Saturday 29 June 2019

Mampir Yuuk ke Taman Jinja !


Masih ingat dengan cerita saya di Taman Edelweis Karangasem Bali ?. Saya saranin buat kalian yang belum baca, boleh buka postingannya di bawah cerita ini. Kenapa ?, biar nyambung dan kalau sudah dibaca, baru kalian lanjut baca cerita saya kali ini (kayak novel saja berseri).

Satu lagi, pasti kalian bertanya tentang foto cover di atas. Itu dimana, di Jepang ya ?. Jawabannya, itu masih di Pulau Bali. Di Pulau Bali ada bangsa Jepang ya ?. Dulu ada pas jaman penjajah, pas nenek buyut kita masih muda. Sekarang sudah pada pulang kampung ke negeri asalnya. Berarti itu peninggalan bangsa Jepang ya ?. Aduuh, banyak nanya nih. Sudah, kalian simak saja deh cerita saya kali ini. Siapin kacang dan kopi buat nemenin baca cerita yang biasanya agak alay dan baper ini.

Masih dekat dengan Pura Besakih Bali, ada sebuah taman yang gak kalah kecenya dengan Taman Edelweis. Meskipun memiliki konsep yang hampir sama yaitu taman instagenic, namun keduanya punya kekhasan. Taman Edelweis khas dengan bangunan kincir anginnya, dan sebut saja Taman Jinja memiliki kekhasan dengan Toriinya.

Ya, namanya Taman Jinja yang memiliki arti Taman Ekspresi atau Kekaguman, itu kata si istri. Maklum istri doyan nonton drakor/drama jepang gitu. Kenapa dinamakan Taman Jinja, saya pun gak tau pasti. Kalau menurut saya sih, dinamakan Taman Jinja karena letaknya yang keren banget. Berada di daerah pegunungan yang memiliki udara sejuk dengan latar belakang Gunung Agung. Penuh kagum dan pengen rasanya balik lagi kesini. Sayangnya pas kami berdua datang kesini, Gunung Agungnya tertutup dengan awan tebal.




Setelah kami ke Taman Edelweis, nanggung dong kalau gak mampir di Taman Jinja. Jalurnya pun sama, hanya saja Taman Jinja berada sebelum Taman Edelweis. Taman Jinja berada di Desa Besakih, Kabupaten Karangasem. Hanya berjarak delapan ratus meter dari Taman Edelweis. Jalurnya pun gak buat pusing bagi kalian yang berencana kesini. Tinggal buka google maps, ketik Taman Jinja dan tinggal kalian ikutin arah yang diberi oleh si mbah goggle.

Untuk penjelasan jalurnya, bisa kalian baca di postingan Taman Edelweis ya (makanya baca Taman Edelweis dulu). Taman Jinja baru dibuka sekitar Bulan Februari 2019 lalu. Bisa dibilang taman ini masih tergolong baru dan langsung ngehits di medsos. Taman Jinja seratus persen dikelola oleh warga desa setempat. Saya salut sekali, meskipun dikelola oleh warga desa, penataan tamannya kece dan niat banget buat taman sekeren ini.

Dari parkiran kendaraan yang berada di pinggir jalan, Taman Jinja berada di seberangnya. Saya bareng istri sudah gak sabar pengen cepat-cepat masuk ke taman ini. Sebelumnya, kami harus membeli tiket masuk di pos tiket. Harga tiketnya pun tergolong murah yaitu 10 ribu per orang. Dengan harga segitu, kita bebas mengexplore Taman Jinja dari pagi sampai sore. Untuk jam bukanya dari jam 8 pagi sampai 7 malam (koreksi kalau salah).









Setelah membeli tiket, kami berdua langsung memasuki area taman. Penampakan taman ini berbukit-bukit dengan jalan setapak yang lumayan menguras keringat (menurut saya). Anggap saja sekalian olahraga kecil-kecilan. Uniknya di sepanjang jalan setapak, banyak sekali dibangun Torii. Torii merupakan gerbang kuil yang berwarna merah. Gerbang kuil yang sering kita temukan di kuil-kuil Shinto, Jepang yang terbuat dari kayu. Torii di Jepang biasa dibuat dengan palang sejajar yang kemudian ditunjang dengan dua batang vertikal. Namun uniknya di Taman Jinja, toriinya dibuat dari bambu kemudian dicat merah dan di bagian bawah tiang, dicat warna hitam.

Mistisnya, selain menjadi pintu gerbang kuil, Torii sendiri dipercaya memiliki aura horor. Horornya, torii berfungsi sebagai pembatas antara kehidupan manusia dengan Kami. Kami sendiri merupakan sosok spritiual yang menjadi obyek penyembahan para penganut agama Shinto di Jepang (sumber dari mbah google). Percaya gak percaya, ya selama kita masih berada di tempat tersebut, kita harus jaga sopan santun dan menghormati tempat tersebut. Yang pengen kenalan dengan Kami juga boleh, tapi jangan tanya saya caranya gimana,hahaha...peace.

Lupakan yang mistis-mistis dulu !!!

Suasana Taman Jinja saat itu cukup ramai. Pengunjung yang akan atau sudah ke Taman Edelweis, pasti mampir ke Taman Jinja. Begitu pun dengan kami berdua, sayang banget kalau gak mampir. Sambil menyelam minum air. Capek-capek motoran turun naik bukit, dua tempat kece digass langsung, hahaha. 




Dari anak kecil hingga emak-emak sangat semangat mendaki dan turun bukit ala Taman Jinja. Ada satu turunan dan dua tanjakan. Buat yang punya riwayat asma atau asam urat, jalannya harus pelan-pelan ya. Terpenting, sebelum jalan ke Taman Jinja, obatnya harus dibawa. Sepanjang jalan setapak yang penuh dengan Torii, kalian bisa foto-foto eksis karena spot foto disini instagramable banget. Rombongan emak-emak saja eksis fotoan disini. Masak kalian yang anak milenials, kalah sama mereka,hahaha (Ngomporin).

Gak berbeda jauh dengan Taman Edelweis, di Taman Jinja juga banyak kita temukan Bunga Kasna lhoo. Hampir seluruh area taman dipenuhi dengan Bunga Kasna. Bunga Kasna sangat mirip dengan Bunga Adelweis. Dari kejauhan memang mirip, tapi sebenarnya kedua bunga ini sangat berbeda. Bunga Edelweis biasa kita temukan di lereng atau tebing di gunung. Hanya saja yang kita lihat di Taman Edelweis dan Taman Jinja, bukan Bunga Edelweis ya, tapi Bunga Kasna, So..kalian jangan debat di dalam mobil atau di atas motor bareng pasangan gara-gara bunga satu ini seperti saya sama istri,hahahhaa. Yang harus diingat lagi, Bunga Kasnanya gak boleh dipetik ya !.

Habis turun naik bukit dan foto-foto, pasti capek kan. Tenang saja, disini ada beberapa tempat duduk buat santai-santai. Nyari pedagang juga ada disini. Saya lihat kemarin ada penjual sate (gak tau satenya daging apaan), makanan dan minuman ringan disini. Tapi jangan lupa, sampahnya dibuang di tempah sampah ya. Sayang sekali tempat sekece ini, rusak dan kurang indah gara-gara sampah yang dibuang sembarangan oleh pengunjung.

Over all, Saya dan istri suka dengan Taman Jinja. Tamannya bersih, kreatif, banyak spot foto yang instagenic, dan buat betah berlama-lama disini. Bagi kalian yang masih mencari tempat prewed ala-ala instagramable, Taman Jinja bisa jadi solusinya. 

Oke, hari sudah semakin sore, saatnya kami melanjutkan perjalanan pulang ke Pulau Lombok. Ada perasaan puas bisa datang ke Taman Jinja. Tempat yang awalnya gak masuk ke dalam list touring/motoran bareng istri saat itu, tapi berhubung ada teman asal Bali yang rekomendasikan ke kami untuk mampir ke Taman Jinja. Taman Jinja rekommended banget buat kalian pecinta foto-foto instagramable.


Share Lokasi : Taman Edelweis ke Taman Jinja

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Friday 21 June 2019

Jalan-Jalan ke Jember Naik Kereta 8 Ribu Rupiah


Mudik ke Banyuwangi akhirnya bisa jalan-jalan ke Kota Jember. Senang dong diajak ke Jember bareng keluarga istri. Apalagi perginya menggunakan "sepur" kereta api. Sudah lama gak naik sepur dengan penampilan baru.

Jadwal keberangkatan kereta api yang kami naiki yaitu pukul 10.30 pagi. Kami menaiki kereta api lokal yaitu KA Pandanwangi dengan rute stasiun Banyuwangi Baru - stasiun Jember PP. Tarif tiketnya sangat murah sekali yaitu 8 ribu per orang dengan fasilitas dari PT KAI yang oke dan waktu keberangkatan yang ontime.

Kami berangkat dari stasiun Rogojampi,  kebetulan rumah keluarga berada di Rogojampi. Saat itu kami bersembilan (saya, istri, adek-adek ipar dan bapak ibu mertua) #NgabsenDulu. Naik kereta jaman sekarang berbeda dengan jaman saya kuliah dulu. Dulu kalau mau naik kereta ekonomi, kita bisa beli tiketnya saat keberangkatan. Tapi kalau sekarang, harus pesen tiket dari jauh-jauh hari, minimal sehari sebelum keberangkatan. Bisa via online atau datang langsung ke stasiun. Kalau ngomongin enaknya, ya enakan kereta yang sekarang. Kalau sekarang kita pasti dapat tempat duduk. Sedangkan jaman dulu, bebas mau duduk dimana saja dan siap-siap bersabar kalau gak dapat tempat duduk karena penumpang penuh. Dari segi keamanan juga, jauh lebih aman kereta jaman sekarang. Tapi tetap harus berhati-hati guys. Orang jahat selalu mengintai. Waspadalah Waspadalah #GayaBangNapi







Oke.. Sebelum sampe di Jember, saya ingin menceritakan pengalaman naik kereta ini. Pengalaman pertama mencoba kereta Pandanwangi, langsung dibuat jatuh cinta. Fasilitas yang sudah cukup bagus dan murah lagi. Kereta lokal jaman sekarang saja sudah kece, apalagi kereta jarak jauh seperti KA Sritanjung, Mutiara Timur, Sancaka, Kahuripan dan masing banyak lainnya. Pasti keren semua, jadi penasaran ingin mencoba semuanya. 

Sudah lama juga saya ingin menulis tentang kereta tapi belum ada kesempatan. Ada juga yang request ke saya untuk buat konten video di youtube tentang kereta. Jawaban yang sama, masih belum ada kesempatan. Nulis saja dulu sambilan belajar buat video. Suatu saat pasti buat video di youtube seperti youtuber-youtuber transportasi kece yang sudah terkenal. #CurhatColongan

Setengah jam sebelum kereta datang, kami sudah sampai di stasiun. Setelah e-boarding, petugas mempersilahkan kami untuk menunggu di ruang tunggu penumpang. Keren ya pelayanannya, sudah mirip seperti di bandara. Ada check in dan boarding segala. Si pengantar juga gak diijinkan masuk ke ruang tunggu penumpang. Salut buat PT KAI.

Sambil menunggu kereta datang, gak lupa foto-foto dulu suasana mudik di stasiun. Stasiun Rogojampi termasuk stasiun kecil tapi ramai penumpang karena berdekatan dengan Kota Banyuwangi. Meskipun di Kota Banyuwangi ada stasiun besar juga yaitu Stasiun Karangasem, Stasiun Rogojampi posisinya lebih strategis. Dekat dengan Bandara Blimbingsari, destinasi wisata seperti De Djawatan, Pantai Pulau Merah dan pasar besar (menurut saya sih). Penumpang yang akan ke Jember atau ke Pelabuhan Ketapang, bisa naik kereta lewat stasiun ini. Apalagi jarak dari bandara ke stasiun ini bisa ditempuh sekitar sepuluh menit saja. Bisa menggunakan ojek online atau kendaraan sewaan.

Perjalanan kereta dari stasiun Rogojampi ke stasiun Jember memakan waktu tempuh dua jam. Dengan harga tiket kereta 8 ribu saja, kita bisa jalan-jalan ke Jember. Murah meriah. Rekommended buat kalian yang akan ke Banyuwangi dari Jember dengan budget pas-pasan, bisa menggunakan kereta ini. Dijamin gak buat kantong bolong.






Setengah jam berlalu, kereta yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Sesuai dengan jadwal kedatangan yang tertera di tiket, ontime mas broo. Dari kejauhan KA Pandanwangi terlihat. Petugas stasiun memberi peringatan kepada penumpang agar gak berdiri terlalu dekat di sisi peron. Bel khas kereta terdengar menandakan kereta sudah tiba. Para penumpang sudah bersiap-siap memasuki gerbong. Ada yang bawa tas ransel, kardus berisi oleh-oleh dan barang-barang lainnya. Keceriaan mereka terlihat saat kereta datang. Sudah gak sabar berjumpa dengan keluarga di kampung halaman. Begitu juga dengan saya, seneng banget. Ini pertama kalinya saya dan istri naik kereta bareng. Sudah lama saya menunggu moment-moment seperti ini.

Setelah kereta berhenti dengan sempurna. Kami segera masuk ke dalam gerbong. Kami sekeluarga dapat gerbong pertama. Gerbong yang paling depan, persis di belakang lokomotiv. KA Pandawangi termasuk kereta ekonomi lokal tapi setelah masuk ke dalam ruang gerbongnya, adem tenan rek. Kursinya juga sudah mengalami perubahan. Lumayan agak sedikit empuk dengan formasi kursi seperti dulu 3-2. Ruangannya juga bersih, wangi dan nyaman. Gak ada penjual dan preman yang masuk seperti dulu. Penjagaannya ketat dari bapak-bapak petugas kereta. Salut kedua kali buat PT KAI, kece bener.

Setelah kami duduk di kursi masing-masing, ada perasaan puas bisa naik kereta ini. Puasnya dapat pelayanan yang baik dari pemesanan tiket sampai duduk manis di dalam kereta. Duduknya bareng istri tersayang lagi. Bapak ibu mertua mah lewat, uppsss.. Mereka ada disamping saya ternyata, hahaha.

Gak menunggu lama,kereta segera diberangkatkan kembali. Pengen rasanya gak tidur dan menikmati perjalanan. Tapi namanya setan ganggu, ngantuk pun datang disaat yang gak tepat. Baru saja melintas di persawahan dan perbukitan, saya hampir tertidur. Untung saja akhirnya gak jadi tidur gara-gara kereta melewati sebuah terowongan yang cukup panjang di daerah Gumitir. Setelah kereta keluar dari terowongan. Pemandangannya keren banget dengan ribuan pohon pinus menemani di sepanjang jalan. Kereta berjalan agak sedikit lambat karena berada di tanjakan perbukitan hutan Gumitir. Ini yang membuat saya jatuh cinta dengan kereta api. Bisa melihat hamparan sawah dan perbukitan hijau khas Pulau Jawa.

Suasana di dalam kereta cukup hening karena banyak penumpang yang tertidur. Maklum saja perjalanan di saat lagi berpuasa dan siang hari pula, jam-jamnya orang tidur. Pantes saja saya ngantuk tadi, jadi ini salahnya setan atau emang jam tidur yaak? Hahaha. Setan kan dibelenggu di Bulan Puasa? #BenerJuga



Dua jam berlalu, petugas menginformasikan bahwa kereta akan segera tiba di stasiun Jember Kota. Kami segera bersiap-siap untuk turun. Alhamdulillah KA Pandawangi tiba dengan selamat di Stasiun Jember Kota. Waktu menunjukkan jam satu siang. Saya segera memesan Grab via aplikasi. Kami selanjutnya akan berkunjung ke rumah si mbah, salah satu keluarga yang tinggal di pinggiran Kota Jember. Dari stasiun gak begitu jauh ke rumah si mbah. Kurang lebih sepuluh menit, kami sudah sampai di lokasi.

Berhubung gak pake acara menginap dan malamnya langsung balik lagi ke Banyuwangi, kami harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Pengennya sih nginap, tapi waktu yang kurang bersahabat karena keesokan harinya yaitu Idul Fitri dan kami harus berada di Banyuwangi. Sudah melihat si mbah baik-baik saja, ada kelegaan di hati kami semua. Sehat selalu mbah dan semoga panjang umur biar di tahun depan kita bisa berjumpa lagi, Amin.

Setelah jenguk si mbah, saatnya jalan-jalan keliling Kota Jember. Gak banyak yang bisa saya lihat dari kota kelahiran Dewi Persik dan Anang Hermansyah ini. Waktu sudah menunjukkan jam empat sore. Tinggal satu jam lagi waktunya berbuka puasa. Bapak dan ibu mertua mengajak kami ke Transmart Jember. Katanya baru buka Bulan Januari kemarin. Semangat dong untuk datang kesana. Masih menggunakan jasa Grab, kami meluncur ke lokasi. Gak jauh juga, hanya lima belas menit sudah sampai di Transmart Jember. Untuk share lokasi, saya berikan di akhir tulisan ya atau yang sudah sering buka google maps, bisa langsung cari di aplikasinya.





Gimana keseruan jalan-jalan ke Transmart Jember ?. Seru banget dong.  Sesampainya di lokasi, kami segera menuju lantai tiga. Transmart Jember memiliki empat lantai, antara lain Ground, lantai satu, dua dan paling atas lantai tiga. Dimana lantai Ground banyak area kedai dan resto. Lantai satu dan dua yaitu Carefour dan lantai paling atas yaitu Trans Studio Mini.

Masih ada waktu satu jam kurang buat mencoba wahana di Trans Studio Mini. Kami mencoba "Crazy Taxi India" alias roller coasternya. Keliatannya bakalan seru dan menguji adrenalin kita. Setelah membeli point di conter tiket, kami segera unjuk gigi. Ini kali pertamanya saya mencoba roller coaster. Bila dibandingkan sama istri, kalah jauh mah. Ini wahana favorit istri. Heran juga saya, kok seneng banget yaak. Apa sih kecenya? Mari kita buktikan.

Bener saja, saat menaiki tangga menuju kereta yang akan mengantarkan kita ke pintu surga eh salah. Mengantarkan kita berkeliling Trans Studio Mini maksudnya, hahahaha. Ada perasaan tegang dan penasaran. Ingin rasanya mendokumentasikan moment-moment ini, tapi istri gak mengijinkan. Katanya, berbahaya dan takutnya kamera yang saya pegang terjatuh. Oke.. Untuk moment-moment tegangnya saya gak foto atau videokan. Saya bareng istri memilih duduk di bagian tengah,sedangkan bapak mertua dan adek-adek duduknya ada di paling depan  dan belakang. Setelah semua penumpang kereta siap di tempat duduk mereka masing-masing dan sabuk pengaman sudah dieratkan, petugas memberikan aba-aba.

Ready ? Goooo....

Puteran pertama, kereta melanju sangat pelan. Rel lintasan menanjak dan di ujung rel, lintasan berubah menjadi menurun dan terjal. Kecepatan kereta melaju sangat cepat.  Lintasan berubah menyeramkan. Berkelok-kelok dengan tajamnya. Beda banget dengan kereta api yang kami naiki dari Banyuwangi ke Jember. Ini mah mengantarkan kita menuju maut. Suara teriakan menggema di seluruh Trans Studio. Istri yang duduk bersebelahan dengan saya, tertawa melihat ekspresi wajah saya yang sangat tegang. Sesekali saya teriak dengan menyebut "Emak, Emak, Emak minta Angpao". Si istri mah sudah biasa naik seperti ini, lah saya baru pertama kali dan lagi puasa pula.

Welcome to the Jungle !!!

Yang seremnya, lintasan roller coasternyana agak keluar dari gedung Transmart. Waaah, menakutkan. Saat berbelok keluar gedung, dari kejauhan terlihat jalan raya dengan kendaraan yang lalu lalang. Busyet, ini yang namanya roller coaster. Salam kenal deh, maaf lain kali saya gak akan mencobanya lagi meskipun gratis, ogah gah gah. 

Roller coster berputar sebanyak dua putaran. Disaat lintasan yang sama, kecepatan semakin cepat saja. Saya selalu memejamkan mata disaat kereta meluncur di lintasan terjal. Tapi percuma, seluruh badan tetap terasa jatuh dan seakan-akan akan terlempar ke luar gedung Transmart seperti di film-film. Gak kebayang dah kalau saya terlempar ke luar gedung, pasti mirip seperti Hulk yang dilempar sama Thanos. Nabrak dinding gedung yang lain sampai roboh, keren. #KebanyakanNontonAvenggers

Saat yang dinanti-nanti akhirnya tiba juga. Roller coaster berhenti dan permainan selesai. Saya langsung rebahan di peron roller coster. Kepala rasanya muter-muter dan perut terasa mual. Pengalaman pertama saya mencoba wahana ini dan gak akan nyobainnya lagi. Melihat saya rebahan di pinggiran roller coaster, yang lainnya pada tertawa terbahak-bahak. Adeeh, saya kena bulyan mereka.





Setelah mencoba roller coaster sampe mual muntah, kami sekeluarga mencari tempat berbuka puasa. Sebentar lagi waktu buka puasa tiba, kami memilih untuk berbuka di Warung Upnormal yang berada di lantai Ground. Suasana pengunjung Transmart sangat ramai untuk berbuka puasa disini. Banyak pilihan resto atau kedai, tapi kami menjatuhkan pilihan di Warung Upnormal. Saya mengenal kedai ini memiliki menu yang cocok dilidah dan harganya relatif murah. Warung Upnornal sudah memiliki cabang hampir di kota-kota besar di Indonesia. Pertama kali nongkrong di kedai ini yaitu cabangnya di Kota Denpasar

Bisa mampir di postingan ini --> Warung Upnormal Renon Denpasar

Saya memesan Nasi Goreng Spesial Upnormal dan minumnya Es Cappucino. Untuk nasi gorengnya lumayan enak. Seperti nasi goreng biasa dengan penambahan telur setengah mateng di atas nasi gorengnya. Belum lagi nasi gorengnya dicampur dengan telur orak-arik, menambah kesan nasi goreng ini serba telur. Saya suka jenis nasi goreng seperti ini. Bumbunya pas dan terhidang sangat cepat. 

Untuk minumnya Es Cappucinno, rasanya standar seperti Cappucino biasanya. Saya suka dengan penyajiannya. Gelas Plastiknya bagus dan ringan. Jadi gak khawatir kalau terjatuh dan pecah. Dari pelayanan cukup oke dan karyawannya ramah-ramah. Desain gerainya juga keren. Kedai jaman Now banget.

Setelah acara buka bareng selesai, kami siap-siap menuju ke terminal Jember. Balik ke Banyuwangi kami memilih untuk menggunakan bus ekonomi. Saya lupa namanya karena sudah malam dan busnya lumayan ekonomi banget. Jalan-jalan ke Kota Jember dengan waktu yang sangat singkat ternyata berkesan juga. Lain waktu, pasti balik ke kota ini dengan cerita yang berbeda.

Cerita liburan saya di Banyuwangi belum selesai sampai disini. Masih banyak destinasi dan kuliner yang akan saya ceritakan di postingan selanjutnya. So...ditunggu saja ya. Yang suka kepoin akun instagram dan facebook saya pasti sudah bisa menerka mau cerita apalagi. So...tungguin saja guys dan jangan lupa dilike, share dan dikoment ya guys.





Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Saturday 15 June 2019

Melihat Bunga Mirip Bunga Edelweis di Taman Adelweis Bali


Bali selalu punya cerita. Kalau sudah ngebahas ngetrip ke pulau ini, yang kita rencanakan "mau kemana ?" dan "nginap dimana ?". Kalau mau ke Bali bagian selatan seperti Pantai Kuta, Sanur dan Uluwatu mungkin sudah biasa. Apalagi ke Ubud, Bedugul dan Patung GWK juga sangat banyak kita jumpai tulisan dan foto yang membahas tentang mereka. 

Di Bali bagian utara ada destinasi baru yang gak kalah kece dari para seniornya. Meskipun keberadaannya terbilang masih baru, tempat ini sudah ngehits di dunia instagram. Cocok sekali buat kita yang ingin ke tempat kece tapi gak seramai pengunjung seperti di Kuta, Ubud atau Bedugul. Namanya Taman Edelweis. Lokasi berada di Banjar Dinas Temukus, Desa Besakih, Kabupaten Karangasem. Lebih tepatnya di bawah kaki Gunung Agung.

Keseruan cerita saya bareng istri datang ke Taman Edelweis berawal dari teman-teman Genpi Bali yang sering sekali memposting tempat ini di akun instagram mereka. Apalagi taman ini dijadikan tempat diadakan Pasar Peken yang diadakan oleh temen-temen Genpi Bali. Pasar Peken merupakan pasar destinasi digital yang digarap oleh temen-temen Genpi Bali. Sama seperti Pasar Pancingan di Lombok, Pasar Karetan di Semarang, Pasar Kaki Langit di Jogya dan lain-lain. Di setiap daerah yang ada Genpinya, pasti ada pasar destinasi digitalnya. Tapi kali ini saya gak ngebahas tentang pasar digitalnya dan Genpinya. Saya akan bercerita apa saja sih yang saya dapatkan saat berkunjung ke Taman Edelweis. Yuk disimak terus cerita ini sampai selesai. Siapin kopi dan kacang untuk nemenin baca,hahahaha.




Punya waktu dua hari ngetrip ke Pulau Bali, kami gak mau sia-siakan kesempatan buat datang ke tempat ini dong. Hari dimana kami berdua akan balik ke Pulau Lombok, masih ada waktu untuk mengexplore tempat satu lagi sebelum pulang. Taman Edelweis menjadi tujuan terakhir kami waktu liburan kemarin. Asyiknya lagi, cuaca pagi itu cukup cerah dan besahabat. Kenapa memilih Taman Adelweis menjadi destinasi terakhir saat ngetrip ke Pulau Bali kemarin?. Kebetulan dari Kota Denpasar menuju Pelabuhan Padangbai, searah dengan jalur ke Taman Edelweis. Bermodalkan google maps, kami berdua semangat meluncur. Sepanjang perjalanan lumayan lancar meskipun bertemu dengan namanya si macet saat  akan keluar dari Kota Denpasar. Padahal masih pagi, tapi lalu lalang kendaraan sudah padat. Satu kata buat Kota Denpasar "Panas dan Macet Poooll"."

Keluar dari Kota Denpasar, kami sudah berada di By Pass Ida Bagus Mantra. Si Blue (motor kesayangan) saya gass full menuju Kabupaten Karangasem. Lalu lintas cukup ramai dengan banyaknya trafic light yang kami jumpai. Untungnya by pass ini berada di pinggiran Pulau Bali bagian timur dan gak jauh dari pantai. Hembusan angin pantai yang sepoi-sepoi menyelamatkan kami dari teriknya matahari saat itu. Lumayan ada yang kipasin, hahaha. 

Setelah satu jam perjalanan dari Kota Denpasar, kami sudah tiba di pertigaan pertemuan arah ke Kota Karangasem dan Pelabuhan Padangbai. Kami melanjutkan perjalanan ke arah Kota Karangasem.  Tinggal bentar lagi nih sampai (pikiran saya dalam hati).

Masih mengikuti jalur di google maps, gak lama kemudian kami belok kiri di pertigaan kedua. Nah,..dari sini jalurnya sudah mulai menantang. Melewati perkampungan penduduk, jalanan sudah mulai menanjak. Kami sudah berada dimana harus melewati jalanan perbukitan yang berliku-liku dan sempit. Untungnya kondisi jalan mulus dan gak berlubang. Meskipun masing asing dan hanya mengandalkan google maps, sejauh ini kami menikmati perjalanan. Kerennya melewati jalur ini, kita bisa melihat pemandangan laut dan perbukitan hijau khas Pulau Bali. Kece abis dan rekommended buat kalian yang ingin mencoba melewati jalur ini.

Setelah melewati jalan besar, kami harus melewati jalur yang agak sempit. Kurang lebih sekitar delapan kilometer lagi kami sampai di tujuan. Panorama alam di kiri kanan jalan semakin cantik. Perbukitan dan persawahan hijau menemani kami di sepanjang perjalanan. Sayangnya kami gak bisa melihat kemegahan Gunung Agung karena terhalang oleh awan tebal. Tanpa kendala yang berarti, kami sudah sampai di lokasi parkir Taman Edelweis. Penataan tamannya oke banget. Gak nyangka ada destinasi yang dikelola oleh warga desa sekeren ini.

Setelah memarkirkan motor, kami menuju loket tiket. Tiket masuk seharga 15K per orang. Gak terlalu mahal sekelas tempat seperti ini. Dari pintu masuk sudah terlihat tulisan "Selamat Datang di Taman Adelweis". Perasaan senang dan puas akhirnya sampai juga di tempat ini.







Rasa capek dan penasaran seakan hilang setelah melihat taman ini dari dekat. Gak sabar rasanya masuk ke dalam area taman. Setelah memperlihatkan tiket masuk ke petugas, kami langsung mengelilingi area taman. Kekhasan dari taman ini yaitu bunga yang mirip sekali dengan Edelweis terdapat hampir di setiap sudut area taman. Bunga yang biasa kita temui di lereng atau tebing saat mendaki gunung dan jenis bunga ini dilarang dipetik dan dibawa pulang oleh pendaki. 

Bunga yang mirip dengan Edelweis ini bernama Bunga Kasna. Menurut informasi bunga ini sering dipetik untuk digunakan pada upacara keagamaan Umat Hindu. Jadi sangat beruntung sekali buat kita yang dapat melihat bunga ini lagi mekar-mekarnya pada waktu-waktu tertentu. Dari kejauhan bunga ini sangat mirip sekali dengan Bunga Edelweis. Apa bedanya ?, saya pun kurang memahami karena bertemu dengan Bunga Edelweis saja belum pernah. Melihat Bunga Kasna secara langsung saja, sudah sangat beruntung. Belum melihat Bunga Edelweis, Bunga Kasna pun jadi. Apalagi melihat secara langsung bersama kamu ya kamu (mulai leebaay).

Selain ribuan Bunga Kasna yang tersebar di setiap sudut taman, ada lagi bunga yang gak kalah mencoloknya disini yaitu Bunga Gumitir. Bunga yang dari kejauhan mirip dengan bunga matahari ini juga sering digunakan untuk upacara keagamaan Umat Hindu. Saat kami kesana, bunga gumitir lagi mekar-mekarnya. Tapi harus diingat, gak boleh memetik dan merusak tanaman disini. Yang saya suka dari tempat ini yaitu tamannya tertata dengan rapi. Deretan gazebo dan beberapa spot foto yang sangat instagramable banget.

Kerennya lagi, lokasi Taman Edelweis berada tepat di kaki Gunung Agung dan gak jauh dari Pura Besakih. Udara pegunungan yang sangat sejuk, kabut yang mendadak datang tanpa mengabari terlebih dahulu, hijaunya pepohonan dan keberadaan kita disambut hangat oleh warga desa. Cocok sekali buat kita yang ingin mencari ketenangan dari ramainya kesibukan ibukota.





Sebuah bangunan kayu berbentuk kincir angin seperti di negeri Belanda, membuktikan kami sedang berada di Taman Edelweis. Salah satu daya tarik dari tempat ini yaitu kincir anginnya. Gak fotoan berlatarbelakang kincir angin, berarti belum pernah ke Taman Edelweis. Jadi hukumnya wajib foto selfie ala-ala instagramable dengan kincir anginnya. 

Taman Edelweis berbeda dengan Pantai Kuta, Patung GWK, Ubud, atau Bedugul yang sangat ramai dikunjungi oleh pengunjung dari luar Bali dan mancanegara. Rata-rata pengunjung yang datang ke taman ini kebanyakan warga lokal atau sekitaran Pulau Bali saja. Ada plus minusnya buat saya. Plusnya gak apa-apa gak banyak datang kesini karena Taman Edelweis enaknya dinikmati dalam kondisi sepi. Minusnya, kalau sepi pengunjung, pemasukan desa juga sepi, hehehe.

Over all, untuk fasilitas umum lainnya cukup baik. Toilet dan warung makan sudah tersedia disini. Sistem tiketing juga sudah baik. Keramahan petugas juga saya acungin jempol. Satu lagi, gak ada saya temukan sampah yang berserakan di area taman. Tingkat kesadaran pengunjung saya acungin jempol. Tempat lain harus bisa mencontoh Taman Edelweis. Bisa dibilang tempat wisata ini berada di pedalaman dan jauh dari kota. Tapi banyak orang yang rela-rela datang kesini, demi bisa melihat Taman Edelweis dari dekat,contohnya saya bareng datang dari Lombok (gak nanya) hehehe. 

Saya bareng istri ingin sekali balik lagi kesini di lain waktu. Rasanya belum puas kalau gak lama-lama menikmati Taman Adelweis saat berkabut. Saat kami datang, kabutnya hanya sebentar dan gak sempat buat difoto. Mau keluarin kamera, eh kabutnya malah minggat (kelamaan sih). Berhubung gak banyak waktu untuk bisa berlama-lama disini karena harus balik ke Pulau Lombok, cerita di Taman Adelweis saya cukupkan sampai disini dulu. Sampai bertemu di cerita saya selanjutnya. Bocorannya, setelah Taman Adelweis, ada detinasi kece lainnya yang gak lama lagi saya posting. Ditunggu saja. Bukan saya namanya kalau gak memberikan cerita dan informasi terupdate tentang tempat-tempat kece yang sudah saya datangi. So.. sabar menunggu. 

Oke... Di akhir tulisan, di bawah ini saya beri peta jalur menuju Taman Edelweis versi google maps. No Hoax dan rekommended buat kalian. Bye !!!

Penulis : Lazwardy Perdana Putra

Tuesday 4 June 2019

Menginap Semalam di Hotel Capsule : H-Ostel Kuta, Denpasar


Gak terasa nih sudah masuk musim libur lebaran. Pasti sudah banyak agenda mau liburan kemana. 

Bali,Yogya,Lombok,Labuan Bajo,Bandung atau mau ke Raja Ampat?. Selain menentukan tempat, kita juga pasti memperhitungkan budget. Apalagi sekarang ini harga tiket pesawat lagi mahal-mahalnya.

Jadi harus pinter-pinter memilih mau naik apa. Tetap pakai pesawat yang harganya bisa buat beli Oppo F11pro, atau alternatif lainnya seperti kereta api, bus, kapal laut atau kendaraan pribadi. Begitu juga dengan tempat menginap. Memilih penginapan juga penting. Menginap dengan budget murah dengan pelayanan yang lumayan bagus juga harus dong. 

Kali ini saya menulis pengalaman  saya bareng istri menginap di hotel kapsul di sekitaran Kuta, Bali. Hotel kapsul, gimana bentuknya?. Pasti  banyak pertanyaan seperti itu. Hotel kapsul merupakan hotel yang sedang nghehits bagi para traveler's yang butuh menginap dengan budget murah. Bentuknya pun unik, terdiri dari beberapa bed dalam satu ruang yang disusun seperti tempat tidur susun dengan diberi tirai sebagai penutup. Ada juga berbentuk tempat tidur seperti di dalam pesawat ruang angkasa. Jadi dibuat penasaran dan pengen coba. 

Sudah banyak hotel kapsul di Indonesia yaitu di Jakarta, Bandung, Jogya, Bandung, Malang dan Bali. Kebetulan sebelum Bulan Ramadhan, kami berdua berlibur dua hari di Pulau Bali. Buka chanel salah satu youtuber Bali yang kerjaannya review beberapa penginapan di Bali. Di salah satu kontennya, dia mereview hotel kapsul berbudget murah yang letaknya di daerah Kuta, Bali. Tertarik dong, mau mencoba menginap di sana.

Oke...setelah deal bareng istri mau jalan-jalan ke Bali, saya buka aplikasi Traveloka untuk booking kamar. Gak butuh waktu lama dalam proses booking. Kebetulan saat itu saya memesan Double Bed Mix seharga 232ribuan semalam. Cukup murah bagi saya. Apalagi lokasinya di sekitaran Kuta, surganya para wisatawan yang berlibur ke Bali.








Hari yang ditunggu-tunggu sudah tiba. Kami berdua berangkat ke Bali dari Lombok menggunakan motor. Kami memilih menyeberang ke Bali malam hari. Bermalam di kapal, esok paginya sudah sampai di Pelabuhan Padangbai, Karangasem. Perjalanan dari Pelabuhan Padangbai ke Kota Denpasar memakan waktu satu jam perjalanan. Cuaca pagi di Bali yang cukup cerah. Perjalanan yang lumayan lancar meskipun saat memasuki Kota Denpasar, kami merasakan kemacetan Kota Denpasar. Masih pagi Kota Denpasar sudah macet karena bertepatan dengan weekends. 

Waktu check in masih lama yaitu jam dua siang. Sambil menunggu, kami menuju salah satu destinasi di Bali yang kece. Dimana itu? Ceritanya di postingan selanjutnya, harap bersabar !!! hahaha.  

Setelah waktu check in tiba, kami menuju ke hotel namanya H-Ostel. Sebuah penginapan dengan konsep hotel kapsul. Hotel ini sudah tahun beroperasi. H-Ostel berlokasi di Kuta Square Blok E no 8,Kuta,Badung, Denpasar (ralat kalau keliru). Jadi sangat dekat dengan Bandara Ngurah Rai, Pasar Seni Kuta, Pantai Kuta, Waterboom Bali dan tempat menarik lainnya di sekitaran Kuta. Dari luar penampakan hotel ini cukup unik. Bagian dinding atas gedung terdiri dari kumpulan pintu dan jendela kayu tempo doeloe yang disusun menutupi tembok gedung aslinya. Kemudian dicat dengan warna yang menarik. Hotel kapsul ini memiliki tujuh lantai. Dimana area Ground/lobi hotel terdiri dari resepsionis, coffee shoop dan ruang santai tamu yang menginap. Ruangannya gak terlalu luas tapi sangat nyaman. Di lobinya juga terdapat komputer dan tumpukan buku-buku yang bisa digunakan oleh para tamu hotel. 

Setelah sampai depan hotel, saya memarkirkan motor di area depan hotel. Kemudian segera menuju resepsionis. Saat check in kami berdua diminta menunjuki KTP berdua. Mbak resepsionis menjelaskan kepada kami aturan menginap disini dan memberikan kami sebuah gelang tangan kece. Dimana gelang tangan ini ada fungsinya. Setelah dijelaskan, kami diantar menuju lantai lima dimana kamar kami berada menggunakan lift. Keren, hotel kecil seperti ini memiliki lift. Setelah sampai di lantai lima. Ada sebuah pintu yang bisa dibuka dengan menempelkan jempol tangan kita ke tombol yang ada di pintu. Pintu kebuka otomatis. Kereen





Setelah pintu kamar terbuka, apa yang terlihat pemirsa. Ternyata di dalam satu area kamar terdapat empat belas bed bersusun dua. Ruangannya juga dingin banget. Udara panas di luar hotel mendadak lenyap karena sejuknya kamar. Bed kami berada di bed nomor 501. Letaknya ada di bagian paling pojok. Asyik nih dapat bed di paling pojok dan di bagian bawah pula. Setelah check kamar, karyawan hotel menjelaskan kepada kami letak kamar mandinya. Antara cowok dan cewek kamar mandinya dipisah. Untuk cewek kamar mandinya ada di dalam area kamar yang letaknya di bagian pojok. Sedangkan kamar mandi cowok ada di luar area kamar yang masih berada di lantai yang sama. Oke.. Setelah beres semua, kami langsung istirahat sejenak. 

Untuk review bednya, buat saya ukuran bednya cukup lebar dan luas. Pas buat kami berdua. Kasurnya empuk, bantalnya juga gak kembos. Di dalam bed ada tempat colokan, meja lipat untuk laptop, gantungan baju, lampu baca, dan penutup seperti tirai gitu. Untuk menaruh barang bawaan, sudah ada locker sesuai nomor bed kami. Untuk membuka looker,tinggal tempelkan gelang tangan tadi ke tombol looker. Secara otomatis kebuka sendiri, kereen kan. Baru pertama kali saya melihat hotel sekece ini. Semuanya serba canggih. Ukuran lookernya cukup besar. Bisa untuk menyimpan dua bagpack. Itu dulu reviewnya, kami istirahat dulu yaak. Good Night !!!








Good Morning !!!

Enak bener tidur di bed empuk sampe gak terasa sudah pagi saja. Saya bareng istri enggan untuk segera bangun karena bener-bener kamar ini buat kami betah buat tidur. Para tamu yang menginap di kamar yang sama juga sudah terdengar suara mereka ngobrol berbisik-bisik pake bahasa yang saya gak mengerti. Yang jelas bukan bahasa Indonesia. Kok bisik-bisik?  Ya aturan menginap di hotel kapsul ini, kita dilarang untuk ngomong bernada tinggi dan tertawa di area kamar agar gak mengganggu tamu lainnya. Gak enaknya ya itu, jadi pakai cara berbisik-bisik, hahaha seru juga. 

Habis mandi dan beres-beres, kami menuju roftop yang berada di lantai paling atas (lantai 6) untuk sarapan. Di roftopnya ada pilihan tempat duduk. Bisa duduk di sofa, meja dan kursi kayu dan bisa juga duduk di pinggiran roftop sambil sarapan. Menu sarapan hari itu potongan buah nanas, semangka,roti bakar diberi selai kacang, dan telur dadar. Untuk minumnya, saya memilih teh hangat. Semua hidangan sarapan sudah disiapkan di mini bar. Kita tinggal mengambilnya. Disini semuanya bisa dibilang harus mandiri. Buat teh sendiri, bakar roti sendiri dan habisin sendiri (lapeeeer). Habis sarapan seperti piring, sendok, garpu dan gelas harus kita bawa ke minibar. Jadi meja makan harus dalam keadaan bersih kembali. 

Sambil menikmati sarapan di roftop, kami bisa menikmati pemandangan deretan pantai yang jaraknya gak jauh dari hotel. Terlihat juga Patung New GWK yang baru saja selesai pengerjaannya dari kejauhan. Langit cerah dan hembusan angin pantai yang buat suasana menjadi tambah syahdu.

Semakin siang, para tamu berdatangan untuk sarapan. Jam sarapan dari jam tujuh pagi sampai sebelas siang. Suasana di roftop semakin ramai saja. Disini saya tersadar ternyata kami berdua saja tamu lokal. Lainnya tamu bule dan china,hahaha.

Bagi kalian yang ada rencana liburan ke Bali habis lebaran atau yang kebetulan mudik ke Bali, bisa nyobain menginap di H-Ostel Capsule. Untuk pemesanan bisa melalui online atau datang langsung ke hotelnya. Pilihan bednya ada single bed, double bed, dan double bed mix. Untuk fasilitasnya ada kamar mandi, toilet, handuk, wifi dan sarapan. Dengan harga 200ribuan sudah dapat pelayanan seperti itu. Murah meriah bukan ? #NoEndorse

Penulis : Lazwardy Perdana Putra