desa Sade. Kami langsung disambut oleh salah seorang penduduk setempat yang menawarkan menjadi guide kami selama berkeliling di desa tradisional Suku Sasak ini. Guidenya sangat ramah dan pengetahuan tentang desa ini juga cukup luas ( Maaf, saya lupa nama guidenya ).


Setelah berkenalan dan berkenan menjadi guide kami, dia mengajak kami berdua masuk ke dalam desa. Lorong demi lorong kami lewati, tepat di lorong di salah satu rumah tradisional "bale", kami berjumpa dengan nenek tua yang sedang mengguntal benang yang akan dibuat menjadi kain. Gak lupa nenek tua tersebut menawarkan kami hasil tenunannya untuk kami beli. Salah satu potret kehidupan Suku Sasak di Desa Sade yang masih terjaga keasliannya walaupun sedang berada di era modern.


Batu akik yang lagi terkenal mengalahkan artis ibukota pun ada disini. Daerah Nusa Tenggara khususnya Pulau Lombok memiliki jenis batu akik yang cukup diminati oleh masyarakat pada umumnya. So, gak heran bagi pengunjung yang datang ke Lombok, kebanyakan mencari berbagai jenis batu akik. Selain batu akik, ada juga segala macam acesoris khas Suku Sasak yang diperjual belikan  seperti gelang, kalung, cicin, dompet khas Lombok dan masih banyak lagi yang lain.


Hampir setiap rumah trasidional "bale" disini memamerkan hasil karya mereka untuk diperjual belikan. Harga yang ditawarkan juga cukup menggiurkan bagi para pengunjung. Gak hanya itu saja, keramahan penduduk disini juga membuat para pengunjung seperti kami nyaman berkeliling dan berinteraksi dengan mereka. 


Kami memasuki salah satu rumah penduduk yang menjual berbagai macam kain tenun. Ada kain rangrang, kain songket dan jenis kain lainnya. Cukup menggoda untuk membelinya karena selain pemilihan warnanya yang indah di mata, motifnya juga saya suka dan yang jelas hasil tenunannya sangat baik dan berkelas. Akhirnya saya beli satu potong kain untuk oleh-oleh di rumah. Gak hanya saya saja yang membeli, Mr.Amin juga membeli dua potong kain untuk dibawa pulang ke Jakarta ( Shoping dadakan ).


Setelah selesai memilih kain tenun, kami berdua diajak melanjutkan berkeliling desa. Banyak hal yang diceritakan oleh guide kami tentang desa ini. Desa Sade yang memiliki luas 5500 m2 terdiri dari 150 rumah tradisional Suku Sasak yang menampung sekitar 700 orang. Rumah tradisional Suku Sasak yang disebut dengan "bale" beratapkan ijuk dengan bambu sebagai penyangga dinding dan atap, dinding terbuat dari anyaman bambu serta lantai terbuat dari tanah yang dikeraskan. 


Kebiasan unik disini bahwa lantai rumah dipel dengan kotoran kerbau. Agak jijik memang, tapi bagi penduduk disini memiliki kepercayaan bahwa dengan mengepel lantai dengan kotoran kerbau memilik banyak manfaat antara lain; menjaga lantai agar tetap hangat dan gak lembab, menghilangkan debu, mengeraskan lantai serta agar gak ada nyamuk. Percaya gak percaya memang kenyataannya begitu. Ada lagi yang mengatakan para penduduk disini meyakini jika mengepel dengan kotoran kerbau bisa mencegah dari gangguan roh jahat. 


Setelah membahas kotoran kerbau yang sangat unik. Selanjutnya guide kami menceritakan tentang kehidupan penduduk disini. Sebagian besar penduduk disini bekerja sebagai petani ( bagi laki-laki ) dan menenun kain ( bagi perempuan ). Hal yang paling unik lainnya adalah masalah pernikahan. Pada umumnya laki-laki disini bisa menikah dengan perempuan yang masih dalam satu keluarga yang berasal dari desa ini alias satu suku. Bisa juga menikah dengan orang luar akan tetapi maharnya lumayan mahal yaitu dua sampai tiga ekor kerbau. 

Ada lagi kasus yang lain dimana seorang laki-laki bisa menculik perempuan yang akan dinikahi alias kawin lari. Jika berhasil membujuk perempuan yang akan diajak kawin lari, pihak orang tua perempuan tersebut harus mau menikahkan anak perempuan mereka dengan laki-laki penculik. 



Seluruh penduduk Suku Sasak Desa Sade beragama Islam. Baik laki-laki maupun perempuan sangat rajin beribadah. Ini bisa dibuktikan dengan berdirinya sebuah masjid tradisional yang sangat terawat di tengah perkampungan Desa Sade. Agak sedikit perbaikan di bagian lantai yang terbuat dari marmer berwarna hitam. Akan tetapi dari bentuk bangunan dan penyangganya masih seperti aslinya. Gak lupa kami menumpang untuk Shalat Ashar di masjid kebanggaan penduduk Desa Sade ini.


Di penghujung penjelajahan kami berdua berkeliling desa. Kami disambut oleh atraksi Gendang Beleq. Alat musik tradisional Lombok yang dimainkan oleh dua orang penabuh gendang yang berukuran sangat besar " Gendang Beleq". Gak hanya kami berdua saja yang menonton, tapi pengunjung Desa Sade berkumpul untuk menonton atraksi dari Gendang Beleq ini. Alunan musik khas Pulau Lombok terdengar di telinga kami, sahabat saya Mr.Amin tersenyum dengan bahagia akhirnya secara langsung bisa mendengar dan melihat atraksi Gendang Beleq ini.


Wow, ada salah satu pengunjung yang ikut menari bersama dua penari cilik dengan iringan alunan musik gamelan khas Lombok. Mirip seperti tarian di Bali cuman ada perbedaan di pakaian yang dikenakan oleh si penari terutama penari bule manis asal Malaysia yang mengenakan pakaian khas Suku Sasak. 


Jika kita ada rencana menjelajah ke Desa Sade, kita bisa memesan kepada pengelola wisata desa untuk diadakan pertunjukan tarian Gendang Beleq dan lainnya. So, jangan khawatir gak bisa melihat pertunjukan dari Gendang Beleq dan atraksi tarian Peresean yang sangat langka ini jika berkunjung ke Desa Sade.


Selain deretan pantai-pantainya yang sangat indah, air terjunnya yang sangat keren serta Gunung Rinjani yang selalu dirindukan oleh para pendaki di seluruh dunia. Pulau Lombok juga memiliki wisata budaya yang sangat unik dan menarik. Gak lengkap rasanya bila ke Lombok, gak berkunjung ke desa yang sudah terkenal ini. Disinilah kita bisa merasakan suasana Suku Sasak Pulau Lombok. Desa Sade yang memberikan keramahan dan ilmu pengetahuannya kepada setiap pengunjung yang datang.

Akhir cerita dari ngabuburit saya bersama sahabat lama "Mr.Amin" ,kami berdua belajar banyak tentang potret kehidupan Suku Sasak di Desa Sade yang sangat sederhana. Kami berpamitan dengan guide yang sangat baik kepada kami berdua dan segera balik ke Kota Mataram. 

Catatan :
- Desa Sade Rembitan, Kabupaten Lombok Tengah terletak di pinggir jalan menuju Pantai Kuta Mandalika.
- Sejauh 30 km jarak dari Kota Mataram menuju Desa Sade.
- Biaya guide sesuai dengan kesepakatan alias membayar seikhlasnya.

Penulis : Lazwardy Perdana Putra